Part 18 : Mantan Tersayang

Beberapa hari ini, Gideon merubah penampilan. Bukan lagi cowok antik dengan tampilan ala-ala pemuda jaman Kolonial, tapi tampil trendy ala-ala oppa Korea. Niat banget? Woiya, jelas! Demi memenuhi keinginan Kanjeng Mami yang lagi kangen sama calon mantu kesayangannya.

Tiap pagi, Gideon juga menelpon Thalita untuk berangkat bareng ke kampus, tapi selalu ditolak oleh cewek itu. Tentu saja, Thalita tak mau dibilang balikan lagi dengan Gideon. Thalita lebih memilih naik ojek, atau diantar oleh cowok cakep biasanya, Moses.

Seperti pagi ini, Gideon sudah menelepon Thalita, mengajaknya berangkat bareng, tapi Thalita lagi-lagi menolak. Thalita sudah janjian, mau berangkat bareng dengan Moses.

Gideon yang mendapat penolakan, memutuskan mengintai rumah Thalita. Ingin tau, gadis itu ke kampus bareng siapa. Gideon memarkir motornya agak jauh, agar tak kelihatan oleh Thalita. Malu, kalau kelihatan mengintip.

Sebuah motor berhenti di depan rumah Thalita, pengemudinya membunyikan klakson sekali. Tak lama, Thalita keluar dari rumah sambil berlari kecil.

"Jangan lari-lari, Sayang! Nanti jatuh, terus lecet, terus nangis. Kalau sekarang, aku udah gak kuat lagi, kalau disuruh gendong kamu."

"Jahat banget sih, Kak Moses! Dari dulu ngeledek nya gitu. Itu kan waktu Thalita masih bocah. Sekarang udah gede, udah jadi mahasiswi. Masa masih jatuh kalau lari-larian, sih?"

Thalita lagi-lagi mencubit pinggang Moses dengan cubitan mautnya. Membuat Moses menggeliat kesakitan.

"Rasain, tuh!"

"Ampun Tuan Putri, ampun! Hamba janji, gak akan meledek Tuan Putri lagi," Moses mengangkat dua jarinya.

"Sini, janji kelingking!"

Moses dan Thalita saling menautkan kelingking tangan kanan mereka, kemudian tertawa-tawa. Gideon yang melihatnya menjadi kesal. Kesal karena cemburu. Tak lama, Thalita dan Moses sudah menghilang, dan Gideon tak menyadarinya. Cowok itu sedang sibuk mendinginkan hatinya.

"Lho? Kok mereka udah ilang aja, sih? Masa mereka sekarang sakti? Ditinggal kedip aja udah ilang?" kata Gideon kesal.

Gideon segera melajukan motornya dan pergi dari tempat itu. Sia-sia rasanya dia menunggu, karena Thalita memilih pergi bareng dengan cowok barunya.

Sampai di kampus, banyak pasang mata melihat Gideon dengan takjub. Bahkan ada yang menyempatkan diri menoleh dua kali. Mereka tak percaya, cowok antik ternyata bisa bertransformasi.

"Itu beneran Gideon? Cowok antik mantannya si Lily?" tanya seorang cewek berambut panjang pada temannya.

"Sial! Kenapa jadi mantannya si Lily, sih? Kan bisa banget gitu, kalau bilang si Gideon mantannya Thalita, gitu!" gumam Gideon.

Kedua cewek itu menoleh kaget. Ternyata orang yang sedang mereka omongin, bisa mendengar obrolan mereka. Malu, tentu saja. Tetapi Gideon mengabaikan mereka, dan melangkah dengan mantap menuju kelasnya.

Tiba di kelas, Lily terpesona melihat tampilan Gideon saat itu. Cewek itu melongo, bahkan seekor lalat hampir saja masuk ke dalam mulutnya.

"Itu beneran mantan tersayang aku? Kok cakep banget gitu sih?" kata Lily tanpa sadar.

Gideon yang mendengarnya, segera menoleh, lalu menghampiri Lily. "Kita bukan mantan, karena kita gak pernah jadian. Paham?"

"Semua orang udah tau kok, kalau kita mantan. Ngapain juga ditutupi?" tanya Lily kesal.

"Aku gak sudi dibilang mantan kamu! Kita cuma pernah dekat sebagai teman, rekan dalam mengerjakan tugas, gak lebih!" Gideon merasa geram.

"Aku gak peduli, kamu memang mantan aku. Mantan tersayang!" Lily tetap ngeyel.

Gideon mengabaikan Lily. Meladeni cewek itu cuma buang-buang energi. Dia akan tetap dengan pendapat konyolnya, kalau mereka memang mantan. Gideon segera melangkah keluar, ke kelas Thalita.

"Weh, ada bidadara nyasar nih, kayak e! Cari siapa, Bang?" sapa Deasy.

"Thalita udah datang belum, Des? Abang mau ketemu sama dia."

"Belum, Bang. Ini aku juga lagi nungguin dia kok. Tadi dia kirim pesan, nawarin mau bawain bubur ayam buat sarapan. Mungkin masih beli bubur. Ngomong-ngomong, tumben Abang kelihatan keren?"

"Tumben? Jadi dulu-dulu aku gak keren ya, Des?" tanya Gideon pura-pura kecewa.

"Ya keren juga. Persis sama kakek Deasy waktu masih muda. Style kalian tuh sama."

Gideon yang paham pada sindiran Deasy, seketika cemberut. Deasy menyamakannya dengan sang Kakek, sejadul itukah penampilannya?

"Menurutmu, kalau aku dandan kayak gini, apa Thalita mau balikan sama aku?" tanya Gideon penuh harap.

"Waduh, kalau itu aku gak tau, Bang. Secara, cowok Thalita yang sekarang juga keren. Tanya saja sama orangnya deh," kata Deasy sambil tersenyum jahil. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan oleh gadis itu, sesuatu yang lucu, hingga Deasy terlihat menahan tawa.

Wajah Gideon tampak sedikit kusut, setelah mendengar jawaban Deasy. Rasa percaya dirinya untuk kembali lagi pada Thalita, sedikit kendor. Gideon menghela napas.

"Nah, itu Thalita datang, Bang!" tunjuk Deasy pada Thalita yang tampak menenteng kantung kresek.

Gideon selalu terpesona melihat penampilan Thalita, meski tadi pagi sudah melihatnya. Gadis itu tampak manis dengan kemeja biru laut dan blue jeans yang dikenakannya. Juga bando biru senada yang bertengger manis di kepalanya.

"Ini, Des! Bubur ayam buat kamu."

"Wah, makasih ya, Tha. Punya kamu mana?"

"Kan aku gak suka bubur. Lembek. Gak ada perjuangannya saat makan."

"Jadi?"

"Jadi, karena tadi Kak Moses ngajakin makan bubur ayam, ya aku cuma nemenin. Terus aku ingat kamu yang suka bubur, jadi ku bungkuskan satu buat kamu."

"Oh, seperti itu. Pasti ini yang bayar Kak Moses kan? Sampaikan terima kasihku saya dia ya!"

Thalita mengangguk, kemudian melangkah ke dalam kelas. Tapi Gideon memegang tangannya dengan cepat.

"Tha?" kata Gideon ragu.

"Ya, Bang! Ada apa?" Thalita menatap Gideon dingin. Masih ada sisa amarah yang tampak di mata bening Thalita.

"Anu ... anu. Mama minta kamu datang ke rumah, kangen katanya."

"Oh! Iya, Bang. Nanti kalau udah gak sibuk, Thalita main ke rumah mama Abang."

"Gi ... gitu ya, Tha? Gak bisa nanti, pulang kampus gitu?"

"Maaf, Bang! Gak bisa. Pulang kampus aku ada janji sama Kak Moses. Dia ngajakin jalan ke mall, mau beli stik drum."

"Oh, gitu. Nanti kalau kamu bisa, hubungi Abang ya! Chat atau telpon aja ke aplikasi hijau. Abang udah gak pakai SMS dan telpon seluler lagi kok. Udah pakai aplikasi."

Deasy hampir saja menyemburkan tawa, tapi berhasil menutupinya dengan batuk-batuk kecil. Sedang Thalita hanya nyengir, padahal ingin terbahak.

"Iya, Bang. Nanti Thalita chat ya."

"Makasih ya, Tha. Sekarang Abang pamit ke kelas dulu, ya. Jangan lupa hubungi Abang!"

"Iya, Bang."

Setelah Gideon menjauh, barulah tawa Deasy dan Thalita meledak. Keduanya memegangi perut yang kram karena menahan tawa.

"Haduh, mau aja deh kamu, Tha! Diajakin balikan sama mantan tersayang," kata Deasy.

"Ah, tak semudah itu, Juminten. Kita lihat seberapa keras dia berusaha," kata Thalita sambil mengerling jahil.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!