"Jangan bilang tuh cowok bl**n yang baru masuk ke kedai itu abangku, lho ya! Aku mau pura-pura gak kenal aja. Mau ditaruh di mana muka cantikku ini?" keluh Karin yang membuat dua temannya tertawa.
"BANG DION! DUDUK SINI, BANG! MASIH ADA KURSI KOSONG, NIH," teriak Deasy yang disambut pelototan oleh Thalita dan Karin.
"Ih, Deasy! Masa sih kamu gak ngerti bahasa manusia? Dibilang pura-pura gak kenal, kok malah dipanggil."
Karin cemberut, bibirnya sampai maju beberapa senti. Membuat Deasy mengambil karet gelang, dan hendak menguncir bibirnya.
Terlambat! Gideon sudah menghampiri mereka, dan menjatuhkan diri di kursi yang tersisa. Sementara Lily, masih berjalan keliling ke seluruh kedai, sambil mewawancarai para pengunjung yang lain.
"Ngapain sih, Abang ikut duduk di sini? Bikin rusak pemandangan saja!" omel Karin kesal.
"Ya kan tadi Abang dipanggil, sama Deasy. Terus ditawari buat duduk di sini, ya masa Abang tolak?" kata Gideon sambil melirik Thalita yang pura-pura asik dengan ponselnya.
"Tapi nanti tuh si Ulat Bulu ikut duduk di sini. Bikin gatal-gatal aja. Kulit kita kan sensitif, gak tahan sama ulat bulu yang suka bikin gatal."
Karin sengaja berkata dengan ketus, agar Gideon menyingkir dari tempat itu. Tapi cowok itu mengabaikannya, dia tetap duduk manis di meja mereka.
"Ulat bulu? Maksudmu siapa, Rin?" tanya Gideon lembut.
"Ya itu, yang suka geal-geol di depan kamera kayak cacing kepanasan. Yang sekarang lagi berlagak kayak artis yang lami jumpa fans!"
Deasy menutup mulutnya dengan tangan, agar tertawanya tak meledak keluar. Lucu sekali melihat kakak beradik itu sedang berantem. Kayak bocah. Sedang Thalita tampak sibuk dengan ponselnya. Asik mengetik di sana.
"Jangan gitu, Dek! Gitu-gitu dia calon kakak iparmu, lho. Nanti kamu kualat, ngatain orang yang lebih tua."
"Siapa juga yang mau jadi adik ipar mahluk kayak gitu? Mending Abang aja yang ku tukar tambah!"
Deasy semakin ngakak mendengar omongan Karin yang makin ngawur karena kesal. Thalita berusaha menyembunyikan tawanya dalam batuk-batuk kecil.
"Udah, mending Abang pergi dari sini! Daripada nanti ku suruh bayarin mie ayam kami, lho!" ancam Karin.
Belum sempat Gideon pindah, Lily sudah menghampiri sambil menyapa sok akrab.
"Hai, semua! Seneng banget nih kalian gabung di meja kami. Pasti karena kalian ngefans banget sama aku, kan? Mau foto bareng, apa minta tanda tangan, nih?"
Seketika Karin dan Deasy membuat gerakan muntah. Sedang Thalita memalingkan wajah untuk menyembunyikan tawa.
"Hadeh, Mak Lampir, jangan kepedean dong jadi orang? Siapa juga yang mau foto bareng sama kamu? Bisa-bisa meletus jerawatku karena ngeri!" kata Karin ketus.
"EH! Belum tau siapa aku ya?!"
"Gak tau, dan gak mau tau!" kata Karin makin nyolot.
"Bener-bener ya! Kurang ajar banget kamu jadi orang. Harus ku tem---"
"SUDAH, LY!!! JANGAN BIKIN MALU! TADI AKU YANG KESINI, BUKAN MEREKA YANG NYAMPERIN!" pekik Gideon frustasi.
"Udah, Sayang! Gak usah belain mereka! Udah biasa kok, bagiku, menghadapi fans kayak gini. Malu-malu tapi mau."
"Hah? Fans, katamu? Mending aku ngefans sama Dora the explorer, daripada ngefans ondel-ondel kayak kamu!"
Lily hendak men*mp*r pipi Karin yang dianggapnya kurang ajar. Tapi Gideon sudah menarik tangannya untuk menjauh. Mencari meja lain. Karin mendengkus kesal, sambil matanya yang melotot, terus mengikuti gerakan abangnya dan Lily.
"Sudah,Rin! Sabar, ya! Jangan terpancing emosi," kata Thalita menenangkan.
"Kesel aku, Tha. Cewek itu keterlaluan banget. Lihat tuh, abangku udah kayak pelayannya aja! Disuruh-suruh bawa barang segitu banyak, udah kayak kuli angkut. Sementara dia nya sendiri sok ngartis. Lihat, orang-orang malah ilfil tuh lihat ulahnya!"
Karin meluapkan kekesalannya, melihat Lily memperlakukan abangnya seperti babu. Kelihatan banget, cewek itu cuma memanfaatkan Gideon. Karin tak dapat menerima hal itu. Deasy yang melihat suasana semakin panas, segera mengajak kedua temannya meninggalkan tempat itu.
"Tunggu, Des!" kata Karin ketika melihat Deasy akan membayar makanan mereka.
"Kenapa, Rin? Aku mau bayar, nih."
"Biar dibayar sama abangku yang bl**n itu deh. Tar, aku yang ngomong sama dia."
Thalita yang sangat paham sifat Karin, segera mencegah Deasy yang tampak akan membantah.
"Biarin, Des! Daripada nanti Karin makin menjadi-jadi. Biar saja dia mau malak abangnya!"
Deasy mengangguk, paham akan maksud Thalita. Keduanya kemudian melihat Karin yang mendekati meja tempat abangnya dan Lily. Tampak ketegangan kembali terjadi, Lily mengira Karin akan memancing keributan dengannya lagi. Tapi tampaknya Karin tak menghiraukan cewek itu, dia berbicara pada abangnya. Gideon mengangguk, dan Karin pun pergi.
"Udah! Yuk kita pergi! Panas banget di sini, bikin gerah aja!" ajak Karin.
Kedua temannya mengikuti Karin tanpa banyak bicara. Mereka tau, cewek itu sedang kesal, dan akan semakin menjadi kalau terus diladeni.
Gideon melihat kepergian adik dan kedua temannya dengan pandangan entah. Apalagi melihat Thalita sedari tadi cuek padanya, berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Ada rasa sakit pada diri Gideon mendapat perlakuan seperti itu dari Thalita. Sakit, tapi tak berdarah.
Sementara Lily tampak menggerutu panjang pendek. Cewek itu tak dapat menerima, cowoknya disuruh membayar tagihan oleh cewek tengil yang tidak dikenalnya. Lily tak tau, Karin adalah adik Gideon.
"Sayang! Kamu itu jadi cowok, harusnya bisa bersikap tegas dong! Masa mau-mau aja disuruh bayar tagihan si Cewek Tengil dan teman-temannya? Kalau kayak gini mulu, kamu bakal terus dimanfaatkan sama orang!"
Wajah Lily tampak makin jengkel. Gideon seperti tak mendengar omongannya, cowok itu asik menyantap mie ayam miliknya.
"SAYANG!! KOK GAK DIDENGERIN SIH, AKU NGOMONG?!"
"Udah! Makan aja tuh mie kamu. Keburu dingin, nanti malah gak enak."
"Tapi aku lagi ngomong sama kamu nih! Aku gak suka kalau dicuekin!!"
"Iya, aku dengar kok kamu ngomong. Tapi aku juga lagi lapar, Ly. Dari tadi kamu suruh-suruh aku bawa ransel-ransel kamu yang super berat itu. Lagian bawa apa sih, kayak orang pindahan aja?"
"Bawa perlengkapan buat syuting lah, emang apalagi?"
"Tapi kok berat banget?"
"Udah deh, makan aja! Jangan kebanyakan nanya, bikin pusing!" Lily jadi sewot pada Gideon yang banyak nanya.
Gideon menggendikan bahu, kemudian melanjutkan makannya. Dalam waktu singkat, mie ayam di mangkok Gideon tandas. Bahkan cowok itu sudah memesan porsi kedua. Tak lama, mangkok kedua juga bersih, seperti habis dicuci. Gideon pamit ke toilet pada Lily.
Tak lama ada notifikasi masuk di ponsel Lily, yang membuat cewek itu tampak naik pitam. Wajahnya terlihat merah keunguan, sangat menyeramkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments