Ada sesuatu yang aneh. Tak biasanya Gideon lalai menghubungi Thalita. Padahal menurut prediksi gadis itu, Gideon akan menghubunginya karena kamera itu.
Thalita jadi bertanya-tanya, tapi tak tau hendak bertanya pada siapa. Pada rumput yang bergoyang?
Keanehan Gideon berbuntut pada Thalita yang jadi uring-uringan. Ingin tanya kabar, tapi gengsi menghubungi duluan. Apa yang harus dilakukan?
Ting...
Sebuah ide muncul di kepala Thalita. Kenapa gak menyindir lewat story? Bukankah itu yang banyak dilakukan oleh orang jaman ini? Tapi ... Gideon itu mahluk purba, antik kayak barang yang dipajang di museum. Apakah dia akan peka?
Semua gak akan tau hasilnya sebelum mencoba. Itu yang sedang dilakukan Thalita, mencoba menyindir lewat story, semoga Gideon peka.
[ Sepertinya sudah ada yang baru, hingga yang lama bosan menunggu ]
Story Thalita diunggah melalui aplikasi biru, pink, dan juga hijau. Ada juga aplikasi abu-abu, lite. Tak lama banyak respon dan komentar yang masuk. Ada yang bertanya. Ada pula yang bertanya-tanya. Tapi tak ada satupun respon dan komentar dari Gideon. Dibaca juga enggak. Parah!
Thalita duduk di tepi kasur. Jari-jarinya mengetuk dagu. Kakinya menghentak-hentak ke lantai. Sungguh sangat mencerminkan manusia yang lagi kesal. Berkali-kali mata Thalita melirik benda pipih di sampingnya. Tak kunjung bergetar, diam.
Benda pipih yang sedari tadi ditunggu, akhirnya bergetar juga. Sebuah nama tertera di sana. Deasy maniez. Seketika wajah cerah Thalita tampak murung.
"Halo, Des! Wothepen?"
"Lemes banget kamu, Tha? Kenapa?"
"Bang Gideon gak menghubungi aku sedari pagi. Sejak dia pergi ke Kebun Raya."
"Ya mungkin dia sibuk, Tha. Kan kamu bilang sendiri, tugas dia hampir DL."
"Tapi kan kamu juga tau, Des! Dia bawanya kamera antik, pasti dia akan ribut untuk input foto ke makalah."
"Tapi dia itu mahasiswa, Tha. Bukan anak TK yang semua-semua harus dibantuin."
"Tapi dia kan beda, Des! Dia itu---"
"Antik, kan?"
"Au ahh, Des. Lagi kesel. Kamu mau ngapain nelpon?"
"Dah lah, kalau jutek gitu ku matikan aja telponnya. Males aku disewoti sama kamu, Tha!"
"Ya udah! Matikan saja. Bye!"
Thalita mematikan panggilan tanpa menunggu jawaban dari Deasy. Gadis itu memang suka asal kalau kesal. Tapi Deasy bisa memaklumi. Mereka teman lama.
Kembali Thalita berkubang dalam kegalauan. Bertingkah aneh, mondar-mandir. Menggerutu, menghentakkan kaki.
Ting ...
Sebuah notifikasi yang dengan segera dibuka oleh Thalita. Berharap pesan dari yang Tersayang, tapi ternyata dari calon adik ipar. Eh ... dari Karin.
[Tha, kamu tau gak, kenapa Abang bersikap aneh?]
[ Aneh gimana, Rin?]
[ Senyum-senyum sendiri sambil main HP. Lagi chat sama kamu?]
[Enggak tuh! Sedari pagi juga abangmu gak ada chat aku.]
[Wah parah! Jangan-jangan, Abang ...]
[Apaan sih, Rin? Jangan bikin aku kesel dong!]
[Wait, Tha! Ku intip dulu ya ponselnya. Mumpung orang e masuk kamar mandi]
Setelahnya Karin menghilang, tak berbalas chat lagi. Mungkin dia sedang cosplay jadi spy. Thalita sabar menunggu. Menunggu. Menunggu, dan akhirnya tertidur.
Sampai pagi hari, tak ada balasan chat dari Karin maupun abangnya. Thalita menunggu ... menunggu ... dan menunggu lagi. Siang ... sore ... malam pun menjelang. Tak ada chat satupun dari duo kakak beradik antik.
Yang selalu menghubungi justru Deasy. Sobat akrab yang katanya bakal selalu ada dan setia setiap saat. Kayak jargon deodorant.
"Gimana, Tha? Tuh si manusia antik, udah menghubungi?"
"Belum, Des. Kenapa? Kangen?"
"Kangen orangnya sih enggak. Mending juga aku gak ketemu, timbang mimpi buruk. Aku cuma kangen disubsidi kuota aja. Yang kemarin udah mau abis."
"Cepat amat? Baru juga kemarin!"
"Kan ku pakai buat nonton drakor, hehehehe."
"Ah, kampret lu! Giliran dapat subsidi kuota aja jadi kayak peduli."
"Kayak? Ooiii ... aku kan emang selalu peduli sama kamu, Tha."
Suara Thalita terdengar kesal, demikian juga Deasy. Keduanya sedang sama-sama kesal. Kompak banget. Namanya juga sahabat bagai kepompong, ya harus kompak.
"Kamu gak curiga gitu, Tha?" suara Deasy terdengar melunak.
"Curiga kenapa?"
"Ya kan aneh aja. Gak biasanya kan Bang Gideon kayak gitu ke kamu? Apa gak mungkin, dia ada yang lain?"
"Yang lain?"
"Ho oh, cewek lain gitu lho, Tha. Bisa aja kan kalau Bang Gideon itu sel*ngkuh?"
Thalita tertawa ngakak, mendengar dugaan yang baru saja disampaikan Deasy. Deasy yang mendengarnya, tentu saja merasa sangat kesal.
"Kok tertawa?"
"Gimana gak tertawa, Des? Kan kamu tau Bang Gideon itu orangnya gimana. Cowok antik. Mana ada gitu, cewek waras yang doyan sama dia?"
Giliran Deasy yang tertawa ngakak, mendengar jawaban Thalita. Thalita hanya nyengir, tak menyadari ada kesalahan dalam ucapannya.
"Kok tertawa?"
"Kamu sadar gak sih, Tha? Kamu bilang, cewek waras gak bakal doyan sama Bang Gideon. Berarti ... kamu gak waras?"
Thalita menggaruk kepalanya yang gatal. Gadis itu baru sadar, kalau sudah menyatakan diri sebagai orang dengan kewarasan yang diragukan. Lama-lama bergaul dengan Gideon, tampaknya membuat kepintaran Thalita berkurang.
"Au ahh. Ngeselin kamu, Des! Tapi ... apa mungkin, dugaan kamu benar?"
"Mungkin aja lho, Tha! Sekarang ini, jumlah cewek tuh empat kali jumlah cowok. Jadi, seantik apapun seorang cowok, masih ada yang bakal melirik."
Thalita menjadi kesal mendengar teori Deasy yang ngawur. Tapi dalam hati, Thalita juga khawatir omongan Deasy itu benar. Menjadi kenyataan.
"Tapi ... Bang Gideon itu bucin sama aku. Gak mungkin lah, Des. Dia kayak gitu."
"Tidak ada yang mustahil di dunia ini, Thalita sayang. Segala sesuatu, mungkin saja terjadi. Kamu gak coba hubungin Karin?"
"Udah! Malah Karin bilang mau cek ponsel abangnya. Tapi ya gitu, dia juga ikutan ngilang. Gak balas pesan. Gak nelpon. Raib ditelan bumi."
"Wah, berarti .... "
"Hem. Gak usah kompor deh kamu, Des!"
"Cie cie, yang lagi galau karena cemburu. Jadinya sensi. Kayak emak-emak kebakaran jenggot."
"Mana ada emak-emak berjenggot? Jangan ngadi-ngadi deh!"
Deasy tertawa, karena berhasil membuat Thalita semakin kesal. Deasy juga sebenarnya yakin, tak mungkin Gideon menduakan Thalita. Gadis itu hanya menggoda sahabatnya.
"Gini deh, Tha! Kamu jangan terpancing! Bisa jadi tuh duo antik lagi ngerjain kamu. Biar kamu ngechat atau nelpon dulu. Terus dibilang ke semua orang, kamu yang bucin. Kamu yang cinta mati sama tuh cowok kutil. Jangan sampai deh! Amit-amit!"
"Terus? Aku harus gimana?"
"Ya kamu pura-pura aja jual mahal! Jangan hubungi duluan, pokoknya. Oke, bestie?"
"Oke deh. Aku bakal nurut sama nasehatmu. Gak bakal aku hubungi Karin atau Bang Gideon duluan."
"Cakep! Sekarang kamu siap-siap! Tar lagi aku ke rumahmu, mau numpang wifi buat nonton drakor."
"Lha? Ngapain kamu nelpon kalau mau ke sini?"
Deasy mematikan sambungan telepon sambil tertawa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments