Deasy muncul di depan rumah Thalita sambil nyengir lebar. Sedang tuan rumah yang membukakan pintu, bermuka masam. Thalita memang sedang kesal, Gideon sang pacar tak bersikap seperti biasanya. Dan Deasy, sang sahabat, malah menggodanya.
Thalita berjalan ke kamar, dan menghempaskan dirinya ke kasur. Sedang Deasy mengekor di belakang dan duduk manis di meja belajar Thalita. Keduanya tak saling bicara. Thalita sibuk membaca novel online, sedang Deasy nonton drama Korea.
Sebuah chat dari Karin, yang sengaja Thalita baca melalui notif, membuat kening gadis itu berkerut. Ah, semakin aneh saja pacar antiknya.
"Kenapa, Tha?"
"Gapapa."
"Kalau jawabnya gapapa, pasti deh kenapa-napa. Ada apa?"
Deasy yang sudah sangat paham pada sifat Thalita, mengetahui gadis itu sedang merasa kesal.
"Ini, si Karin chat. Nanyain, apa aku lagi sama abangnya."
"Lha? Kok gak langsung chat ke abangnya saja?"
"Kamu lupa ya, Des? Abangnya Karin itu kan manusia antik. Paling juga gak punya kuota. Ya masa hari gini nanya lewat SMS?"
Deasy menepuk jidatnya, kemudian menggeleng pelan. Dasar. Masih ada saja orang primitif di jaman yang sudah modern. Ibarat mesin ketik manual yang masih dipakai di jaman laptop. Mau beli tintanya aja udah susah, kan? Tipe-tipe manusia yang mempersulit dirinya sendiri.
"Gak kamu bales kan, Tha?"
"Gak lah. Ku baca aja lewat notif. Kesel aku sama dia, semalam juga ngilang, gak bales chat ku."
"Good! Sekali-kali emang kamu harus bersikap tegas. Biar pada mikir tuh kakak beradik. Masa seenak udel aja."
"Kok jadi kamu yang sewot, Des?"
"Abis gemes sama kamu! Mau-maunya aja dimanfaatkan sama para kutil itu!"
Thalita tertawa, mendengar Deasy memakai istilah kutil. Sahabatnya itu memang suka sekali memberi julukan aneh pada orang-orang tertentu.
"Pokoknya, jangan sampai kamu menghubungi mereka dulu ya, Tha! Kamu harus bisa jaga gengsi! Sebagai cewek, kamu jangan jual murah selagi masih bisa jual mahal! Tunjukkan pada manusia antik itu, dia yang butuh kamu, bukan kamu yang butuh dia! Paham?"
"Nggeh, Mbah."
"Dasar bocah gemblung! Mulut Mbah sampai berbusa kasih nasehat, gak didengarkan. Bisanya cuma nggah nggeh nggah nggeh, nangging ora kepanggeh."
Thalita kembali tertawa, mendengar Deasy memberi nasehat seolah seorang nenek pada cucunya. Kadang ucapan Deasy itu ada benarnya. Layak untuk dituruti. Thalita belum menjawab, ketika mulut Deasy kembali nyerocos seperti kereta api.
"Harusnya, kamu itu nurut sama saranku, Tha! Putus aja dari barang antik itu! Cari pacar yang normal! Biar hidupmu juga normal. Ini jaman modern, masa masih berpikiran kayak Flintstones sih?"
"Flintstones?"
"Itu, mahluk jaman batu yang di film kartun."
"Hahaha, ternyata kamu sama antiknya kayak Bang Gideon. Buktinya tau film kartun dari jaman batu. Aku sih taunya Bobob Penpen sama Detective Conan."
"Sama aja. Tuh anime udah jadi tontonan mamaku saat masih SMP," kata Deasy cemberut.
"Sebenarnya, terlepas dari keantikannya, Bang Gideon itu pacar yang baik. Dia tuh perhatian dan sayang banget sama aku. Selalu ngalah setiap kami berantem. Gak pernah kasar juga sama aku. Cuma sifat antiknya itu aja, yang jadi kekurangan dia."
"Terus? Sekarang kok ngilang?"
"Itulah, Des. Kan aku jadi kepikiran. Gak pernah dia bersikap kayak gini. Apa bener dugaanku, ya? Kalau dia punya gebetan lain?"
"Ya bisa jadi kan,Tha?"
Thalita menghela napas. Kebimbangan kembali melanda gadis itu. Apa benar pacar antiknya punya gebetan lain? Entahlah. Dia juga tidak tau. Perlu waktu untuk menyelidikinya.
"Coba kamu tanya Karin! Sejak kapan abangnya pergi dari rumah."
"Hah? Bang Gideon minggat?"
"Haduh! Maksudnya, sejak kapan gitu dia pergi? Kok Karin nanya, abangnya sama kamu apa enggak."
"Oh!! Tapi ... tadi katanya gak boleh balas chat? Gimana sih, Des?"
"Sekarang boleh! Cepat sana tanyain!"
Thalita segera mengetikkan balasan chat dari Karin, seperti saran Deasy. Dan detik berikutnya gadis itu sudah mendapat jawaban, kalau Gideon sudah pergi dari siang dan tak bisa dihubungi.
"Dari siang, Des."
"Tanyain juga, dandanannya gimana!"
Kembali Thalita mengetik pesan, dan mendapat jawaban beberapa saat setelah itu. Gideon pergi dengan dandanan necis dan lebih wangi dari biasanya. Cowok itu mengenakan t-shirt dan celana jeans. Juga sepatu kets dan jaket jeans. Gak seperti biasanya yang pakai kemeja, celana bahan dan sendal jepit. Amazing. Sebuah perubahan drastis. Thalita sampai melongo membaca pesan Karin.
"Masa sih dugaan kamu bener, Des?"
"Maksudnya?"
"Bang Gideon pergi dengan dandanan yang berbeda dari biasanya. Model anak muda masa kini. Karin aja sampai heran."
"Wew, amazing! Menurutmu gimana tuh, Tha?"
"Kalau kamu nanya aku, terus aku nanya siapa? Bingung aku, Des."
"Berarti, udah bener kalau kamu minta putus aja, Tha!"
"Alasannya?"
"Sudah gak ada kecocokan."
"Ah, basi!"
Kali ini Deasy yang tertawa ngakak. Menertawakan wajah Thalita yang sangat lucu ketika lagi cemberut. Deasy tau, sebenarnya gadis itu sedang kalut. Antara putus dari Gideon, atau tetap bertahan dengan pacar antiknya. Ah, sekarang sudah tak antik lagi. Sudah modern. Tapi sayang, bukan ketika bersama Thalita.
"Aku jadi mikir nih, Des. Apa Bang Gideon dengan segala keantikannya itu, tujuannya buat ngetest ya?"
"Ngetest gimana?"
"Ya ngetest aku. Apa aku bisa menerima segala kekurangannya. Tulus sama dia. Menerima apa adanya, gitu."
"Dasar bucin. Hahaha. Terus, kalau sekarang dia merubah penampilan demi cewek lain, terus ceweknya itu jadi naksir, kamu mau dikemanakan?"
"Iya juga ya, Des. Terus, enaknya gimana nih?"
"Ya enaknya, kamu putusin aja tuh cowok jadul! Terus kamu move on! Cari lagi pacar yang kekinian!"
"Hemm, kalau gitu mah gak asik. Buat apa juga punya pacar kekinian? Kan jadinya sama aja kayak yang lain. Gak ada bedanya. Gak spesial."
"Di kira nasi goreng kali, spesial. Pake dua telor ceplok. Bener deh, Tha. Lama-lama kamu ikutan antik kayak tuh manusia purba. Capek ngomong sama kamu."
Deasy membereskan barang-barangnya. Memasukkan semua dalam slim bag. Termasuk sisa cemilan yang tadi dia bawa dari rumah, sebagai teman nonton drama Korea. Pelit.
"Mau kemana?"
"Pulang."
"Udah nontonnya?"
"Udah ku donlot. Tar nonton lagi di rumah. Di sini gak asik. Ada orang galau. Aku pulang dulu, Tha!"
Thalita hanya mengangguk. Tanpa ada niat mengantarkan Deasy sampai depan seperti biasanya. Gadis itu memang sedang kalut, memikirkan kekasih antiknya. Sampai larut malam, Gideon tak juga menghubungi Thalita. Hanya Karin yang terus mengirim pesan, menanyakan keberadaan abangnya. Thalita juga tak berniat membuka dan membalas pesan-pesan itu. Hanya membacanya lewat notifikasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments