Sesampainya di rumah makan yang di tuju, Gibran dan Karren segera keluar dari mobil.
“Mas...” panggil Karren saat Gibran mau berjalan masuk ke dalam rumah makan.
“Kenapa?” tanya Gibran sambil menoleh ke arah Karren.
“Ga mau di gandeng nih?” tanya Karren sambil melirik ke arah tangannya sendiri yang terulur ke depan menunggu ada yang menggandengnya.
“Tidak!” tegas Gibran yang kembali melangkah.
“Mas...” panggil Karren untuk kedua kalinya.
“Apa lagi Karren?” tanya Gibran sambil menoleh dengan wajah kesalnya.
“Jaket kamu aku buka ya? Ini ngerusak fashion tau.” Ucap Karren.
Jaket Gibran memang awalnya hanya di gunakan untuk menutup paha Karren saja, namun saat ini jaketnya sudah menutupi tubuh Karren dari atas sampai ke lutut, karena jaket Gibran memiliki ukuran oversize hingga membuat tubuh Karren yang mungil tertutup seolah tenggelam.
“Jangan! Tetap pakai sampai kita kembali ke mobil.” tegas Gibran.
Karren cemberut mendengar jawaban Gibran, dia teringat sebelum keluar Gibran mengancam akan meninggalkannya jika tidak menuruti ucapannya.
Walaupun Karren yakin kalau Kevin akan menjemputnya, tapi tetap saja Karren hanya bisa menuruti ucapan Gibran dan tidak melepaskan jaket Gibran.
Acara makan siang mereka berdua berubah menjadi bencana bagi Karren saat meja mereka di datangi tamu yang tidak di undang, Sarah.
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja perempuan itu menghampiri mereka dan ikut duduk di meja yang sama dengan mereka.
“Kalian kok bisa barengan?” tanya Sarah sambil menatap ke arah Karren dan Gibran dengan curiga.
“Saya dan Karren tetanggaan, jadi sekalian pulang bareng.” Jawab Gibran dengan santainya.
Mendengar jawaban dari Gibran membuat wajah Sarah seketika menjadi kecut setelah mengetahui kalau Gibran dan Karren bertetangga.
“Jadi kalian berdua tetanggaan?” Ucap Sarah yang di balas anggukan oleh Gibran.
Sedangkan Karren ingin sekali tertawa dengan keras melihat ekspresi wajah Sarah yang kesal dan terkejut saat mengetahui kalau dia dan Gibran bertetangga.
“Ehem,, aku tadi ke sini naik ojol, kamu ga keberatan kan kalo aku pulangnya nebeng kamu Gibran?” tanya Sarah dengan memelas.
Tanpa menoleh ke arah Sarah, Gibran menganggu setuju.
“Nanti saya antar.” Ucapnya.
Mendengar jawaban Gibran membuat Karren melongo tidak percaya, dia mengumpat dalam hatinya karena Gibran dengan santainya menerima permintaan Sarah.
“Kenapa Gibran membiarkan wanita lain ada di antara kita sih?” batin Karren dengan kesal.
Mereka pun akhirnya makan siang dengan tenang walaupun ada perasaan kesal di hati Karren, namun dia berusaha untuk tetap tenang karena bagaimanapun juga Sarah adalah dosennya dan dia juga tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Gibran.
“Aku udah selesai, aku tunggu di luar aja!” ucap Karren yang langsung pergi meninggalkan Gibran dan Sarah.
Karren terus mengomel saat menunggu di depan rumah makan, sedangkan beberapa saat kemudian Gibran dan Sarah keluar dari rumah makan bersama-sama.
Awalnya Karren kira kalau Sarah hanya akan ikut pulang saja, namun ternyata Sarah juga merebut posisi Karren dan duduk di sebelah Gibran di depan.
Karren yang tadinya duduk di depan hanya bisa pasrah mengalah pindah duduk di kursi belakang, padahal awalnya Karren terus berbicara di dalam mobil, namun saat ini dia hanya duduk diam di kursi belakang sambil menatap ke luar jendela.
Sampai akhirnya mereka tiba di rumah Sarah dan Sarah turun dari mobil Gibran.
“Terimakasih tumpangannya, hati-hati di jalan ya Gib.” Ucap Sarah dengan lembut.
Gibran hanya mengangguk dan tersenyum tipis menanggapi ucapan Sarah, lalu kedua matanya beralih menatap ke arah Karren yang sibuk dengan ponselnya.
“Kamu ga mau pindah ke depan?” tanya Gibran.
Karren mendongak lalu menggelengkan kepalanya dan kembali fokus kepada ponselnya lagi.
“Karren, saya bukan sopir kamu! Cepat pindah ke depan!” seru Gibran sambil menatap tajam ke arah Karren.
Melihat tatapan tajam dari Gibran membuat Karren mau tidak mau langsung pindah ke depan karena takut dengan amukan Gibran.
Sepanjang perjalanan menuju rumah, Karren sama sekali tidak berbicara sepatah katapun, dia hanya diam menatap ke luar jendela.
Gibran sampai merasa takjub karena seorang Karren yang sangat cerewet itu bisa tahan diam sampai mereka tiba di rumah.
Sesampainya di depan rumah, Karren segera keluar dari mobil , namun sebelum Karren menutup pintu mobilnya, dia lebih dulu mengungkapkan isi hatinya yang dari tadi sudah dia tahan sepanjang jalan.
“Lain kali ga usah tebengin aku lagi kalo kamu mau tebengin cewek lain! Aku ga suka di duain kayak gini!” ketus Karren yang langsung menutup pintu mobil Gibran dengan kencang hingga membuat sang pemilik mobil terkejut.
Gibran melongo dengan mata yang melotot, dia tidak percaya dengan ucapan Karren tadi karena ucapannya seola-olah Gibran adalah pacar yang ketahuan selingkuh.
Entahlah, tingkah Karren membuat Gibran pusing sendiri memikirkannya.
Gibran akhirnya memarkirkan mobilnya di depan rumahnya dan segera masuk ke dalam rumah walaupun kepalanya masih memikirkan kata-kata yang Karren ucapkan tadi.
Sedangkan di sisi lain, Karren masuk ke dalam rumahnya dengan perasaan yang masih kesal sampai menutup pintu dengan kencang, membuat Key yang sedang menonton tv terkejut.
“Yaampun Karren, masuk rumah bukannya salam malah nutup pintu kenceng banget! Kamu mau buat rumah kita roboh ya!?” ketus Key.
“Kalo rumahnya roboh cuma gara-gara aku banting pintu berarti pembangunannya bermasalah mi, tuntut aja!” ketus Karren yang berjalan begitu saja menaiki tangga setelah mencium tangan maminya.
Key merasa ada yang salah dengan putrinya karena putrinya itu tidak pernah kesal sampai harus membanting pintu.
Akhirnya Key memutuskan untuk menyusul putrinya ke atas dan masuk ke dalam kamar Karren untuk mencari informasi kenapa Karren kesal.
Key langsung masuk begitu saja di saat Karren baru saja menutup pintunya dan hal itu membuat Karren terkejut.
“Yaampun mami ga bisa ketok pintu dulu ya?” ketus Karren.
“Sejak kapan mami harus ketuk pintu dulu sebelum masuk? Selama ini mami juga langsung masuk tanpa mengetuk kok, kenapa? Ada yang kamu rahasiakan dari mami ya?” tanya Key.
“Duh mam come on, aku lagi ga mood buat bercanda loh.” Ucap Karren.
“Mami juga ga bercanda Karren! Kamu kenapa banting pintu kayak tadi? Bukannya mami pernah bilang kalo ada masalah kamu harus cerita sama mami.” Ucap Key.
“Aku lagi kesal aja mam.”
“Kesal sama siapa? Oh iya, ke mana mobil kamu? Kok mami ga denger suaranya pas kamu masuk rumah.” Tanya Key.
“Nah itu dia.”
“Mobil kamu mogok lagi? Kan mami udah pernah bilang, pake mobil mami aja lebih keren tau!” ucap Key.
“Mam, mobil mami emang lebih keren modelnya, tapi tahunnya mudaan mobil aku tau! Lagian bukan karena mobilku mogok kok, mobil aku baik-baik aja.” Jelas Karren.
Key memang memiliki mobil kesukaannya sendiri, namun semenjak memiliki Karren, papinya menyuruh Key untuk tetap di rumah mengurus suami dan Karren, akhirnya Karren memutuskan untuk menaruh mobil sportnya itu di mansion keluarganya.
Karren juga senang sekali dengan mobil, hanya saja Karren lebih menyukai mobil bermodel antik di bandingkan dengan mobil sport.
“Terus kenapa kamu kesal kayak gini?” tanya Key.
“Itu karena Gibran!” jawab Karren.
“Mas, Karren! Ga sopan panggil nama begitu!” tegas Key.
“Masih sempetnya benerin cara pengucapan aku sih mam! Iya, iya mas Gibran!”
“Kenapa emang sama Gibran?” tanya Key.
“Ya tadi kan aku di anter sama mas Gibran, tapi dia malah nebengin cewek lain!” ketus Karren.
“What?! Kamu pulang sama Gibran? Seriusan?” tanya Key dengan antusias.
Entah kenapa Key lebih tertarik dengan Karren yang pulang bersama dengan Gibran di bandingkan dengan Gibran yang menebengi wanita lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments