Matahari sudah tengelam di peraduannya, dan langit sudah gelap. Mama Gideon sudah menyalakan lampu teras, dan menunggu anak lelakinya di sana. Ya, Gideon memang sudah dewasa, tak lama lagi akan wisuda jadi sarjana, tapi sang Mama masih menganggapnya seperti anah TK.
"Lha, Mama? Ngapain di teras? Banyak nyamuk lho. Gak di dalam saja?" tanya Karin pada mamanya.
"Mama lagi nunggu abangmu, tumben banget jam segini belum pulang."
"Abang kan udah gede, Ma. Masih jalan sama pacarnya kali. Udah, gak usah khawatir berlebihan kayak gitu, gak baik!"
"Abangmu masih pacaran sama Thalita kan, Rin? Kok tumben, udah lama gak diajak ke sini. Mama kangen sama dia."
"Udah putus. Sekarang Abang punya pacar baru, namanya Mak Lampir. Sama anehnya tuh kayak Abang. Sepertinya mereka jodoh deh, cocok sekali?"
"Hah? Yang benar, Rin! Masa abangmu putus sama Thalita gak curhat ke Mama? Biasanya kan apa-apa abangmu selalu cerita?"
"Malu kali, Ma. Atau bisa jadi takut Mama omelin. Kan Mama itu udah sayang banget sama Thalita."
"Ya pasti Mama omelin. Wong Thalita itu anak yang baik, bisa menerima kekurangan abangmu yang aneh itu. Kok malah diputusin, dan pacaran lagi sama Mak Lampir. Emang harus dipotong nih, uang saku abangmu, biar tau rasa."
Benar dugaan Karin. Mamanya akan kesal mendengar abangnya sudah putus dengan Thalita. Pasti nanti sang Abang akan menerima ceramah gratis berjam-jam dari Mama tersayang. Karin tak mau melewatkan kesempatan itu. Karena itu, gadis itu memutuskan ikut duduk manis di teras.
Tak lama, Gideon sampai ke rumah dengan keadaan kusut, letih, lemah, lesu dan kelaparan. Mama yang sengaja menunggu untuk mengintrogasi anak sulungnya perihal Thalita, menjadi kasihan. Karena itu, Mama menyuruh Gideon segera mandi dan makan malam. Baru Mama akan mengintrogasi anaknya.
"Dari mana aja, jam segini baru pulang? Mana kusut banget gitu, kayak abis jadi kuli panggul di pasar, bukan abis kuliah. Belum lagi bau badanmu udah kayak ikan asin! Mandi sana, terus makan, kalau udah, kemari! Mama mau ngomong."
Gideon cuma nyengir, tak berniat menjawab pertanyaan sang Mama. Cacing-cacing di perutnya udah dari tadi berdemo karena lapar. Gideon takut, para cacing itu menggigit ususnya. Padahal cacing kan gak punya gigi juga. Dasar Gideon aja yang negatif thinking mulu.
Karin yang menunggu moment Mama ngomel ke abangnya, jadi sedikit kecewa. Tontonan gratis itu akan tertunda, semoga aja tak sampai gagal.
"Kok Mama jadi gak tega ya, Rin, mau ngomel ke abangmu. Wajahnya, melas banget. Jadi pengen kasih makan."
"Emang Abang, kucing? Kalau pasang wajah melas, berarti minta makan?"
"Ya mirip-mirip gitu deh, Rin. Liat aja tadi, udah kayak kucing yang abis kecebur got."
"Hahaha, tega banget deh si Mama ke Abang Dion. Masa cakep-cakep gitu dibilang kucing kecebur got. Nanti kualat lho, Ma!"
"Ya enggak. Kualat itu, kalau ngatain yang lebih tua. Kalau ke yang lebih muda, bebas kok."
Karin cuma nyengir, jelas sudah, kenapa abangnya punya sifat yang aneh, nurun dari mamanya. Kalau dibilangin, suka ngeyel. Suka-sukanya sendiri saja. Untung Karin lebih mewarisi sifat Papanya, yang sabar, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung.
Setelah makan, Gideon segera bergabung dengan mama dan adiknya yang sedang ngobrol di teras. Sebenarnya, Gideon sudah ingin merebahkan tubuhnya di kamar. Tapi, Kanjeng Mami sudah memberi titah, agar menemui beliau. Membantah titah Kanjeng Mami, sama saja dengan mempersulit diri sendiri.
"Mama mau ngobrol apa?" tanya Gideon.
"Mama mau nanya, apa benar kamu udah putus sama Thalita? Terus sekarang kamu malah pacaran sama Mak Lampir?"
Seketika Gideon mendelik ke arah Karin yang cekikikan. Pasti mahluk itulah, yang jadi sumber gosip buat mamanya. Gideon sengaja tak memberi tau, kalau sudah putus dengan Thalita, karena masih besar harapan Gideon untuk balikan dengan cewek itu.
"Siapa bilang Gideon putus? Aku dan Thalita cuma lagi break aja kok, Ma. Biar ada seninya gitu, gak monoton pacarannya."
"Heleh! Bohong tuh, Ma! Abang sama Thalita udah putus kok. Gara-gara Abang kecantol sama selebgram di kampusnya. Ya jelas aja, jadi diputusin sama Thalita."
"Anak kecil jangan asal bicara! Yang pacaran itu, Abang apa kamu? Sok tau deh!"
"Yang pacaran emang Abang. Tapi kan, Karin tuh tau, ceritanya kayak gimana. Thalita udah cerita semua kok."
"Emang ceritanya gimana, Rin? Ayo, cerita sama Mama. Kan Mama jadi kepo nih, kamu harus tanggung jawab!"
"Tanggung jawab gimana, Ma?" tanya Karin heran.
"Ya tanggung jawab. Dengan cerita ke Mama gitu, gimana tuh kejadiannya, sampai abangmu dan Thalita putus."
"Tanya aja sama Abang, Ma! Tar kalau Karin yang cerita, dibilang ngadu lagi," kata Karin sewot.
"Gideon gak putus kok, Ma. Masih sama Thalita, cuma sekarang lagi break. Nanti juga baikan lagi kok. Thalita itu cinta mati sama Gideon."
"Astaga, Bang! Kalau berkhayal, mbok ya jangan ketinggian! Nanti kalau jatuh, sakit lho."
"Kok berkhayal? Kan emang kenyataannya kayak gitu kok."
"Sudah-sudah! Kok malah pada berantem sih? Gini aja, kalau memang Abang belum putus sama Thalita, ajak dia ke sini! Mama mau nanya langsung sama dia aja."
Karin tertawa ngakak, sedang Gideon tersenyum kecut. Bagaimana bisa, mengajak Thalita ke rumahnya, saat mereka memang sudah putus. Bahkan sekarang, Thalita udah punya pacar baru.
"Mpos deh, Bang," kata Karin tanpa suara, tapi terbaca jelas dari gerak bibirnya. Membuat Gideon ingin mencubit adiknya itu.
"Iya, nanti Gideon ajak Thalita ke sini deh, Ma. Kalau dia lagi gak sibuk," kata Gideon mengalah.
"Jangan pakai lama, ya! Mama ingin segera tau, gimana sebenarnya hubungan kalian. Juga ini, si Bawel ini, biar gak ada lagi bikin gosip."
Mama mencubit pipi Karin, membuat si empunya menjadi kesal. Sakit banget, pipi Karin sampai merah. Gideon merasa senang, melihat penderitaan adiknya. Tapi cowok itu tak berani tertawa, takut Karin ngadu pada Mama, kalau sebenarnya Gideon telah berbohong.
"Ya udah, Mama tunggu! Sekarang Mama mau masuk dulu. Takut masuk angin, kalau kelamaan duduk di luar."
Mama beranjak meninggalkan Karin dan Gideon yang tetap duduk di teras. Gideon menatap tajam ke arah adiknya, yang dibalas sama oleh sang Adik. Setelah sekian lama diam, Karin memutuskan untuk beranjak.
"Selamat berjuang, abangku sayang! Semoga berhasil membawa mantu kesayangan Kanjeng Mami ke rumah ini! Dengar-dengar, Thalita udah punya cowok baru ya? Itu, yang suka antar jemput kalau ngampus."
Karin masuk ke dalam rumah, meninggalkan Gideon yang sedang mengacak rambutnya kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments