“Kenapa? Ga terima lo?!” ketus Darren.
“Lo lagi lo lagi! Padahal gue udah seneng ga liat lo di deket Karren, eh malah muncul lagi! Lo tuh sebenernya sepupunya apa bodyguarnya sih?” ucap Mike dengan kesal.
Darren menjitak kepala Mike dengan kencang membuat Mike kesal dan membalas jitakan di kepala Darren, dan begitu terus sampai semua orang yang ada di kantin melihat ke arah mereka.
“Sialan lo! Beraninya membalas jitakanku!” ketus Darren.
“Kenapa? Emang lo doang yang bisa jitak gue hah?” balas Mike.
“Kalian berdua ga bisa berhenti ya? Kalian berdua itu udah buat kita jadi di liatin orang tau!’” bisik Karren di telinga sepupunya itu.
Karren memang melihat sekelilingnya dan semua orang yang ada di kantin memang melihat ke arah mereka membuat Karren malu di buatnya.
“Kalian berdua beneran ga mau berhenti?” tanya Karren kembali.
Namun Darren dan Mike sama sekali tidak menggubris mereka dan masih sibuk saling jitak dan juga berdebat.
Melihat hal itu membuat Karren menggelengkan kepalanya, sedangkan Kevin yang dari tadi hanya diam langsung memberitahu Karren kalau Gibran sudah menunggu di ruangannya.
“Beb, udah di tunggu pak Gibran noh, yuk gue anter dari pada liat mereka gelud.” Ucap Kevin yang di balas anggukan oleh Karren.
“Iya deh gue juga pusing ngeliat mereka ribut begitu.” Balas Karren.
Karren memutuskan untuk meninggalkan Mike dan Darren yang masih saling jitak menjitak karena Gibran juga sudah menunggunya di ruangannya, Karren tidak ingin kalau sampai nyawanya harus hilang untuk kedua kalinya.
Kevin hanya mengantar Karren sampai di depan ruangan Gibran saja, selanjutnya Karren yang akan menentukan nasibnya sendiri.
“Semangat beb, gue anter lo sampe sini aja ya... Lo tau kan gue selalu ngedukung lo.” Ucap Kevin memberi semangat.
“Thaks Vin, gue tau lo yang selalu ngedukung gue.” Balas Karren.
Kevin langsung meninggalkan Karren di depan pintu ruangan Gibran, sedangkan Karren masih berusaha untuk menarik nafas agar dia tidak gugup melihat ketampanan dosen killer itu dan agar dia tidak emosi saat mengingat apa yang sudah di lakukan Gibran tadi.
Tok,,tok,,tok... Karren akhirnya mengetuk pintu ruangan Gibran.
“Masuk!” teriak Gibran dari dalam mempersilahkan Karren masuk.
Gibran yang sedang sibuk dengan kertas di hadapannya langsung melihat ke arah pintu yang baru saja di buka.
Karren yang awalnya berusaha untuk tidak emosi langsung merengut dan kembali kesal terutama saat melihat wajah Gibran yang berekspresi dingin.
“Jadi, tugas apa yang mau di berikan padaku?” tanya Karren to the point.
Bahkan meminta maaf saja tidak terfikirkan oleh Karren karena dia merasa tidak sepenuhnya salah.
“Jangan langsung ngegas, duduk dulu.” Ucap Gibran.
Karren dengan malas menuruti ucapan Gibran dan duduk di kursi yang ada di hadapan Gibran.
“Sebelum saya memberi kamu tugas, ada yang ingin saya tanyakan lebih dulu.” Ucap Gibran.
“Tanya apa? Jangan aneh-aneh, apa lagi ngajak aku pacaran, karena aku ga minat sama kamu!” ketus Karren.
Gibran terkejut saat Karren mengatakan hal seperti itu secara tiba-tiba dan menunjukkan kalau Karren terlalu percaya diri.
“Siapa juga yang mau jadi pacarnya, bahkan untuk menjadi temannya saja aku berpikir seribu kali!” batin Gibran di dalam hatinya.
“Tuh kan kamu liat-liat aku! Naksir kan kamu makanya cari perhatian gara-gara mau ngobrol berdua sama aku.” Ucap Karren dengan percaya diri.
“Hah? Siapa juga yang suka sama kamu, apa lagi ngajak pacaran! Saya cuma mau bilang kamu stop panggil saya ‘mas’ kalau ada di lingkungan kampus.”
“Karena itu terdengar tidak sopan, saya juga tidak ingin kalau sampai mahasiswa lain ikut memanggil saya seperti itu dan akhirnya mereka menganggap saya remeh.” Jelas Gibran.
Karren hanya mengangguk setuju dengan ucapan Gibran, karena panggilan ‘mas’ yang dia sematkan untuk Gibran juga bukanlah keinginannya.
Setelah selesai berbicara dengan Karren, barulah Gibran memberikan setumpuk tugas untuk Karren, membuat wajah Karren memerah menahan emosinya.
“Banyak banget! Ga bisa di diskon?” tanya Karren yang seketika jiwa menawarnya yang selama ini di ajarkan oleh grandma Khansa keluar begitu saja.
“Ini tugas kampus bukan sayuran yang bisa di tawar, oh atau tugas yang saya berikan kurang? Mau di tambah?” tanya Gibran.
Karren menganga dan kedua matanya melotot saat mendengar ucapan Gibran, tangannya dengan sigap memasukkan semua tugas yang di berikan oleh Gibran ke dalam tasnya sampai tasnya terlihat penuh.
Sedangkan Gibran hanya menahan tawanya saat melihat Karren yang sedang menahan emosi, dia senang karena berhasil mengerjai Karren yang sudah membuat kesabarannya di uji di depan mahasiswa lain.
“Kalau udah ga ada yang di bicarkan lagi saya permisi.” Ucap Karren yang berusaha untuk sopan.
“Tunggu!” cegah Gibran.
“Ck! Apa lagi pak?” tanya Karren yang kembali duduk di tempatnya dengan wajah kesalnya.
“Saya tidak ingin melihat kamu memakai pakaian seperti itu lagi ke kampus.” Ucap Gibran yang membuat Karren mengerutkan keningnya.
Karren melihat ke bawah meneliti pakaian yang dia pakai, dan menurutnya tidak ada yang salah dengan pakaiannya.
“Memang pakaian saya kenapa?” tanya Karren.
“Pakaian kamu terlalu terbuka, rok kamu terlalu pendek dan kancing baju kamu kenapa terbuka begitu atasnya?” ucap Gibran dengan nada kesal.
Dan karena pakaian Karren yang seperti itulah yang membuat Gibran tidak fokus saat berbicara dengan Karren tadi.
Kancing kemejanya yang sengaja di biarkan terbuka di bagian atasnya membuat leher dan dada putih Karren terlihat, sedangkan rok pendek di atas lututnya membuat kaki mulusnya terekspose dengan bebas.
“Tapi selama ini aku pake baju kayak gini dan tidak ada yang protes kok.” Ucap Karren dengan kesal.
Karren tidak suka karena merasa kalau Gibran terlalu mengekangnya dan terlalu banyak peraturan yang harus di patuhi.
“Mulai saat ini dan detik ini tidak boleh!” tegas Gibran.
“But this is fashion!” ucap Karren dengan nada yang mulai tinggi.
“Berhenti membantah ucapan saya Karren! Saya tidak suka di bantah, tapi kalau kamu masih mau membantah ucapan saya, maka saya akan memberi tugas untukmu lebih banyak lagi.” Ancam Gibran.
“Dan ingat, nyawamu tinggal dua!” lanjutnya sambil tersenyum sinis.
“Dasar dosen killer nyebelin! Kamu ini ga cocok buat di jadikan role model menantu idaman papi!” ucap Karren yang langsung pergi meninggalkan ruangan Gibran begitu saja.
Gibran yang berada di dalam kamar terkejut dengan ucapan Karren, role model? Menantu idaman? Apa maksudnya? Hanya itulah pertanyaan yang membuat kepala Gibran yang di penuhi dengan ribuan pertanyaan.
“Apa maksudnya tadi? Siapa yang dia maksud role model? Aku?” gumam Gibran yang masih di hantui oleh rasa penasaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments