Setelah malam Gideon mengantar martabak ke rumah Thalita, gadis itu jadi susah ditemui. Setiap disamperin ke rumahnya, selalu sedang pergi. Kata mamanya sih begitu. Entahlah, beneran atau cuma settingan. Gideon selalu merasa, pacarnya sengaja menghindar.
Seperti sore itu. Sedari siang Gideon nongkrong di rumah Thalita. Ngobrol basa-basi dengan mamanya. Yang ditunggu malah belum nampak batang hidungnya. Gideon mulai gundah, sebal, gemes, pengen cubit. Tapi bisa apa? Manusianya masih berkamuflase jadi bunglon. Miris memang.
"Tumben banget tuh anak belum pulang, ya? Mana tadi gak pamit juga sama Tante," gerutu mama Thalita.
"Mungkin kerja kelompok atau masih ada kegiatan di kampus, Tante."
"Kan bisa ngomong! Biar tante gak khawatir. Nanti kalau pulang, kamu tegur ya, Yon! Kalau perlu, jewer!"
"Kenapa gak Tante aja? Gideon kasian kalau sampai menyakiti Thalita, Tante."
"Udah sering! Tante udah bosan. Makanya nyuruh kamu."
Gideon cuma nyengir. Cowok itu tau, ceweknya memang agak bandel. Pantas mamanya sering gemes.
"Iya, Tante. Nanti Gideon akan menegur Thalita, kalau sudah pulang."
Jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, tapi Thalita belum juga menampakkan batang hidungnya. Mama Thalita yang merasa khawatir, berjalan mondar-mandir. Sedang Gideon merasa pusing, karena pandangan matanya terus mengikuti sang calon mertua yang bak setrikaan.
"Kemana sih, ini anak? Bikin khawatir aja," keluh mama Thalita.
"Tadi sudah coba hubungi, kan Tante?"
"Udah, tapi WA nya centang satu. Ditelpon juga cuma memanggil. Masa sih dia kehabisan kuota? Atau HP nya yang mati, ya?"
"Udah coba di SMS atau ditelpon biasa, Tante?"
"Tante gak punya pulsa, Gideon! Punyanya kuota."
"Dari tadi Gideon juga udah SMS sih, tapi tak satupun yang dibalas sama Thalita," kata Gideon sedih.
"Ya kan sama kayak Tante. Thalita jarang punya pulsa, punyanya kuota."
"Haduh, gimana ini ya, Tante? Gideon juga merasa khawatir. Takut Thalita kenapa-napa."
"Tante juga bingung."
"Lima menit lagi Thalita belum datang, Gideon akan cari ke rumah teman-temannya, Tante."
"Iya, Yon. Ma---"
Mama Thalita tak melanjutkan ucapannya, karena di depan pagar ada sebuah motor berhenti. Dan Thalita turun dari boncengan. Gadis itu kemudian melangkah ke teras, sambil mengucap salam.
"Dari mana, Tha? Kok baru pulang? Kasihan tuh mama kamu nungguin dari tadi! Kamu gak kasih kabar."
Gideon menegur Thalita setelah menjawab salam dari gadis itu. Yang ditegur tampak santai, dan duduk dengan tenang di kursi teras.
"Thalita kan udah ijin, kalau pulang agak malam. Karena pulang dari kampus mau ngerjain tugas di rumah Deasy. Terus sorenya kita mau nonton."
"Lha? Kapan ijinnya?" tanya Mama heran.
"Apa Mama gak baca memo yang Thalita tempel di pintu kulkas?"
"Memo? Memo apaan, Tha?"
"Memo itu, kertas kecil berisi pesan, yang ditinggalkan penulisnya untuk memberi informasi pada orang tertentu," kata Thalita dengan santai.
"Jadi? Kamu nulis pesan dan kamu tempel di pintu kulkas?"
"Iya, Ma. Mama gak lihat?"
"Ya lihat. Tapi Mama gak sempat baca. Mama kan sibuk."
"Ya udah, berarti salah Mama. Yang penting Thalita udah bilang. Udah ijin."
"Kenapa gak chat atau nelpon aja ijinnya? Atau ngomong langsung gitu, tadi pagi sebelum pergi?"
"Cara itu udah terlalu biasa, Ma. Kurang greget. Jadi Thalita mau coba cara yang berbeda. Malah tadinya Thalita mau kirim memo pakai burung hantu kok. Biar kayak di film Harry Potter."
"THALITA!! MAMA SERIUS!!"
"Thalita juga serius, Mama! Lagian, dua hari yang lalu kan Thalita udah bilang juga ke Mama. Yang sore-sore itu. Yang Thalita Mama suruh nyapu. Mama udah pikun kayaknya."
Mama Thalita ngambek. Dibilang pikun oleh anaknya. Wanita itu masuk ke dalam rumah sambil cemberut. Gegas berjalan ke dapur untuk melihat, apa benar anaknya menulis pesan seperti yang tadi dia katakan.
Gideon hendak bicara. Memberi nasehat pada pacarnya, agar tak membuat kesal mamanya. Tapi Thalita malah lebih dulu berdiri. Pamit masuk ke dalam rumah. Dan menyuruh Gideon pulang. Hari sudah malam.
"Abang pulang aja dulu! Thalita mau masuk, capek. Lagian ini udah malam."
"Tapi ... Abang mau ngomong sama kamu!"
"Besok aja, Bang. Sekarang udah malam. Mending Abang pulang. Gak baik dilihat orang."
"Ta ... tapi, Tha?"
"Besok, Bang! Okey?"
Gideon tak jadi ngomong. Karena tau Thalita sedang kesal. Takut masalah makin ruwet dan berujung berantem. Gideon menuruti kemauan pacarnya. Dia pamit pulang. Setelah Gideon berlalu, Thalita masuk ke dalam. Membersihkan diri, dan beranjak tidur.
Keesokan hari, Thalita juga menghindari Gideon. Dengan berangkat ke kampus lebih dulu. Tak menunggu Gideon menjemputnya seperti biasa. Thalita sudah pergi bersama Deasy. Di kampus, Thalita juga menghindar dari Gideon. Cewek itu buru-buru pergi, setiap Gideon mendekat. Deasy yang melihatnya cuma terbahak.
"Duh, sakit perutku, Tha! Lihat kamu dan si Antik main kucing-kucingan."
"Ini kan idemu, Des! Katamu biar dia nyadar."
"Tapi ya gak kayak gitu juga konsepnya, Neng! Kalian berdua udah kayak bocah TK yang lagi main petak umpet."
"Biar aja deh. Itung-itung olahraga. Lari-larian. Lagian, aku jadi eneg banget sama Bang Gideon."
"Lha kenapa?"
"Lihat aja penampilannya kalau lagi sama aku. Udah kayak bapak-bapak gitu. Giliran sama gebetan barunya aja, dandan modis. Kan ngeselin."
"Hahaha. Benar juga kamu, Tha! Baru nyadar aku, kalau cowokmu udah kembali ke setelan pabrik."
"Makanya, aku kesal banget, Des."
"Ya udah! Kalau gitu, semangat ya lari-larinya, Tha! Beri pelajaran tuh cowokmu yang antik. Biar tau rasa. Btw, dia gak ada chat atau nelpon kamu, gitu?"
"Gak ada. Biasalah, alasannya gak punya kuota. Tapi punya pulsa. Kan bisa tuh pulsa dipaketkan buat kuota. Entah. Polos ma bego emang beda tipis."
Thalita ngomel-ngomel dengan penuh semangat. Melampiaskan kekesalannya pada Gideon, sang pacar. Deasy menanggapi dengan tertawa. Bahkan gadis itu sampai merasa perutnya sakit. Kebanyakan tertawa.
Gideon yang menyadari Thalita menghindarinya, berusaha terus mendekati gadis itu. Thalita terus menghindar, sedang Gideon terus mengejar. Keduanya sudah seperti dua kutub magnet yang sama ketika didekatkan. Tolak menolak.
Lily juga membuat Gideon bertambah kesal. Gadis itu seperti tak mengenalnya ketika di kelas. Membuang muka ketika Gideon menyapanya dengan ramah. Padahal dua hari yang lalu, mereka dekat, saling merapat. Sahabat bagai kepompong. Tapi sekarang? Melirik Gideon saja Lily tak sudi.
Gideon terus saja uring-uringan. Apalagi Thalita menolak pulang bareng. Ceweknya, lebih memilih pulang bareng Deasy.
"Semua ini gara-gara si Lily sial itu. Thalita jadi ngambek. Ah, maafkan Abang, Sayang!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments