Setelah kericuhan besar yang terjadi karna kedatangan Stella tadi. Para tenaga pengajar langsung mengadakan Rapat penting untuk menangani Problematik yang sudah lama terjadi.
Mereka tengah di desak oleh Orang Tua murid untuk mengeluarkan Stella. Tentu ini hal yang sangat rumit. Apalagi mereka bukan dari kalangan biasa. Banyak diantara mereka adalah seorang pebisnis dan punya kedudukan di Kota ini.
Seperti sekarang. Stella tengah duduk di kursi panasnya tepat di hadapan Wenet yang tampak menatapnya dengan pertimbangan dan sesekali mengusap tengkuknya pertanda pusing.
Tanggapan Stella tak begitu banyak. Hanya wajah yang datar dengan netra biru laut menyimpan makna tersendiri.
"Kau yakin masih ingin sekolah disini?"
"Yah."
"Dengan perlakuan mereka seperti itu?" tanya Wenet mencoba untuk bermediasi. Stella selalu menyanggupi apa yang ia katakan dan ini sangat berat untuk di lanjutkan.
"Mereka tak menerimamu. Kau masih mau disini?"
"Aku masuk juga membayar. Bukan mengemis pada kalian." tegas Stella membuat Wenet tercekat ludahnya sendiri. Ia menegakkan tubuhnya menatap sinis sosok remaja bertulang baja di hadapannya.
Bagaimana cara membuatnya mundur? Mungkin itulah yang tengah direncanakan Wenet sekarang.
"Begini. Aku tahu kau tak pernah telat membayar apapun dan selalu melunasinya. Tapi.."
Wenet agak segan segera melihat kanan kiri dengan membungkukkan tubuhnya. Kepala botak ini hampir mengenai dagu Stella yang memundurkan kursinya.
"Kau tak lelah mencari uang dengan cara seperti itu?"
Sambungan kalimat ini benar-benar menjadi tusukan mematikan bagi Stella. kedua tangannya terkepal dengan aura muka sudah merah padam.
"Apa aku merugikanmu?"
"A.. Emm tidak. Tentu tidak." jawab Wenet kembali duduk dengan normal. Ia penasaran bagaimana Stella dan ibunya yang begitu cantik bisa bertahan ditengah dikriminasi masyarakat sampai saat ini.
"Hanya saja citramu merusak Pamor Sekolah! Kau tahu sendiri jika Staten Island ini sangat terhormat. Bukan?"
"Apa aku melacur di Sekolah?" tanya Stella lagi-lagi membuat Wenet menahan nafas. Jawaban Muridnya yang satu ini benar-benar membuat paru-parunya terisi penuh.
"Begini. Peraturan Sekolah sudah jelas mengatakan jika perbuatanmu itu sangat melanggar Prinsip dan Jati diri Staten, ini tak bisa di Toleransi"
"Apa pembullyan itu bisa kau Toleran?" tanya Stella dengan mata penuh dengan kebencian. Sekolah ini memang begitu mewah dan berkelas tetapi Kualitas Muridnya begitu rendah dan hanya menjilat bayaran dari para wali murid yang berada. Cih, sangat menjijikan.
"Begini. Kau itu sudah merusak citra Sekolah dan.."
"Kau ingin aku membongkar Kedokmu?"
Braaakk..
Meja ini di gebrak dengan kasar oleh Wenet yang sudah emosi dengan jawaban Stella. Ia tak menyangka jika Stella sampai seberani ini.
"Kau berani?" desis Wenet tetapi sudut bibir Stella terangkat sangat mistis.
"Kau mau melihatnya?"
"Kauuu.."
Respon Wenet yang terpancing emosi tak sejalan dengan Stella yang hanya diam dengan pandangan tak gentar sama sekali.
"Kau ini terbuat dari apa. Ha? Kau tak diterima disini. Stella!"
"Aku tak perlu kau harus menerimaku atau tidak. Aku hanya butuh Wadah, uangku sudah banyak disini. Jangan terlalu MENDESAKKU." tekan Stella belum mundur juga.
Wenet langsung berdiri mengusap rambutnya lalu mondar-mandir berfikir ekstra bagaimana mengatasi Stella.
"Jika kau tak keluar dari sini. Mereka akan membuat Sekolah dalam masalah."
"Apa perduliku." gumam Stella berdiri menyambar tasnya yang tadi ia gunakan untuk menutupi bagian paha mulusnya.
Ia mengeluarkan sesuatu di balik Almamater membuat Wenet terdiam.
"Isi otakmu dengan ini!" melempar secarik kertas ke wajah Wenet lalu melangkah pergi.
Wenet terdiam menatap Stella yang sudah keluar dari ruangannya. Ia segera mengambil kertas ini hingga matanya berbinar terang.
"Benar-benar berlian! Dari mana dia mendapat uang sebanyak ini?" gumam Wenet mencium aroma uang di Cek yang di berikan Stella padanya.
Nominalnya bisa membuat ia tercekik dan Berlian pinggiran kota itu sangat berharga untuk dilepaskan.
Sementara di luar sana. Langkah Stella tengah di hadang oleh segerombolan pria berpakaian olahraga dengan bola basket di peggang oleh pria yang cukup tinggi dari yang lain. Tubuhnya agak kurus dan menatap sinis Stella yang hanya diam.
"Wooww. Setelah beberapa lama akhirnya kau kembali." desis Devano yang merupakan Kekasih Stella. Pria inilah yang menyebarkan pernyataan jika Stella adalah wanita penghangat dan sering ke Club mencari uang.
Bahkan. Devano dengan teganya berselingkuh dengan seorang wanita yang merupakan Putri Konglomerat di Sekolah ini.
"Sudah lama tak bertemu. Kau semakin cantik saja."
"Mungkin dia dibiayai para Om-om tua di luar sana. Bos!" timpal teman-temannya menertawakan Stella yang hanya diam kembali melanjutkan langkahnya.
Devano dan teman-temannya tengah bersandar di dekat tangga ke lantai bawah. Mereka saling pandang melihat kulit Stella semakin mulus dan begitu bersinar.
Tentu Devano tak bisa menahan diri mengulur tangannya untuk memeggang paha Stella yang segera menepisnya kasar.
"Boos!"
Mereka terkejut melihat respon Stella yang begitu dingin. Bahkan, wanita ini dulu sangat tergila-gila pada Devano tapi sekarang..
"Tak usah malu. Aku akan membayarmu."
"Iya. Bos punya banyak uang." timpal yang lainnya menertawakan Stella yang mengambil nafas dalam.
Hatinya tengah teriris melihat pria yang selama ini ia kira baik dan menjadi semangatnya hidup ditengah kekacauan keluarga tapi nyatanya ia benar-benar seorang iblis.
"Kenapa? Jangan-jangan kau masih mengharapkanku."
"Sungguh berfikir seperti itu?" tanya Stella berhadapan dengan Devano yang menatap dalam netra biru laut ini. Selama ini Stella begitu manja padanya tapi sekarang sangat berbeda.
"Yah. Kau hanya bisa menjual tubuhmu lalu sok tak mau di sentuh olehku dan.."
Plaaaakk..
Mereka semua terperanjat kala tamparan keras itu mengenai pipi Devano. Pria jangkung berkulit putih ini juga terkejut dengan wajah tertoleh keras ke samping.
Sakit. Rasanya sakit melakukan hal ini pada seseorang yang memang masih ada meninggalkan luka di batin seorang Stella.
"Kau pikir aku sudi dengan pria sepertimu?"
"Ikut aku!"
Devano menarik lengan Stella ke arah Toilet yang ada di lantai atas ini. Stella memberontak mencoba menarik lepas tangannya hingga ia berhasil menjaga jarak dengan Devano di depan pintu Toilet.
"Kau begitu nyaman di luar sana?"
Stella hanya diam dengan mata berair. Apa pantas rasanya seorang pria seperti Devano mengatai dirinya tanpa tahu hal apapun?
"Nyatanya kau semurah ini. Cih!"
"Yah." Stella menjawabnya lugas.
"Yah. Kau benar, aku sangat-sangat menjijikan dan begitu murahan. Tapi, apa kau juga tak sama?" imbuh Stella mendorong bahu Devano yang tersenyum miris.
"Aku? KAU MENUDUHKU???"
"Aku tak menuduhmu!!! Sudah jelas kau yang telah membuat semua ini menjadi rumit!! Kau Devanooo!!!" bentak Stella menjawab tak kalah keras. Tak hanya diluar, di dalam rumah atau di tempat manapun ia berada. Maka hidupnya tak akan pernah tenang.
Devano diam melihat mata Stella berair. Ia juga muak dengan sikap keluarga wanita ini.
"K..kau.. Kau yang mempermalukanku."
"Bukan salahku. Kau punya seorang Ayah pemabuk dan Ibumu juga.."
"Cukup!" tegas Stella menggeleng. Ia menarik pinggir baju Olahraga Devano lalu mendorong pria itu pergi dari hadapannya.
"Cukup! Kau..kau pergi!"
"Stella.. Kau.."
"PERGIIII!!!" Bentak Stella membuat Devano diam masih dengan tatapan culasnya segera pergi membuat Stella segera bersandar ke dinding Toilet.
Air matanya lolos dengan tubuh terasa lemas sampai luruh begitu saja. Ia benar-benar merasa tersiksa disini bahkan, nanti malam ia harus pergi ke Club lagi.
"A..aku..aku tak kuat.. Aku.."
Stella menekuk kedua kakinya dengan isakan yang hanya ia yang mendengarnya. Apa ia akan terus terlihat baik-baik saja? Sampai kapan ia akan terus berpura-pura. Ini terlalu menyakitkan.
Lama Stella mencoba tetap tenang. Ia memejamkan mata yang terasa sangat panas ingin terus meluapkan perasaan yang ia pendam ini.
Tak lama setelahnya, ponsel Stella bergetar. Nyatanya ada pesan masuk yang sudah banyak tapi ia tak menyadarinya.
*Ada tamu penting malam ini
Stella. Kau dimana?
Datanglah tepat waktu. Lunasi hutangmu yang kemaren*.
Pesan dari Madam Jen yang menjadi Mucikari ditempat ia bekerja. Nyonya Clorie tak tahu jika Stella juga bekerja di tempat yang sama dengannya.
.....
Vote and Like Sayang..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Retno Wulandari
Hai aku mampir
2023-04-13
2
Mebang Huyang M
salam thor, ceritamu thor, udh tiga novelmu yg aku baca yg menceritakan wanita wanita yg luar biasa. aku suka sekali. sehat selalu thor semoga cerita Heppy ending.
2023-01-19
4
Kinay naluw
uang membutakan mata hati dan nurani. di sekolah anak ku gitu kecerdasan nomer sekian yang penting orang tua murid menghamba ke wali kelas sering kasih give pasti anaknya jadi bintang dan peringkat satu.
2023-01-04
3