Ketika berkunjung kembali ke kebun raya, Gideon bertemu dengan teman sekelasnya di kampus. Sama sepertinya, gadis itu sedang melakukan penelitian tentang tumbuhan kantung semar. Mendapat teman seperjuangan, tentu saja Gideon merasa senang. Tak lagi berjuang sendir. Tapi berjuang bersama.
Lily, nama gadis itu. Bersedia berbagi semua peralatan yang dibawanya dengan Gideon. Cowok antik itu, tak lagi memakai alat-alatnya sendiri yang antik. Tapi dipinjami oleh Lily, gadis manis berkaca mata yang ditemuinya.
Itulah kenapa, Gideon tak menghubungi Thalita. Padahal Thalita sudah niat banget ngerjain Gideon, terkait keantikannya. Dengan sengaja memberikan baterai untuk kamera jadul, alih-alih meminjamkan ponsel, sebenarnya Thalita sangat ingin Gideon menghubunginya.
Senjata makan tuan. Mungkin itu pepatah yang tepat buat Thalita. Keusilannya tak membuahkan hasil yang diinginkan, malah membuatnya hampir kehilangan Gideon. Bukan hanya hampir, bisa jadi memang sudah. Gideon berpaling pada gadis lain.
"Makasih ya, Ly! Karena bantuanmu, tugasku bisa kelar lebih cepat," kata Gideon.
Mereka sedang berada di teras rumah Lily, mengerjakan tugas dari dosen.
"Sama-sama, Gid! Aku juga merasa terbantu kok. Mengerjakan tugas ini sendirian, membuatku jadi malas dan tertekan."
"Lha kenapa?"
"Aku gak suka sendirian. Maunya kemana-mana ada teman. Tapi teman-temanku pada sok sibuk ketika ku minta bantuan. Jadinya ya seperti kemarin itu. Terpaksa pergi ke kebun raya sendirian."
"Untung kita ketemu ya?"
"Iya. Jodoh mungkin, hihihi."
Gideon hanya tersenyum kecut, mendengar candaan Lily. Tiba-tiba cowok itu teringat Thalita. Sang pacar, yang belum dihubunginya dari kemarin. Perubahan mimik wajah Gideon, terbaca oleh Lily.
"Kenapa, Gid? Kamu sudah punya pacar, ya?"
"Eng ... enggak kok, Ly. Belum. Mana ada cewek yang mau jadi pacarku?"
"Lha emang kamu kenapa? Cakep, pinter, ramah, pasti banyak cewek yang mau jadi pacarmu. Tinggal kedip aja, udah banyak yang ngantri kok."
Gideon tertawa. Tawa yang sumbang. Selama ini banyak cewek yang menganggapnya cowok aneh. Antik. Jadul. Ketinggalan jaman. Dan masih ada sederet label yang ditempelkan padanya. Cuma, memang hari ini Gideon merubah penampilannya untuk bertemu dengan Lily. Entah kenapa.
"Kita sekelas kan, Ly? Kamu gak lihat gimana penampilanku sebelumnya?"
"Eh ... perasaan penampilan kamu selalu keren kayak gini, kan?"
Gideon tersenyum miris. Semua yang dikatakan Lily ternyata cuma bualan semata. Selama ini, bahkan cewek itu tak menyadari kehadirannya. Padahal mereka sekelas. Hampir tiap hari ketemu. Jelas-jelas apa yang dikatakan Lily baru saja, cuma sekedar basa-basi. Gideon harus sadar diri.
"Aku pulang dulu ya, Ly. Udah malam juga nih!"
Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Berarti udah hampir delapan jam, Gideon berada di rumah Lily. Mengerjakan semua tugas gadis itu. Sedang tuan rumah malah asik dengan ponselnya. Bikin video alay untuk posting di aplikasi toktik.
"Baru juga jam sembilan lho, Gid. Masih sore!"
"Tapi aku sudah harus pulang. Takut yang di rumah nyariin. Sampai ketemu besok di kampus, Ly!"
Gideon segera beranjak. Lily hanya mengangguk, tanpa mengalihkan perhatian dari ponselnya. Gideon berjanji dalam hati, gak bakal lagi menginjakkan kaki di rumah ini.
Tiba di rumah, Karin menyambut kedatangan abangnya dengan cemberut. Gideon yang melihat gelagat kurang baik, berusaha tersenyum manis pada adiknya.
"Hay, cantik! Kok cemberut sih? Nanti cantiknya ilang lho," kata Gideon sambil mencubit pipi chubby adiknya.
"Abang dari mana aja? Pergi seharian gak ngasih kabar. Di telpon gak online, di chat centang satu. Kalau punya HP gak dipakai, mending dijual aja!"
"Atu tu, adiknya Abang lagi PMS ya? Kok bawaannya sewot mulu. Ya kan Abang emang lagi gak punya kuota. Punyanya pulsa doang. SMS lah, nanti pasti Abang balas."
"Heran! Kok ada gitu manusia gak berpikiran maju kayak Abang ini. Hari gini, jamannya internet. Apa-apa pakai kuota. Kan bisa tuh pulsa Abang dipaketin buat kuota! Ribet banget jadi orang, ye!"
Karin semakin kesal, mendengar jawaban yang disampaikan abangnya. Gadis itu jadi merasa heran, bisa-bisanya Thalita betah jadi pacar abangnya yang antik. Jadi adiknya aja Karin gak betah. Andai bisa tukar tambah. Akan Karin tukar tuh si Abang.
"Udah ya, jangan ngambek! Ini Abang bawa martabak buat kamu. Toping coklat kacang. Kesukaan kamu kan?"
"Sejak kapan Karin suka martabak toping coklat kacang? Kan Karin sukanya toping keju! Dasar Abang gak perhatian sama adiknya. Abang makan sendiri aja!"
"Terus? Siapa dong yang suka martabak toping coklat kacang? Mana ini Abang belinya dua lagi," keluh Gideon.
"Ya mana Karin tau! Pacar Abang kali tuh, yang doyan."
"Ah iya! Emang kesukaan Thalita nih, martabak manis toping coklat kacang. Kok bisa ketukar ya, tadi Abang belinya."
Karin meninggalkan abangnya. Dengan kesal, gadis itu masuk ke dalam kamarnya. Sementara Gideon, menepuk jidatnya. Menyesali kekeliruannya.
"Kirim ke rumah Thalita aja, deh. Daripada mubazir ini martabak. Lagian aku juga kangen sama dia, dari kemarin belum ketemu."
Gideon memutar langkah. Kembali mengeluarkan motor, dan memacunya ke rumah Thalita. Semoga saja gadis itu belum tidur.
Thalita yang masih merasa kesal, tak dapat memejamkan matanya. Gadis itu hanya berguling-guling di atas kasur. Sesekali mendengkus kesal. Membuka tutup beranda ponsel. Atau memukul guling karena kesal. Tiba-tiba, Thalita mendengar suara motor berhenti di depan pagar rumahnya. Motor Gideon.
"Ngapain si Kutil Onta itu malam-malam ke sini? Mau digerebek warga terus dinikahkan, gitu? Dasar mahluk antik!" gerutu Thalita.
Tok ... Tok ... Tok
Terdengar suara pintu diketuk. Tapi Thalita enggan membukanya. Gadis itu malah berpura-pura tertidur. Pasti tak lama lagi, sang Mama akan memeriksa kamarnya.
Terdengar suara Mama membuka pintu. Bercakap-cakap sebentar dengan pengetuk pintu. Pintu ditutup. Suara motor pergi. Dan benar saja, Mama membuka pintu kamar anak gadisnya.
"Tha? Kamu udah tidur? Nih, barusan Gideon nganterin martabak manis buat kamu."
Thalita berpura-pura seperti bangun tidur. Mengucek kedua matanya dengan tangan, dan menguap.
"Ngapain juga tuh mahluk purba bawa martabak malam-malam? Mau bikin Thalita gendut?"
"Katanya tadi dia salah beli. Beli buat Karin. Tapi ketukar sama kesukaan Thalita. Karin gak mau, jadi daripada mubazir, dibawa ke sini deh. Gitu kata Gideon."
"What? Jadi sebenernya ini bukan niat beliin buat Thalita? Tapi buat Karin? Terus karena Karin gak mau, dikasih ke Thalita? Emang bener-bener, si Kutil Onta emang kurang ajar!" omel Thalita.
"Terus? Ini kamu mau apa enggak, martabaknya?"
"Ogah! Buat Mama aja deh! Tapi hati-hati makannya, doa dulu! Jangan-jangan tuh mahluk antik, membubuhkan ilmu pelet."
Thalita kembali merapatkan selimutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments