Part 10 : Godaan Sang Selebgram

"Gideon! Dari tadi dipanggil kok diam aja, sih? Kamu melamun? Kesambet? Amnesia? Gegar otak?"

Lily mengguncang bahu Gideon, karena cowok itu diam saja ketika di panggil. Gideon tersadar dari lamunan. Kemudian pergi, meninggalkan Lily yang masih melongo. Lily akhirnya berjalan mengikuti Gideon, menuju tempat parkir. Kemudian dengan tak tau malu, duduk di boncengan motor cowok itu.

"TURUN!!"

Gideon menyuruh Lily turun, dengan membentak, tapi dicueki oleh gadis itu. Dia dengan bandel, masih tetap nangkring di boncengan.

"TURUN, KATAKU!!"

"Ogah! Kamu harus nganterin aku pulang! Dompetku ketinggalan, ponselku kehabisan daya, jadi aku gak bisa pesan taksi online."

"BODO AMAT! DERITAMU ITU! SEKARANG CEPAT TURUN!"

"Ayolah, Gid! Jangan jadi manusia yang egois! Kita ini mahluk sosial, hidup saling membutuhkan bantuan manusia lain. Masa kamu tega, lihat cewek secantik aku pulang jalan kaki? Atau lebih parah, dilarikan oleh tukang ojek."

"Kan kamu bisa naik angkot!"

"Tadi kan udah ku bilang, dompetku ketinggalan. Kang angkot gak mungkin mau, dibayar cuma pakai ucapan terima kasih. Ayolah, Gid! Sekali ini aja, aku minta tolong sama kamu."

Akhirnya, Gideon merasa tak tega, menolak permintaan Lily. Dengan berat hati, cowok itu mengantarkan Lily pulang. Dengan ngebut, Gideon menjalankan motornya. Bukannya takut, Lily malah mengerakkan pelukan di pinggang Gideon sambil tertawa-tawa senang.

Gideon mengerem motornya mendadak, membuat badan Lily menempel erat di punggung Gideon. Cowok itu tercekat, ada sensasi luar biasa yang dirasakannya. Pengalaman untuk yang pertama kalinya. Biasanya, Thalita selalu meletakkan tas di antara tubuhnya dan Gideon. Hingga peristiwa yang baru saja terjadi, tak pernah dia alami saat berboncengan dengan Thalita.

"Haduh, pelan-pelan dong bawa motornya, Gid! Kalau jatuh, terus wajahku rusak gimana? Ini asetku lho, aset buat nyari cuan," omel Lily.

"Ya bodo amat lah, Ly. Siapa suruh kamu minta diantar oleh ku? Kan kamu sendiri yang mau. Aku tadi malah nolak, kan?"

"Tapi ... gak gitu juga caranya bawa motor kalau lagi bonceng seleb. Harus hati-hati, jangan sampai jatuh."

"BERISIK!! Bukan mauku nganterin kamu pulang. Kamu bisa turun di sini kok, kalau mau. Aku sih, gak keberatan kamu turun. Senang malah."

Lily tak lagi protes. Gadis itu tetap diam sampai Gideon menurunkan dirinya di depan pintu pagar. Bahkan gadis itu tetap diam, masuk ke rumahnya tanpa terucap kata terima kasih. Tidak sopan. Dengan mendengkus kesal, Gideon melajukan motornya kembali. Pulang.

Sampai di rumah, tatapan tak ramah dari sang adik, Karin, menyambut kedatangan Gideon. Dengan berkacak pinggang, gadis itu menunggu abangnya di teras.

"Dari mana, Bang?" tanya Karin ketus.

"Ya dari kampus, emang dari mana lagi?" jawab Gideon lesu.

"Tadi ada yang ngasih tau Karin, kalau Abang berantem dengan Thalita di kampus. Apa bener?"

Gideon cuma mengangguk, sambil menjatuhkan diri ke kursi teras. Tak perlu bertanya, siapa yang menyampaikan kabar pada Karin, adiknya itu punya banyak mata-mata. Yang akan menyampaikan kabar sekecil apapun, tentang dia dan Thalita.

"Apa sih sebenarnya mau Abang? Gak ngerti Karin, dengan jalan pikiran Abang yang kuno itu. Katrok boleh, Bang! Tapi bego jangan! Apa coba bagusnya si Selebgram itu timbang Thalita, sampai Abang pilih dia timbang Thalita?"

"Mana ada Abang pilih Lily? Abang masih tetap berharap bakal balikan sama Thalita kok!"

"Balikan? Jadi bener, Abang sudah putus sama Thalita?"

"Thalita minta putus, tapi Abang gak mau diputusin."

"Gak mau diputusin, tapi Abang lebih milih nganterin si Seleb pulang, daripada ngejar Thalita? Pikir pakai otak, jangan pakai dengkul!"

"Kok jadi kamu yang marah ke Abang sih, Rin?"

"Gimana Karin gak marah? Punya Abang kayak Bang Gideon ini. Kalau Karin di posisi kayak Thalita, ditinggal cowoknya sel*ngkuh sama cewek lain, apa Abang rela?"

"Tentu saja enggak. Akan Abang samperin tuh cowok kamu. Abang kasih pelajaran, biar pinter dikit."

"Nah! Gitu juga perasaan Karin saat ini. Akan Karin kasih pelajaran buat Abang, biar pinter dikit. Pokoknya gak mau tau, kalau besok Karin dengar Abang belum balikan sama Thalita, tapi malah keganjenan sama tuh Seleb, awas aja!!"

Karin melenggang masuk ke dalam rumah, meninggalkan Gideon yang sedang melongo, mendengar ancaman adiknya. Ah, cewek memang mahluk yang paling susah dipahami, termasuk adiknya ini. Harusnya, Karin itu ada di pihaknya, mendukung tindakan dan keputusannya, bukan malah membelot ke pihak Thalita.

Thalita juga, apa maunya coba gadis itu? Udah berusaha dibaiki, malah minta putus. Padahal jelas-jelas Gideon tak bersalah, dia hanya khilaf. Tergoda oleh cewek lain yang lebih bening kan lumrah kan? Ini, Thalita gak mau ngerti, malah minta putus, kan bikin kesal.

Lily juga! Bisa-bisanya cewek sok cantik itu cuma memanfaatkan Gideon saja. Kalau lagi butuh, dia datang pada Gideon, kalau enggak dia seperti gak kenal. Dan ... karena cewek seperti ini, Gideon sempat berpikir untuk meninggalkan Thalita. Ahh ... kepala Gideon seperti mau pecah karena semua pikiran yang memenuhi tempurung kepalanya.

"Au ahh!!! Cewek memang mahluk yang susah dipahami. Biarin aja, besok juga mereka bakal baik lagi kok sama aku. Mending sekarang aku tidur, capek!"

Gideon melenggang masuk ke dalam kamarnya. Cowok itu bahkan melewatkan makan malam. Menutup telinganya dengan bantal, ketika sang Mama memanggilnya.

Esok harinya di kampus, seharian Lily nempel terus pada Gideon. Sudah seperti bayangan saja. Dimana ada Gideon, di situ ada Lily. Teman-teman sekelas, sudah mengira kalau mereka sudah resmi jadian. Gideon putus dengan pacarnya, demi jadian dengan Lily, sang Selebriti.

Thalita yang mendapat laporan tentang kabar Gideon sudah resmi jadian dengan Lily, hanya tertawa, tertawa miris. Bagaimana tidak, selama ini gadis itu sudah berusaha menerima Gideon dengan segala keantikannya, cowok itu tak mau merubah penampilan meski Thalita sudah memintanya. Tapi, seorang Lily dapat merubahnya dalam sekejap mata.

"Ah, biarin ajalah, mungkin mereka memang berjodoh. Jodoh kan memang saling melengkapi," kata Thalita pada setiap teman yang bertanya.

Sebagai seorang teman, Deasy tau, Thalita merasa terluka, tapi cewek itu berusaha menyembunyikannya. Senyum manis Thalita yang selalu tersungging di bibirnya, Deasy tau, hanya untuk menutupi luka itu. Biarlah, mungkin hal itu yang terbaik buat Thalita, aku cuma bisa memberikan dukungan buat dia, tekad Deasy.

Yang paling geram, tentu saja Karin. Gadis itu sudah memutuskan mengadakan perang dingin dengan abangnya. Karin tak pernah bertegur sapa dengan sang Abang. Bahkan menolak berada di ruangan yang sama dengan abangnya. Sang Mama, yang tak tau masalah yang sedang terjadi, hanya garuk-garuk kepala, melihat ulah anak-anaknya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!