Senja pun tiba aku duduk di balkon kamar ku ini, menatap langit yang berwarna jingga, matahari terik tadi perlahan-lahan terbenam di ufuk barat.
Kini tatapan ku beralih ke pesawat terbang yang melintasi rumah ini, pesawat itu sangat tinggi hanya berukuran kecil yang bisa kita lihat.
"Kalian terlalu terbang tinggi, apa kalian tidak takut jatuh?'
Dengan melihat pesawat terbang tinggi itu, aku jadi keinget sama dia.
Dia apa kabar?, sudah satu minggu aja dia pergi berkerja tanpa memberi kabar pada ku.
"Oh, mustahil kan, aku kan bukan siapa-siapa dia, aku hanya jadi beban dia selama ini, mana mungkin dia peduli dengan ku!".
Hufff... berasa hidup ku tidak ada guna nya untuk sekarang ini, bagaimana tidak, suamiku sendiri tidak peduli dengan ku.
"Cih, Audia kamu ini sungguh munafik, kamu bilang kamu tidak mencintainya tapi apa, kamu malah memikirkan dia!"
Kenapa kamu begitu b*doh Audia, sudah jelas dia tidak mencintai kamu, tapi kamu terus saja berharap dengan dia.
"Arnav, aku itu sudah b*doh karena mencintaimu!"
Tidak di sangka air mata ku lolos dari pelupuk mataku, "haha... b*doh, b*doh, kenapa aku harus menangis gini sih!" umpat ku.
Ku seka air mata yang mengalir ini sambil berusaha tersenyum, walaupun senyum itu hanya senyum palsu.
Aku harus kuat biar bagaimanapun dia masih suamiku, bismillah semoga dia bisa membuka hatinya itu untuk ku.
"Mbak!"
Bahu ku di tepuk oleh Aquila aku hampir menjatuhkan telepon genggam ku yang aku pegang.
"Eh, Aquila!" ujarku seraya mengelus dada.
"Maaf mbak, aku bikin kaget mbak saja!"
Aku tersenyum kecil, "mbak Audia kenapa?' tanya nya, mungkin Aquila melihat mata sembab akibat aku menangis tadi.
"Tidak!" bohong ku.
"Keluar yuk mbak, mbak pasti akan senang!" ujar nya.
Aku mengerutkan keningku, maksud nya apa, dan hubungan nya apa, jika aku keluar kenapa aku musti senang, ada apa?.
"Mbak nggak enak badan quila!" ujarku berdusta, justru aku keluar kamar, pasti akan banyak drama lagi, seperti waktu itu.
Aku sengaja menghindar dari mbak Naya, dia selalu menyindir dan merendahkan ku, lebih baik aku menghindar dari pada bertengkar, kalau mama mertua tau, pasti salah satu dari kami akan mendapatkan hukuman.
"Mbak sakit, apa aku harus telepon mbak Anas supaya mbak Anas pulang untuk memeriksa mbak!"
Kekhawatiran terlihat jelas dari wajah Aquila, dia satu-satunya orang yang aku percaya di sini, selain mama dan juga papa.
Mbak Anas juga sering uring-uringan tidak jelas pada ku, waktu itu dia juga pernah menghina ku, aku jadi ketakutan untuk itu.
"Tidak, mbak baik-baik saja, Aquila jangan khawatirkan mbak!" ujar ku.
"Baiklah, jika mbak tidak mau!" ujar nya.
Aquila balik keluar kamar, aku pergi ke tempat tidur untuk merebahkan tubuhku, azan magrib berkumandang, aku masih belum selesai haid makanya aku belum sholat.
Cklekk
Tiba-tiba pintu kamar di buka, aku sengaja membelakangi pintu kamar, mungkin itu mama mertua ku?.
"Ma, apakah itu mama!" ujar ku lalu membalikkan tubuhku menghadap ke pintu.
Bukan mama yang aku lihat melainkan pria bertubuh tegap masih mengunakan seragam pilot berwarna putih dan dasi bermotif batik masih melingkar sempurna di leher dan menjuntai dengan apik nya.
Tangan kanan nya masih memegangi ganggang koper.
Oh dia, ternyata dia pulang.
Aku hanya melihatnya saja, lalu membelakangi dia lagi, aku tidak menyapa nya, untuk apa menyapa dia sedangkan aku hanya wanita pajangan saja.
"Assalamualaikum!"
"Wa'alaikumussalam!" jawabku masih membelakangi nya, ku dengar dia yang menyeret kopernya, aku tidak mau tau soal dia lagi.
Mau dia kembali mau dia tidak kembali apa urusannya dengan ku, toh dia sendiri yang bilang kalau aku ini hanya menyusahkan dia saja.
Ini jalan satu-satunya yang aku pilih, yaitu diam tanpa banyak basa-basi.
"Apa orang miskin selalu di injak-injak seperti ini?"
"Apa orang miskin tidak di hargai juga?"
"Kenapa orang berpendidikan rendah selalu di hina, apa salah nya kita saling menghargai!"
Tidak terasa cairan panas membasahi pipi ku lagi, entahlah akhir-akhir ini aku jadi wanita lemah, seenggaknya aku bisa menunjukkan pada mereka, kalau orang miskin tidak selalu di rendahkan, di hina, di caci maki!
Ayolah Audia, kamu tidak perlu lemah dengan cacian mereka yang tidak suka sama kamu, paling tidak kamu harus menjadi wanita kuat dan tangguh.
Ku rasakan ranjang yang aku tiduri ini bergetar, seperti nya dia mau istirahat juga.
Aku menggeser tubuhku ke lebih ujung lagi.
"Suami pulang di sapa sedikit napa!' suara berat nya itu menusuk indra pendengaran ku.
Bulir bening panas ini masih mengalir deras di pelipis ku, aku tidak mau peduli dengan dia lagi, mau dia ngomong aku tidak mau dengar.
"Tidak sopan kamu ya!" ujar nya
"Udahlah capek ngomong sama wanita kampungan kayak kamu ini, di ajak ngomong malah diam membisu, di diami malah ngelunjak! umpat nya.
"Kamu itu memang jadi beban saya saja!"
Hikss... aku memang jadi beban kamu mas, tapi aku tidak suka sama cara bicara kamu itu, lagi-lagi kata menyakiti perasaan ku itu kamu keluarkan.
Aku menangis dalam diam tapi isak demi isakan ini tidak bisa aku kontrol.
"Hiks...hiks...hiks...!" lepas sudah isakan ini keluar dari mulutku, ku yakini dia pasti mendengar tangisan lirih ku ini.
Ranjang yang semula tenang kini bergetar karena guncangan dari tubuhku yang mengeluarkan isakan tangis ku.
"Hikss... ayah... bunda...!"
"Nangis?
"Audia, kamu nangis?"
Badanku di putar oleh pilot itu tatapan mata kami saling beradu, mataku masih basah, tangan ku refleksi memukul dada nya.
"Hiks...hiks...hiks...!' aku menangis tersedu-sedu sambil memukul dia, entah apa yang merasuki diri ku ini sehingga aku berani memukul dia.
"Hiks... aku ingin pulang!' ujar ku di sela-sela tangis ku.
Matanya melotot saat aku mengatakan ingin pulang, aku tidak tahan lagi hidup di tengah-tengah keluarga dia yang selalu menghina ku.
"Antar aku sekarang juga ke tempat ayah dan bunda ku!' ujar ku, menatap wajah nya yang kelihatan marah.
"Lepas aku mas, biarkan aku hidup dengan tenang tanpa kamu!" ujar ku lagi.
Dia menjauhkan wajahnya dari ku, lalu tangan nya menghapus air mataku yang masih membasahi pipi ku.
Aku sempat terdiam dengan aksi nya itu, tapi itu hanya sementara karena aku masih ingat dengan kata-kata menyakiti perasaan ku tadi.
Ku tepis tangan nya itu secara kasar.
"Setidaknya kamu jangan memberi harapan palsu pada ku!' ujar ku lalu memunggungi dia kembali.
...
Bersambung...
Tinggalkan Jeeeejakkkk....
Yang penasaran dengan si penulis cerita ini boleh berteman langsung dengan ku di Instagram dan fb ku.
Ig : purna_yudiani
fb : purna yudiani
Yang follow Instagram ku ntar aku follback 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments