Pagi ini Villa yang ada di dekat Pantai itu terlihat begitu mendung. Mentari diatas sana masih bersembunyi di balik awan gelap yang enggan beranjak dari tempatnya.
Sunyi, dan lengang. Seakan hanya menikmati alunan musik gratis tadi benturan Ombak dan bebatuan. Semua ini tak lagi asing tetapi kali ini terasa sangat berbeda.
Zion yang menjadi kaki tangan setia dari Xavier terlihat heran karna Tuannya tampak begitu segar dan semakin menawan saja. Ntah kenapa aura pria ini semakin membuatnya tak tahan untuk bertanya.
"Master!"
Xavier hanya diam memilih duduk di dekat jendela yang menghadap langsung ke hamparan laut biru sana. Ia menyeduh secangkir Teh madu hangat dengan gestur duduk begitu berwibawah.
Siapa yang akan menyangka Pria Tampan penuh daya pikat sepertinya adalah seorang keturunan Keluarga Monster yang nyata.
"Master! Kau terlihat semakin kuat."
"Aku pikir begitu." jawaban Xavier sungguh tak terduga. Seringaian iblisnya muncul kala membayangkan betapa bertenaganya ia setelah menghisap darah wanita itu.
Ia merasa otot-otot di tubuhnya semakin kokoh dengan stamina melambung tinggi. Kekuatannya juga berkalih-kali lipat mengalir didalam tubuh kekarnya.
Tentu hal ini cukup aneh. Saat pertama-tama Xavier mencicipi darah Stella, ia benar-benar merasa puas dan tak pernah merasakan kesegaran itu sebelumnya. Tetapi, sekarang ia sudah memastikan jika wanita itu sama saja seperti korban sebelumnya.
"Master! Aku rasa sekarang dia sudah tiada. Tak ada siapapun yang bisa menahan sakit saat kau menghisap seluruh jiwa mereka."
"Hm. Kau selalu membuatku senang." jawab Xavier dengan begitu angkuh. Wajahnya yang dingin penuh kelicikan itu selalu bertahan di puncak tertinggi.
Namun. Berbeda dengan Zion yang tampak senang akan dampak besar di tubuh Masternya. Efika justru merasa cukup sedih kala tahu Stella sudah tiada.
Ntah bagaimana keadaan tubuh wanita itu di dalam kamar pria ini.
"Sampai kapan kau akan menguping?"
"T..Tuan!"
Efika terperanjat kala Zion sudah ada di dekatnya. Wajah itu berubah pucat menunduk tak berani melirik ke arah Xavier yang sedari tadi tahu akan kehadirannya.
"Sepertinya kau tak senang?"
"B..bukan. Aku..aku hanya memikirkan bagaimana cara membawanya keluar dari Villa." jawab Efika gugup dan gemetar. Dari jawabannya yang ragu-ragu bisa di katakan ia tengah dalam masalah besar.
Zion terdiam sejenak. Netra sipitnya menatap Xavier yang anehnya hari ini ia tak emosian seperti biasa. Terlihat lebih tenang dan bisa terkontrol.
"M..Master! Maafkan aku. Aku..aku hanya merasa jika Stella itu wanita yang sangat cantik. Dia juga baik jadi.."
Efika terhenti bicara kala tatapan tajam Xavier kembali membuatnya sesak nafas. Udara disini terasa sempit dan begitu mencekik.
"Aku tak perduli."
"B..baik."
Efika memilih mundur karna tak ingin terkena yang lebih dari ini. ia harus mencari aman jangan melakukan hal itu lagi.
"Urus mayat itu. Saat kembali, aku tak ingin melihat jejaknya."
"Aku mengerti." jawab Zion segera turun ke bawah. Sungguh tanpa beban setiap harinya mengurusi mayat yang mengering dan begitu menyedihkan.
Tindakan Xavier sama sekali tak tercium oleh Pemerintahan. Ia melakukannya sangat rapi dengan Kedok Keluarga bangsawan yang begitu di takuti semua kalangan.
"Lezat. Dia tiada dengan rasa hormat melayaniku." gumam Xavier menyeduh Teh terakhir. Ia suka ketenagan dan sunyi ini.
Ia meletakan cangkir Tehnya di atas meja tepat di hadapannya lalu bersandar memejamkan mata untuk menikmati desiran angin ketenagan. Pikirannya terasa begitu hangat dan sehat.
Namun. Setelah berselang beberapa saat tiba-tiba Zion kembali dengan wajah cukup gusar dan tampak bingung. Ia segan untuk mendekat ke arah Xavier yang terlihat tak ingin di ganggu.
Sebaiknya aku urus ini cepat. Xavier akan marah besar mengetahui ini.
Begitulah pikiran Zion ingin berbalik pergi tapi suara datar menikam itu membuatnya terhenti.
"Ada apa?"
Zion diam kembali mendekati Xavier yang belum berubah dari duduknya. Mata gray ini bahkan enggan terbuka memandangnya.
"Master! Ada sedikit keanehan."
"Hm."
"Wanita itu..."
"Lakukan metode biasa." Sela Xavier tak mau membahasnya. Ia sudah cukup berbaik hati menampung dua hari di dalam kamarnya. Itu sebuah penghormatan bergensi.
Tetapi. Bukan masalah pengurusan mayat yang tengah di hadapi. Tetapi, ini hal yang janggal.
"Katakan!"
"W..Wanita itu belum tiada."
Spontan mata Xavier langsung terbuka. Manik elang itu terpaku pada langit-langit mewah di atasnya.
Ini agak sedikit menggelitik perut. Sudut bibirnya membentuk senyuman culas dan begitu arogan.
"Cih." decihnya ingin kembali bersantai tetapi Zion mengatakan hal serius.
"Wanita itu masih hidup. Dia tengah mengutukmu di dalam kamarnya. Master!"
Reaksi santai Xavier tadi seketika berubah dengan sangat serius. Ia menegakkan tubuhnya berdiri menatap membunuh Zion yang berkeringat dingin.
"Kau ingin tiada?"
"M..Master! Aku bersumpah, dia ada di kamarmu dan membuat keributan."
Wajah Xavier berubah mengeras. Ia segera melangkah lebar naik ke atas tangga menuju kamarnya. Di atas sini sudah ada Kakek Le-Yang dan Efika yang terlihat memucat di dekat pintu.
"Master!"
Xavier tak menghiraukan sapaan itu. Ia menerobos masuk ingin memastikan apa benar yang Zion katakan.
"KELUARKAN AKUUU!!! KENAPA DIA TAK PERGI SAJA DARI SINII??? AKU INGIN HIDUP TENANG!!"
Suara jeritan sosok wanita itu membuat langkah Xavier terhenti. Tatapan tajamnya terpaku pada Stella yang tampak baik-baik saja. Hanya wajah wanita ini yang pucat dan terlihat depresi.
"Dia masih punya kekuatan untuk berteriak sekencang ini. Benar-benar keajaiban."
Gumam Kakek Le-Yang sangat-sangat terkejut. Tak pernah ia melihat keajaiban senyata ini di dalam hidupnya.
Sementara Stella. Ia sadar jika Xavier tengah menatapnya dengan penuh selidik dan cukup terkejut.
Wajah datar menjijikan ini membuat Stella tak lagi punya rasa hormat atau kekaguman padanya.
"Kauuu!!! Kau itu siapa?? aku tak takut padamu."
"Diam!" tekan Efika dari arah pintu merasa tak cukup berani melihat wajah keras Masternya. Suhu disini begitu dingin membuat mereka harus berhati-hati akan serangan kapan saja.
Bukannya menurut untuk diam. Stella yang merasa tubuhnya lemas tak mau membuang tenaga untuk berteriak pada pria bisu ini.
Ia lebih memilih melempar bantalnya mengenai dada bidang Xavier yang mendidih hebat. Kedua tangannya terkepal dengan rahang mengetat erat.
"Kaauuuu!!!"
"Pergiii!!! Pergii dari sinii!!!" bentak Stella melempar Xavier dengan barang-barang di dekatnya.
Amarah itu semakin meluap-luap membakar habis kesabaran Xavier yang hanya setipis tisu.
"Shiit. Wanita ini memang ceroboh." gumam Zion berpeggangan ke meja di belakangnya kala ruangan ini bergetar.
Lampu-lampu yang tadi menyala langsung pecah begitu juga kaca Balkon yang ada di samping Stella. Hal itu tentu membuat Efika lari keluar dengan Zion juga ikut meninggalkan kamar ini.
Sekarang hanya tinggal Stella yang bersembunyi di balik selimutnya dengan menutup telinga merasakan kamar ini akan segera pecah dan hancur.
"Keluarkan akuuuu!!! Keluarkaan akuuu!!!"
"Kau ingin keluar. Hm?"
Ntah kenapa pertanyaan yang terlontar dari bibir Xavier membuat Stella menelan ludah. Pria ini sama sekali tak bisa ia tebak dan prediksi akal gilanya.
"K..kau.."
"Keluarlah!" titah Xavier dengan spontan membuat Stella terpekik kala tubuhnya tiba-tiba terlempar keras ke arah Balkon yang sudah tak berpenghalang itu.
Bukannya kasihan. Xavier justru merasa begitu merasa cukup terhibur akan aksi nekat Stella yang berani.
"Menarik!"
.....
Vote and Like Sayang..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
lenong
ini yang aq suka Dari othor Will, cewek nya strong dan bar2🥰🥰
2023-09-09
0
Denzo_sian_alfoenzo
cinta dan benci emang bedanya setipis tisu 😅
2023-06-06
0
Aya Vivemyangel
Kata "menarik" tidak asing dan berakhir dgn kata "bucin" 😂😂😂😂
2023-02-25
1