Seorang wanita tua tengah duduk di depan kontrakannya dengan tatapan penuh tanda tanya, terlihat tangan keriputnya tengah menggenggam sebuah testpack bergaris dua.
Bibir keriputnya selalu melafalkan harapan agar semua pikiran buruk mengenai cucunya tidaklah benar.
"Assalamualaikum Nek, "sapa Kanaya. "Nenek kenapa di luar, ayo masuk. "
Walaupun hatinya tengah perih, Kanaya berusaha sebaik mungkin agar tetap kuat di depan mata sang Nenek. Kanaya berjongkok di depan wanita tua itu dan menggenggam tangannya, namun secepat juga tangan Kanaya dihempaskan oleh Nek Risma.
"Nenek, kenapa? "tanya Kanaya heran.
Tatapan Nenek Risma lurus tak sanggup melihat cucu semata wayangnya hingga kalimat yang ingin dikatakannya pun hilang tak berasa hanya tercekak di tenggorokan wanita itu. Sampai akhirnya tangan keriputnya yang menggenggam benda pipih bergaris dua itu terbuka dan menunjukkannya pada Kanaya.
"Nenek, "lirih Kanaya bergetar.
"Kenapa begini? Bahkan sebelum Aku memberitahu Nenek, semuanya sudah terbuka lebih dulu. Ya Allah, Nenek pasti sangat kecewa pada cucunya ini,"batin Kanaya.
"Jelaskan!"
Suara Nek Risma terdengar begitu serak dan berat, seakan-akan tengah menahan gejolak hatinya. Wanita tua itu masih berharap jika benda pipih itu bukanlah milik Sang Cucu.
"Maafkan Naya Nek."
Kanaya tak lagi bisa berkata, hanya sebuah untaian maaf yang bisa mewakili perasaannya saat ini. Kepalanya tertunduk tak mampu menatap kekecewaan pada mata yang selalu memberikannya sebuah keteduhan.
Luruh sudah harapan Nenek Risma. Permintaan maaf Kanaya sudah menjawab seluruh pertanyaannya, dia yang sudah terlalu tua mendapat sebuah keadaan dimana cucunya tengah hamil diluar nikah.
"Kesalahan apa yang pernah Nenek lakukan Nay, sampai kamu bisa seperti ini, "ucap Nenek Risma dengan bibir begetar.
"Tidak Nek, semuanya salah Naya. Nenek tidak salah apa-apa. Maafkan Naya Nek, hiks. "
Rasa bersalah terasa amat dalam dari diri Kanaya, dia tidak bisa menjaga harta berharganya dan kini orang yang paling dia sayangi sangat kecewa dengannya. Air matanya meleleh begitu deras, membasahi pipi kemerahannya dengan nada sesenggukan Kanaya masih mengucapkan kata maaf pada sang Nenek.
"Maafkan Naya Nek, maaf! "
Kalimat itu terus terulang seiring dengan suara sengau dan sesenggukan. Tangisan Kanaya semakin keras saat tubuh Nenek Risma beranjak dan meninggalkannya begitu saja memasuki kontrakan kecil itu.
"Nenek maafkan Naya Nek, hiks.. hiks... "
Kanaya meraung menangisi dirinya yang telah memberikan sebuah kekecewaan pada Nek Risma. Wanita itu bangkit dan berjalan masuk ke dalam kontrakan lantas menggedor pintu kamar dimana ia dan Nek Risma biasa tidur.
Dor
dor
dor
"Nek... hiks. Maafkan Naya Nek, tolong dengarkan penjelasan Kanaya. "
Seakan tak ada habisnya kalimat maaf, Kanaya menggedor pintu kamar itu dan meminta dengan suara pilunya agar sang Nenek mau keluar untuk mendengarkan segala penjelasannya.
Sementara di dalam kamar, Nek Risma hanya terdiam termangu dengan lelehan air mata yang tak kalah derasnnya dari Kanaya.
"Kenapa semua ini terjadi padamu Naya."
Marah tentu saja, Nenek Risma juga bisa marah saat melihat keadaan cucunya tengah hamil. Kecewa terlebih lagi, Nenek Risma sangat kecewa dengan diamnya Kanaya sampai akhirnya dia tahu tentang kondisi kehamilan cucunya itu.
Suara gedoran pintu dan tangis pilu Kanaya begitu menyayat hati Nek Risma. Bukannya egois, hanya saja Nenek Risma tengah sangat kecewa, wanita tua itu tak ingin karena amarah dan kekecewaannya akan menyakiti Kanaya.
"Nek maafkan Kanaya, hiks. "
Suara Kanaya mulai pelan, tubuhnya dan jiwanya yang tengah terguncang tak sanggup lagi menggedor pintu kamar itu dengan keras. Wanita itu menyenderkan tubuhnya pada daun pintu kamar dengan tangan yang memegang perutnya.
"Kenapa kau hadir, hiks... Kenapa? "ucap Kanaya.
Tangan Kanaya memukul pelan perutnya, dia sekarang tengah sangat membenci kehadiran bayi dalm perutnya itu.
"Kenapa semua ini terjadi. Kenapa kamu hadir hah! "
Tangan Kanaya terus memukuli perutnya sampai akhirnya pukulan itu semakin pelan dan tak bertenaga lagi karena sang empu yang kembali tak sadarkan diri.
"Kenapa kau hadir, "lirih pelan dari bibir tipis itu.
Lelahnya tekanan yang sedang dihadapi membuat daya tahan tubuhnya begitu rapuh.
***
"Bisa lebih cepat tidak hah! "
Suara roda-roda ranjang dorong di lorong IGD rumah sakit. Beberapa staf rumah sakit dan Jacob terlihat terburu-buru mendorong wanita yang tengah pingsan itu menuju ruang pemeriksaan.
"Maaf Tuan, selain staf rumah sakit dilarang memasuki ruangan."
Langkah Jacob tertahan di depan pintu ruang IGD itu. Mengusap wajahnya dengan kasar saat melihat bagaimana lemahnya kondisi Kanaya.
"Akhhh. "
Teriakan frustasi lolos dari bibi tebalnya, dihempaskannya tubuh tegap itu, menyandar pada dinding rumah sakit.
"Aku mohon bertahanlah! "
Rasa bersalah kini menjalar di hati pria itu. Netra Jacob melihat tangan kekarnya yang terdapat bercak merah disana. Ketakutan begitu kentara melihat darah itu, hingga tangannya bergetar.
"Maafkan Aku, tolong berikan Aku kesempatan."
Di arah lain, Nyonya Celline, Tuan Garadha, dan Mark melangkah lebar menyurusi lorong rumah sakit. Mencari keberadaan dimana Jacob membawa Kanaya.
Saat melihat putra sulungnya yang berjongkok menekuk kepalanya di depan ruang IGD itu. Nyonyq Celine tak mampu menahan kemarahannya lagi.
"Jacob! "
Plak.
***
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Nar Sih
👍👍
2023-08-27
0
H A R U K A ~C H A N
nyesel kan
2023-07-17
0
Rose Ina
terus semangat Thor....terbaik ceritanya.
2023-02-03
7