Pagi hari yang cerah, Karren sudah berada di dalam mobilnya sambil menyanyikan lagu ‘Lovely’ dari Billie Eilish dan Khalid.
Hari ini Karren memutuskan untuk berangkat ke kampusnya lebih pagi agar tidak terlambat karena mata kuliah Gibran berada pada jam pertama.
Karren tidak ingin terlambat dan kehilangan nyawanya lagi di tangan Gibran, Karren juga tidak ingin kalau harus mengerjakan tugas yang buanyak...
Mungkin kemarin Gibran mau membantunya, tapi kalau sampai dia terlambat lagi, pasti saat ini Gibran tidak akan membantunya seperti kemarin.
Karren mengendarai mobilnya sendiri bukan karena meninggalkan Darren, namun Darren lebih memilih untuk menjemput pacar barunya di bandingkan berangkat ke kampus bersamanya.
“Dasar saudara tidak setia! Bisa-bisanya dia lebih memilih kekasih yang baru di kenal beberapa hari di bandingkan denganku yang sudah mengenalnya sejak kami lahir!” gumam Karren yang terus mengutuk saudara sepupunya itu.
Namun baru beberapa menit dia mengendarai mobilnya, tiba-tiba saja ekspresi wajah Karren berubah saat mobilnya berjalan dengan tersendat-sendat dan tidak lama kemudian mobil itu akhirnya berhenti dan tidak bisa di nyalakan lagi.
“Why? Why harus sekarang why!!?” ucap Karren frustasi karena mobilnya mogok.
“Kenapa harus sekarang, kenapa ga nanti aja pas pulang kuliah sih huaaa...” Karren berteriak sambil menjambak rambutnya sendiri.
Karren tidak bisa terus diam saja, dia tidak ingin sampai nyawanya harus di hilangkan lagi oleh Gibran, dengan segera Karren mengambil ponselnya di dalam tasnya lalu dia keluar dari mobilnya dengan kesal.
Mood Karren yang tadinya baik-baik saja seketika berubah jadi tidak baik-baik saja karena hal ini.
Karren ingin sekali kembali ke rumah di bandingkan harus terus ke kampus, lagipula tidak ada kendaraan yang bisa mengantarnya ke kampus.
Namun pikirannya kembali ke pada peraturan Gibran yang ketat itu, Karren yakin kalau Gibran tidak akan pernah menerima alasan apapun.
Karren bersandar di pintu mobilnya sambil mencari nama sepupunya di kontak ponselnya, namun nihil, Darren sama sekali tidak mengangkat telfonnya.
Akhirnya Karren mencoba untuk menghubungi Kevin, namun sampai panggilan ke lima Kevin tidak kunjung menerima panggilannya.
“Semua orang ke mana sih!?” gumam Karren yang semakin kesal.
Karren akhirnya menyerah, dia tidak berusaha untuk menghubungi siapapun lagi karena dia tau kalau tidak ada yang mengangkat telfonnya saat ini.
Karren menatap mobil kesayangannya dengan tatapan tajam, dia kesal kepada mobil kesayangannya, kenapa harus sekarang mobilnya itu mogok.
“Kenapa lo mogok sih hah? Ga tau ya kalo sekarang pelajarannya dosen killer itu! Kalo sampe nyawa gue ilang lagi gimana? Itu semua gara-gara lo!” Karren seperti orang gila yang sedang memarahi mobilnya di pinggir jalan.
Untung saja dia berada di jalan yang sepi, kalau tidak mungkin saat ini dia sudah menjadi pusat perhatian.
“Aarrgghh gimana ini, kalau sampai nyawa gue hilang lagi, gue jual lo! Kalo sampe lo jatuh ke tangan orang yang ga bener mampus lo karena ga ada yang bisa ngerawat lo sebaik gue!” ketus Karren yang masih menatap tajam ke arah mobilnya.
Mungkin kalau mobilnya bisa berbicara, dia akan membalas semua ucapan Karren yang tidak sesuai dengan faktanya, karena Karren sama sekali tidak merawat mobilnya dengan baik, bahkan untuk mencuci mobilnya dan membawa mobilnya ke bengkel pun Karren seringkali lupa.
Sampai Karren tidak menyadari kalau sejak tadi ada seseorang yang mendengar semua ucapannya dari belakang.
“Apa kamu segitu ga punya temennya sampe ngomong sama mobil?” tanya Gibran yang membuat Karren terkejut.
“Kamu? Bagaimana bisa kamu ada di sini?” tanya Karren.
Ya, tadi Gibran mengendarai mobilnya tepat di belakang mobil Karren, namun saat melihat mobil Karren berhenti Gibran sempat curiga dan mengira kalau Karren akan membolos kelasnya lagi.
Tapi ternyata saat itu mobilnya mogok dan dia mendengar Karren yang terus mengoceh memarahi mobilnya yang tidak bersalah itu.
Awalnya Karren mengira mobilnya lah yang berbicara membalas perkataannya, untung saja Gibran yang berbicara, kalau tidak Karren akan kabur dari sana karena ketakutan.
Karren seketika mengingat kata-katanya yang menyebut Gibran sebagai dosen killer, Karren takut kalau dia akan di hukum karena hal itu.
“Kenapa seketika wajahmu berubah begitu?” tanya Gibran.
“Sejak kapan kamu di sini? Maksudnya apa kamu dengar semua yang aku ucapkan?” tanya Karren dengan ragu.
“Dengar ucapanmu yang mana? Tentang mobilmu yang mau kamu jual, atau tentang kamu menyebutku dosen killer?” tanya Gibran.
“Maaf.” Ucap Karren sambil menundukkan wajahnya.
“Sudahlah tidak apa-apa, kenapa kamu tidak langsung ke kampus dan malah di sini sambil marah-marah?” tanya Gibran.
Karren kesal dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh Gibran, bagaimana bisa dia bertanya padahal sudah jelas situasinya seperti apa.
“Lagi liburan, nongkrong sambil liat pemandangan!” ketus Karren.
“Ah begitu ya, kalau begitu selamat bersenang-senang menikmati liburanmu.” Ucap Gibran sambil manggut-manggut.
Namun, baru saja Gibran berbalik, tiba-tiba saja Karren menggenggam tangannya untuk mencegah Gibran pergi.
“Kamu mau ke mana?” tanya Karren.
“Mau pergi lah ke kampus.” Balas Gibran.
“Kamu tega tinggalin aku di sini sendirian?” Karren memasang tampang memelas agar dosen killer yang ada di hadapannya itu luluh kepadanya.
Gibran seperti sedang membalas pertanyaannya, namun entah kenapa perhatian Karren malah terfokus pada lengan Gibran yang terlihat kekar itu.
Rasanya Karren ingin menggigit lengan kekar itu, bahkan saat ini Karren sudah menggigit bibir bawahnya sangking gemasnya.
Sedangkan Gibran malah fokus dengan Karren yang sedang menggigit bibir bawahnya.
“Apa dia mau menggodaku? Kenapa harus menggigit bibir bawahnya?” gumam Gibran yang masih bisa di dengar sedikit oleh Karren.
“Apa mas? Tadi kamu ngomong apa?” tanya Karren.
“Hah? Engga, kamu mau sampe kapan megang tangan aku gini?” tanya Gibran mengalihkan perhatiannya ke tangannya yang sedang di genggam oleh Karren.
Karren melihat ke arah yang di tuju oleh kedua mata Gibran lalu dia segera melepaskan genggamannya.
“Oh sorry, kamu kenapa mau ninggalin aku sih?” tanya Karren.
“Kan tadi kamu yang bilang lagi menikmati pemandangan, ya silahkan, aku akan pergi ke kampus.” Ucap Gibran.
“Aku bercanda kali tadi mas, serius mulu sih jadi orang.” Ucap Karren.
“Aku tadi bercanda mas, mobil aku mogok, aku boleh nebeng kan?” Karren bertanya sambil memohon kepada Gibran membuat Gibran rasanya ingin sekali Gibran mencubit pipinya yang merah itu.
“Ya sudah ayo!” ajak Gibran yang membuat Karren senang.
Karren tersenyum senang, dia segera masuk ke dalam mobil Gibran yang berada di belakang mobilnya.
Gibran hanya menggelengkan kepala melihat sikap Karren yang kegirangan lalu dia segera masuk ke dalam mobil.
Sedangkan mobil Karren di biarkan di pinggir jalan dan Gibran segera menghubungi montir langganannya untuk mengurus mobil Karren.
Di sepanjang perjalanan, Karren terus mengoceh dan bertanya banyak hal kepada Gibran, namun Gibran hanya menjawab semua pertanyaan Karren dengan deheman saja.
Gibran melajukan mobilnya lebih kencang saat melihat jam tangannya, lalu saat berhenti di lampu merah Gibran melirik ke arah Karren yang tiba-tiba diam.
Ternyata Karren sedang memoles wajahnya dengan bedak dan memakai lipstik di bibirnya yang sebenarnya sudah berwarna merah muda.
“Pantas saja dia diam, ternyata sedang berdandan, semoga saja dia berdandan terus agar tidak bawel sepanjang jalan!” batin Gibran di dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments