Ini kali pertamanya aku menangisi kebodohan ku selama ini, sekarang aku paham dia benar-benar tidak memiliki perasaan sedikit pun pada ku.
Bukan dia yang memberi harapan palsu padaku, tapi aku sendiri yang terlalu berharap pada nya.
Oh tuhan ini kah yang dinamakan terlalu berharap, sehingga hatiku patah dan perih.
"Audia!"'
Aku kembali menghapus air mataku, semenjak tadi malam aku menangis sampai azan subuh berkumandang aku masih menangis. Tadi aku sudah tidur dan tersentak waktu subuh.
"Kamu sudah sholat?' tanya nya.
"A-aku lagi istimewa!" ujar ku dengan suara tercekik menahan tangis ini.
"Oh, begitu!" ujar nya
Ranjang ini bergerak karena ia turun dari tempat tidur ini.
Apa aku harus pergi dari rumah ini, tanpa sepengetahuan siapapun. Aku hanya jadi orang paling b*doh di keluarga nya ini.
Dia keluar dari kamar mandi dan sudah bersiap melaksanakan shalat subuh.
"Allahu Akbar!"
Suara merdunya mengucapkan takbir untuk memulai sholat nya, aku melihat dia yang lagi khusyuk sholat.
"Mas, apa hati kamu itu tidak ada perasaan sedikit pun untuk ku?"
Aku masih memperhatikan dia sholat, air mataku mengalir lagi dan lagi, lelah itu yang aku rasakan beberapa hari ini.
"Ya Allah hamba sudah capek, ingin mundur dari ikatan pernikahan ini, tapi hamba juga takut akan dosa!"
"Assalamualaikum warahmatullah!
"Assalamualaikum warahmatullah!
Selesai dia sholat dia tidak langsung berdiri, melainkan dia sedang berzikir.
"Subhanallah, subhanallah, subhanallah!
"Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah!
"Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar!"
Selesai ia berzikir lalu ia berdo'a selesai zikir, hatiku dan mulutku juga ikut berzikir, walaupun keadaan haid kita masih bisa berzikir dan mengingat Allah SWT.
"Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai-in qodiir. Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Laa ilaha illallah wa laa na'budu illa iyyah!"
Suara samar saat zikir itu sungguh menenangkan hatiku, seketika air mataku berhenti.
Aku duduk sambil menyenderkan tubuhku ke kepala ranjang, mataku perih karena terlalu lama menangis, mungkin wajahku kelihatan sembab akibat menangis dari semalam.
Aku memalingkan wajahku saat dia melihat ku.
"Saya tau kamu menangis karena saya, jadi maafkan saya!" ujar nya.
Maaf lagi dan lagi ia berucap kata maaf itu, tapi apa, dia selalu bikin perasaan ku sakit.
"Saya tidak tau harus berkata apa lagi selain maaf, saya selalu sering menyakiti perasaan kamu, saya bukan laki-laki baik!"
"Di sini saya juga tersakiti Audia, bukan kamu saja, kamu tidak tau betapa tersakiti hati saya--!"
"Lebih tersakiti hati saya dari hati kamu mas, kamu selalu membentak ku, selalu mencaci ku, selalu berkata kasar padaku, apakah itu tidak sakit mas?"
"Sakit mas, batinku rasanya tersiksa dengan cara sikap kamu selama ini!"
"Sakit yang aku rasakan tidak sesakit apa yang kamu rasakan mas!"
Aku menyela ucapan dia, dia bilang dia juga merasakan sakit, tapi sakit hati dia itu tidak sesakit hatiku selama ini.
"Kenapa tidak dari awal kamu membatalkan perjodohan ini, jika kamu bantah ucapan kedua orang tua kamu tentang perjodohan ini, mungkin kita tidak akan pernah bertemu dan menikah seperti ini!"
Ku keluarkan semua unek-unek yang selama ini ku tahan.
"Kembali kan aku pada orang tua ku mas!"
Dia membuka peci yang semula bertengger sempurna di atas kepala nya itu.
"Permintaan kamu yang satu itu tidak akan pernah bisa saya kabulkan!" ujar nya.
Aku mengerutkan keningku, kenapa permintaan ku yang satu itu tidak bisa ia penuhi, itu sama saja dia egois.
"Kamu egois, kamu tidak bisa memenuhi permintaan ku yang satu itu!"
"Kenapa mas?" tanya ku.
Dia diam tanpa menatap ku, tangan nya mengusap-usap kasar wajah nya.
"Kenapa?" tanya ku mendesak nya.
Dia masih diam tanpa mau melihat ku, dia benar-benar egois, kata nya dia tidak mencintai ku, kata nya aku hanya jadi beban dia saja, terus kenapa, kenapa permintaan ku tadi tidak dia penuhi?
"Jawab mas Arnav!" suara ku semakin meninggi
Kalau dia tidak cinta padaku seharusnya dia bisa mengabulkan permohonan aku tadi.
"Mas Arnav jawab aku!" ujar ku semakin kencang.
Aku sudah berdiri di depan dia, lalu ia mendongakkan kepalanya menatap ku, ia berdiri.
"Aku tidak tau alasan nya apa Audia!" ujar nya mencengkram kedua bahu ku secara kasar, aku meringis karena cengkraman tangan kekar nya itu.
"Aku tidak tau harus jawab apa, jangan seperti ini terus Audia, aku muak Audia muak! dia menguncang tubuh ku tanpa melepaskan cengkraman tangan nya itu dari bahu ku.
"Kenapa?" lirih ku karena air mataku menetas lagi.
"Bukankah kamu egois!" ujar ku.
"Diam!" sentak nya
Aku mendorong tubuh nya, akhirnya cengkraman tangan nya itu terlepas dari bahu ku, kini aku merasakan bahu ku sakit dan juga perih.
Aku masih berdiri di tempat tadi, seraya menutup wajahku dengan kedua telapak tangan ku.
Tok tok tok
Pintu kamar di ketuk oleh seseorang, mungkinkah itu mama atau papa, kemungkinan mereka mendengar suara ribut kami tadi.
"Arnav, Audia ini mama!" teriakan dari luar kamar ini.
"Hapus air mata kamu! titah nya.
"Iya ma!" ujar nya.
Dia pergi meninggalkan ku, aku terduduk lemas di lantai sambil menyeka air mataku.
"Kalian lagi ribut?"
"Tidak ma, mungkin mama salah dengar!"
"Ah, masa sih, tapi mama dengar suara ribut dari kamar kalian, apa kalian lagi bertengkar?"
"Tidak mama...!"
"Mama tidak suka kalau anak mama bertengkar sama istri nya!"
"Arnav, kan sudah bilang, kalau Arnav tidak ada masalah apa pun!"
"Ada apa ini ma?, kenapa kalian ribut-ribut di pagi hari gini?"
"Ini pa, mama tadi dengar ada suara ribut di kamar arnav!"
"Tidak ada apa-apa mama, papa!"
Aku mendengar suara mama dan juga papa yang lagi bicara dengan mas Arnav.
"Audia sudah bangun?"
"Belum ma, dia masih tidur!"
"Dia belum sholat kah?"
"Katanya dia lagi istimewa!"
"Hmm... ya sudahlah, mungkin pendengaran mama tadi salah, maklum telinga sudah tua juga!"
Pintu kamar di buka lagi oleh nya, aku masih duduk di lantai.
"Nanti masuk angin, duduk di atas gih!" ujar nya.
Aku hanya diam tanpa mempedulikan omongan nya.
"Kamu dengar saya ngomong kan!" ujar nya, lalu ia jongkok di hadapan ku, aku memalingkan wajahku dari nya.
Peduli apa dia sama kesehatan ku, aku juga tidak mau dia peduli dengan ku.
Dia langsung mengendong ku, lalu membaringkan ku di atas kasur, dia menyelimuti tubuh ku sampai leher.
"Istirahat lah, mungkin kamu terlalu lelah karena menangis terus!" ujar nya.
"Jangan pedulikan ku!" ujar ku
...
Bersambung...
Komentar, like and vote nya dong🥺
Tinggalkan Jeeeejakkkk....
Yang penasaran dengan si penulis cerita ini boleh berteman langsung dengan ku di Instagram dan fb ku.
Ig : purna_yudiani
fb : purna yudiani
Yang follow Instagram ku ntar aku follback 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Nurul2103
ditunggu kelanjutannya kak ☺️ sehat berkah selalu 🥰
2023-01-15
1