Gibran keluar dari rumahnya dengan membawa tas kerjanya, dia berjalan menghampiri Karren yang belum menyadari keberadaannya.
“Ngapain kamu di sini?” tanya Gibran membuat Karren menoleh ke arahnya.
“Morning mas...” sapa Karren dengan nada manis dan juga senyum yang lebar.
“Morning, jawab dulu pertanyaanku.” Ucap Gibran.
“Aku boleh ikut kamu kan ke kampus? Mobilku mau di pake mami soalnya, boleh ya?” tanya Karren.
“Tumben ga sama sepupu kamu itu? Biasanya kalian selalu bersama.” Balas Gibran.
“Darren berangkat sama ceweknya, aku juga ga akan minta bareng kamu kalo ada alternatif lain tau.” Ucap Karren.
Gibran hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanpa mengatakan apapun membuat Karren kesal.
“Kamu mau nebengin aku ga sih mas? Kalo ga mau aku pesen ojol aja.” Ketus Karren.
“Kamu ini ga sabaran banget sih? Saya kan ga bilang engga, ayo masuk.” Ucap Gibran membuat senyum di bibir Karren kembali merekah.
Gibran mau membuka pintu mobilnya, namun sebelum dia masuk Karren sudah memanggilnya.
“Mas tunggu.” Panggil Karren.
Gibran menoleh dengan wajah yang penuh tanda tanya, Karren berjalan mendekat ke arah Gibran membuat laki-laki itu gugup.
“Kerah sama dasi kamu kurang rapih nih.” Ucap Karren sambil membenarkan kerah dan dasi Gibran.
Setelah di rasa sudah sempurna, Karren tidak langsung melepaskan tangannya, dia malah menyempatkan diri untuk mengelus dada Gibran karena ingin merasakan bagaimana kerasnya dada bidang Gibran.
“Sudah, tampan sekali sih mas.” Puji Karren menggemaskan.
Glek! Seketika kegugupan Gibran semakin bertambah, dia tidak menyangka kalau Karren akan menggodanya seperti itu.
“Ayo masuk mas.” Ucap Karren yang langsung duduk di kursi belakang membuat Gibran kesal.
“Saya bukan supir kamu Karren, turun dan pindah ke depan!” tegas Gibran yang saat itu mau membuka pintu mobil namun di urungkan karena melihat Karren duduk di kursi belakang.
“Aku ga mau sampe kursiku di rebut sama cewek lain lagi.” Ucap Karren.
“Ga akan ada yang merebut kursimu, jadi cepat pindah ke depan.” Ucap Gibran.
Karren mengangguk karena dia merasa memang tidak perlu khawatir akan ada yang merebut kursinya lagi, jadi Karren segera pindah ke kursi depan sesuai dengan perintah Gibran.
Namun saat Karren ingin masuk di kursi depan, tiba-tiba saja tangannya di pegang oleh seseorang dan Karren segera menoleh ke arah orang itu.
“Kan bener Karren! Kamu ngapain di sini?” tanya seorang perempuan paruh baya yang terlihat masih sangat cantik.
“Grandma? Yaampun grandma i miss you!” seru Karren sambil memeluk sang nenek.
Ya, yang datang saat itu adalah Khansa, nenek Karren dan Darren. Selama ini Khansa dan Kalandra memang ikut dengan anak pertamanya Kenan dan juga istrinya Belinda ke Belanda karena ketiga anak Kenan dan Belinda bersekolah di sana dan Kalandra membuka rumah sakit yang saat ini sudah besar dan ternama.
“Nenek Karren..” ucap Khansa.
“Yaampun oma come on, oma lama di Belanda loh masa iya masih manggil nenek sih.” Ucap Karren.
“Lama di Belanda bukan berarti pindah kewarganegaraan kan? Pokoknya harus panggil nenek!” tegas Khansa.
Ya begitulah Khansa, walaupun hidup sebagai orang kaya yang serba kelebihan, dan bertahun-tahun tinggal di luar negeri, Khansa ingin tetap di panggil nenek dan hidup dengan sederhana.
“Iya iya deh nenek, nenek kapan sampe? Kok mami ga bilang apa-apa sih?” tanya Karren karena memang dia tidak di beritahu kalau neneknya akan tiba di Indonesia.
“Nenek emang ga bilang-bilang, mau buat kejutan.” Balas Khansa.
“Terus di mana opa?” Kalandra memang ingin di panggil opa bukan kakek, entahlah kedua suami istri itu memiliki sifat yang berbeda.
“Kakek kamu masih di Belanda, katanya ntar nyusul sama om, tante dan sepupu kamu.” Ucap Khansa.
“Udah ga usah bertele-tele, kamu kenapa di sini? Rumah kamu kan di depan sana, terus laki-laki ini siapa?” tanya Khansa sambil menatap dengan tatapan mengintimidasi ke arah Gibran.
Gibran yang di tatap seperti itu rasanya kembali gugup, bagaimana tidak, dengan tatapan tajam wanita paruh baya di hadapannya melihatnya dari atas ke bawah dan ke atas lagi.
“Dia...”
“Jangan jawab Karren, yang nenek tanya dia bukan kamu!” potong Khansa.
Ya memang Khansa sangat posesif kepada cucu perempuannya, kalau ada laki-laki yang mendekati cucu perempuannya, Khansa akan langsung memasang tanduknya dan mulai menginterogasi laki-laki itu.
“Saya Gibran nek, saya tetangga sekaligus dosen Karren.” Jawab Gibran sambil mengulurkan tangannya untuk mencium punggung tangan Khansa.
Khansa sedikit terkejut dengan hal itu, selama di Belanda hanya keluarganya saja yang mencium tangannya, karena di sana memang tidak ada mencium tangan yang lebih tua, mereka hanya saling berjabat tangan saja.
Karena hal itu Khansa yakin kalau Gibran adalah laki-laki yang sopan.
“Yaampun mami!!” teriak Key yang saat itu baru keluar dari rumahnya karena mendapatkan telfon dari kakaknya kalau mami mereka sudah berada di Indonesia.
Key segera menghampiri maminya dan memeluknya dengan erat.
“Kamu ini ngagetin mami aja, lepasin dulu mami masih mau interogasi laki-laki ini.” Ucap Khansa sambil melepaskan pelukan putrinya.
Key merasa tidak enak dengan Gibran karena sikap maminya, dia hanya bisa tertawa absurd dan kembali memeluk Khansa.
“Mi, mereka nanti telat ke kampus, nanti aku jelasin semuanya, ayo kita ke rumah mi, om beruang sudah menunggu mami.” Ajak Key yang langsung membawa Khansa untuk masuk ke dalam rumah.
Tidak lupa Key juga mengedipkan mata kepada Karren sebagai kode agar Karren dan Gibran harus cepat masuk ke dalam mobil.
Karren mengangguk mengerti dan menyuruh Gibran untuk kembali masuk ke dalam mobil. Akhirnya keduanya segera melajukan mobilnya ke kampus.
Di dalam mobil, keduanya hanya saling terdiam satu sama lain karena sama-sama tidak tau apa yang mau mereka bicarakan, sampai akhirnya Gibran pun mulai membuka suara.
“Ehem, tadi itu nenek kamu?” tanya Gibran.
“Hem, nenek dari mamiku mas, udah lama di Belanda ikut sama uncle Kenan dan aunty Belinda.” Jawab Karren.
“Nama kalian huruf depannya banyak yang sama ya.” Ucap Gibran.
“Hahaha, kalau keluarga mami emang hampir semuanya dari K kecuali Darren, gatau dia anak siapa tuh nemu kali di kolong jembatan hahaha.” Balas Karren sambil tertawa.
“Kalau aunty Belinda sama papiku emang kembar mas, hebat ya hehe.” Ucap Karren.
“Wah jadi saling berhubungan ya mereka.” Ucap Gibran.
“Hem, jadi ya masih sodara lah kecuali maminya Darren, tapi keluargaku bener-bener deket banget loh mas, kalau ada acara keluarga aku akan mengajakmu ya.” Ucap Karren.
Mendengar hal itu membuat Gibran terkejut, dia merasa seperti orang yang penting untuk Karren karena di ajak untuk ikut ke acara keluarganya.
“Emang ga apa-apa bawa orang luar ke acara keluarga?” tanya Gibran.
“Darren juga sering bawa pacarnya kok malah gonta-ganti terus, kalo aku ga pernah makanya mau bawa mas Gibran nanti.” Ucap Karren.
“Kenapa?”
“Karena mas kan calon mantu papi dan mami.” Jawab Karren dengan santainya.
Blush! Seketika wajah Gibran memerah, dia tidak percaya dengan jawaban yang di berikan oleh Karren, jantung Gibran berdetak sangat kencang hingga membuatnya tidak bisa fokus menyetir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁
gibram baper 🤣🤣🤣
2023-02-10
0
iyel
karren keceplosan ,bikim gibrak gugup aja 😂😂😂
2023-02-05
0