Satu Mobil tengah melaju ke arah Kota Brohana yang termasuk salah satu Kota yang maju di Dunia. Kehidupan disini benar-benar glamor dan penuh dengan kemegahan.
Namun. Dibalik bangunan-bangunan kaca yang berdiri kokoh mendaki langit, ada keringat dan tangisan para masyarakat menengah yang tak mampu hidup di perkotaan hingga memutuskan untuk pergi ke pinggiran.
Wilayah yang terbuang dan tak pernah di akui sebagai bagian dari Kota Brohana. Walau-pun berasal dari daerah pinggiran. Bukan berarti Stella akan membuat dirinya seperti gelandangan.
Tuntutan hidup membuatnya bersikap seperti pengemis orang kaya.
"Nona! sudah lama tak melihat anda." sapa Supir Taksi yang tengah melirik ke arah spion. Pria paruh baya ini yang selalu ditumpangi Stella untuk ke Kota.
Tapi. Beberapa minggu ini Stella sudah tak tampak dan sekarang muncul dengan wajah semakin cantik mempesona dan tubuh yang begitu menggiurkan.
Apalagi seragam sekolah Stetan Island/SI begitu Style dengan Almamater merah menutupi seragam putih yang ia pakai. Rok kotak-kotak halus itu menutupi sampai ke pertengahan paha dan kaos kaki hitam panjang tertarik ke betis jenjangnya. Ia lebih menonjolkan aura mahal dengan kulit putih sebening salju tempat ia tinggal.
Karna tak mendapat jawaban dari Stella. Pria itu akhirnya memilih diam. Sudah tak heran jika wanita ini akan menunjukan reaksi yang jutek dan dingin.
"Kau terlewat."
"A.. Maaf." sesalnya kala suara datar Stella mengingatkannya karna sudah melewati Gerbang megah sekolah.
Akhirnya ia kembali memutar kemudi mendekat kembali ke arah Beton tinggi yang bergerbang cukup membuat wajah mendongak.
"Nona! Maaf, saya tadi melamun."
"Kembali di jam biasa." ucap Stella keluar dari pintu Mobil menyandang Tas warna hitam miliknya. Ia hanya melenggang tak melanjutkan kata apapun membuat Supir Taksi itu menggeleng saja. Bayaran akan tiba ketika sudah mengantarnya pulang nanti.
Kala sudah sampai di dekat gerbang. Stella kembali berhadapan dengan dua penjaga yang saling tatap karna kedatangannya.
"Aku pikir kau tak akan masuk lagi?"
"Jangan terlalu kasar pada wanita cantik." tukas pria cukup muda di samping rekannya yang cengengesan mengejek Stella.
Ia tak langsung membuka Gerbang karna ingin menggoda Bunga indah di pagi hari ini.
"Hey! kau semakin cantik saja."
"Buka gerbangnya!" Stella masih bersabar dengan mata sudah menajam. Manik biru laut ini sangat bisa membuat mereka cukup menelan ludah.
"Jangan galak begitu. Aku sangat takut."
"Cih. Peluk dulu kami!"
Mereka benar-benar menguji kesabaran Stella yang hanya setipis tisu. Dengan kasar Stella mendorong Gerbang ini dengan sendirinya masuk mengabaikan dua manusia di belakangnya.
"Heey!!!"
"Wanita malaaam!!"
Stella memejamkan matanya dengan mulut terkatup rapat. Ia berusaha agar tak terpancing karna ia memang agak terlambat untuk datang ke kelas hari ini.
Disepanjang perjalanan menuju Bangunan yang megah ini. Beberapa Siswa yang menatap Stella tampak terkejut dan berbisik. Mereka tak menyangka jika Stella akan datang lagi setelah Kekasihnya dulu mengumumkan keburukan tentangnya.
"Dia masih kesini?"
"Memang mental baja."
Desas-desus semuanya memenuhi telinga Stella yang hanya acuh menaiki beberapa tangga sebelum masuk kedalam Gedung bertingkat ini.
Suasana ramai di atas lantai pertama seketika hening kala pintu Terbuka memperlihatkan Stella yang berjalan santai ke area tangga menuju Kelasnya.
"I..itu Stella?"
"Wanita malam itu?"
Lagi dan lagi. Rasanya ia ingin segera merobek mulut-mulut tak berguna itu membuat kepalanya terasa mau pecah.
"Stellaaaa!!!"
Mereka menyoraki Stella dengan lemparan sepatu dan sampah melayang ke arahnya. Bahkan, ada botol minuman yang masih berisi dilayangkan ke kepalanya sampai mengenai kening Stella yang berhenti di pertengahan tangga.
"Dasaaar!!!"
"Kau mau merebut kekasih siapa lagi. Ha???"
Caci mereka pada Stella yang meraba dahinya seketika darah itu melekat di jemarinya dengan sampah-sampah mengelilingi tempat ia berdiri.
"Kau masih punya nyali ke sini?"
"Jelas kau bukan orang berada. Bisa-bisanya masuk ke Sekolah kita. Pasti sudah melakukan sesuatu."
Stella memejamkan matanya dengan kedua tangan terkepal. Ia segera berbalik menatap tajam mereka semua terutama seorang pria berkacamata yang langsung bersembunyi di balik wanita berpita di belakangnya.
"Apa yang kau takutkan padanya?"
"D..dia kesini." bisik pria berkacamata itu pada teman wanitanya yang terlihat sangat judes diantara yang lain.
Stella berjalan turun mengambil botol yang tadi di lempar ke kepalanya. Tatapan netra biru laut itu menyelidik terhenti pada wanita itu.
"Punyamu?"
"Iya. Kau marah?" tantang wanita itu membuat Stella bergerak mendekat. Ia meremas kuat botol ini sampai berdiri tepat berhadapan dengan sosok yang telah menantangnya.
Melihat kecantikan Stella dari dekat saja membuat mereka iri dan terpesona. Tetapi, karna persepsi yang mengatakan Stella ini adalah seorang penghangat, akhirnya citranya hilang seketika.
"Kau tak pantas disini. Semuanya tak menerimamu, Benar bukan???"
"Yaaaahh!!!" jawab mereka semua bersorak membuat wanita itu semakin membusungkan dada penuh kemenangan.
Namun. Sedetik kemudian mereka terbelalak kala Stella menghantamkan Botol di tangannya ke pelipis wanita di depannya membuat mereka syok hebat.
Wanita berpita itu jatuh ke lantai dingin ini dengan kepala berdarah bahkan lebih banyak dari yang ada di kening mulus milik Stella.
"K..kau..."
"Sakit?" tanya Stella tersenyum culas. Ia melempar pandangan menusuknya pada semua orang disini yang segera berlarian pergi dari tempat itu.
Pria berkacamata yang tadi tengah bersembunyi menatap takut Stella yang memandangnya penuh dengan kemarahan.
"E..Eno.." lirih temannya.
"Aku..aku akan melapor!" ucapnya segera pergi berlari ke arah ruangan Guru. Wanita yang tadi Stella pukul juga sudah terbirit pergi dan pastinya akan menjadi masalah besar baginya.
Seketika helaan nafas Stella muncul. lagi dan lagi hidupnya akan tetap dihantui keburukan yang nyata.
"Cih. Aku sudah bilang aku tak ingin kesini." gumam Stella mengumpat mengusap luka di dahinya. Ia memilih duduk di kursi dekat dinding kaca tebal ini seraya merapikan Seragamnya.
Namun. Saat ia ingin memperbaiki ikatan tali sepatu. Tiba-tiba saja ponselnya berdering.
Stella terdiam sejenak melihat nama Nyonya Clorie yang tertera disana. Setelah cukup tenang, akhirnya Stella mengangkatnya.
"Apa?"
"Kau baik- baik saja-kan? apa mereka mengusikmu lagi?"
Stella tak langsung menjawab. Ia menatap serakan sampah yang ada di tangga sana dengan nanar dan bagian pipinya yang lecet. Ini lebih dari penyiksaan bukan?
"Stella! Apa kau baik- baik saja? Kau tak di ganggu lagi-kan?"
"Tidak."
Jawab Stella singkat. Ia meremas pinggiran roknya menahan semuanya disini. Walau ia bersikap dingin tapi ia tak ingin wanita ini memikul bebannya.
"Syukurlah. Aku sudah bilang bukan? ini sudah lama. Mereka akan melupakanya."
"Dengan hampir membunuhku." gumam Stella tapi tak begitu jelas terdengar.
"Kau bilang apa? Kau bicara sesuatu?"
"Tidak." Jawab Stella menjepit ponselnya di bahu lalu ia kembali mengikat tali sepatunya. Ia mendengar ada suara riuh dari arah tangga turun dari ruang kepala sekolah menuju lantai yang ia duduki sekarang.
"Stella!! Itu suara apa? Kau sedang ada acara?"
Bukan. Itu adalah segerombolan iblis yang ingin memenggal kepalaku.
Begitulah seharusnya jawaban dari Stella yang tak mau membuat kerumitan lagi. Ia lebih baik diam menjalani ini sampai dimana ia tahan.
"Stella!"
"Aku akan masuk kelas." jawab Stella segera mematikan ponsel. Ia kembali berdiri melihat segerombolan Siswa-siswi yang tadi lari segera turun dengan sosok pria paruh baya dengan kepala botak berkumis tipis itu menatap Stella dengan kemurkaan.
"Itu dia, Sir! dia melukai temanku."
"Anak ini lagi." umpat Pria paruh baya itu mendekati Stella yang hanya diam setia dengan wajah datarnya.
Tak ada rasa takut sedikitpun menghadapi orang-orang sebanyak ini tetapi, ia hanya sedikit cemas jika sampai Nyonya Clorie tahu kondisinya disini.
"Kau tak Jera juga datang kesini. Ha???"
"Dia.. Dia membuat pengaruh buruk di sekolah kita. Sir!" kompor yang lain mengadu-domba Stella dengan Kepala Sekolah Wenet yang memang tak suka dengan Stella si pembuat masalah.
Suasana disini semakin ricuh. Bahkan, mereka berani kembali melempari Stella yang meremas kuat tali Tasnya hanya diam tak mungkin ia memancing amarah pria ini lagi.
"Keluarkan saja dia. Siiir!"
"Keluarkaaaan!!"
Sorak mereka sampai mengambil sampah yang ada di Tong pembuangan dan di lempari ke arah Stella yang berusaha tak membalasnya.
Wenet diam melihat murid-muridnya bersemangat melempari Stella yang tak menunduk walau tubuhnya sudah penuh jipratan mayones dan air yang berbau busuk.
Mata Stella tetap membatu membuat Wenet merasa ini terlalu berlebihan. Ia mulai mengambil tindakan sebelum hal ini di lihat oleh Guru lain.
"Sudaah!! Sudaaaah!"
"Siir! Dia layak untuk ini." ketus wanita yang tadi Stella pukuli. Wenet tak bisa membiarkan hal ini terjadi karna akan merusak pamor sekolah mereka.
"Kembali ke kelaaas!!! Kembali ke kelaaas masing-masing!!!"
"Huuuuuu!!!"
Mereka menyoraki Wenet seraya mundur kembali pergi ke kelas masing-masing. Bahkan, ada yang kembali turun mengejek Stella lalu pergi kembali lagi ke atas.
Wenet hanya bisa mengusap tengkuknya melihat lantai ini sudah berantakan penuh dengan sampah. Apalagi keadaan Stella membuatnya sedikit merasa bersalah.
"Emm.. b..bersihkan tubuhmu. Lalu jumpai aku di ruangan." ucap Wenet lalu melangkah pergi.
Ia sesekali melihat Stella yang hanya diam dengan mata berair yang sedari tadi ia tahan agar tak turun membasahi pipinya.
Tatapan nanar itu melihat sampah-sampah di sekitar tempat ia berdiri dan seketika ia tersenyum nanar. Ini sangat menyedihkan bukan?
.......
Vote and Like Sayang..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Jjlynn Tudin
bodoh punya Cikgu x kayak jadi contoh😬
2023-09-01
0
HNF G
aq gak hbs pikir dg ibunya, bs tega nyuruh stell ke sklh lg. sebenernya dia punya otak gak sih😤😤😤
2023-06-05
1
Itsaku
stella😭😭
2023-04-05
2