“Tidak apa-apa, kamu tidak mengumpulkan juga tidak apa-apa, saya hanya akan menilai tugas yang kamu kumpulkan besok. Setelah lewat dari hari yang di tentukan, tugasmu akan menjadi bungkus gorengan.” Ucap Gibran.
“Jahat banget sih mas.” Balas Karren dengan wajah yang cemberut.
“Makanya kamu harus mengumpulkan tepat waktu kalau mau mendapat nilai dari saya.” Ucap Irham.
Karren hanya mengangguk dan segera mengerjakan tugasnya dengan mata yang mulai menyipit namun masih tertahan.
Gibran juga membantu Karren menemukan jawabannya setelah melihat Karren terus-menerus menguap karena mengantuk, bahkan air mata sudah keluar dari mata Karren.
Sebenarnya Gibran tidak tega melihat Karren seperti itu, tapi dia juga tidak bisa memperpanjang deadlinenya, itu sebagai hukuman agar Karren tidak terlambat lagi.
“Mas...” panggil Karren dengan pelan.
“Hmm..” balas Gibran yang masik fokus pada layar laptop Karren.
“Kalau aku ketiduran tolong pindahkan aku ke kamar ya,, kamu kuat kan gendong aku?” ucap Karren.
“Apa!? Papi dan mami kamu kan ada, bisa-bisa mereka mengira aku ngapa-ngapain kamu lagi.” Ucap Gibran.
“Mas, papi dan mami itu kalo lagi tidur nyenyak banget jadi ga mungkin kebangun gitu aja, lagian kalau mereka tau mereka akan sangat senang karena calon menantu mereka bertanggung jawab memindahkan aku ke kamar.” Ucap Karren.
Gibran hanya menggelengkan kepala mendengar ucapan Karren, dan tidak lama setelah itu Karren benar-benar tertidur karena Gibran mendengar dengkuran halus yang berasal dari Karren.
...****************...
Mobil Karren terparkir dengan sangat rapi di parkiran kampus, kali ini dia membawa mobil sendiri karena Darren masih belum bangun dan Karren tidak ingin menunggu Darren bangun yang akan mengakibatkan nyawanya menghilang lagi.
Karren juga ingin membalas dendam karena waktu itu Darren meninggalkannya dan membuatnya di hukum oleh Gibran yang berujung memberinya setumpuk tugas yang membuat Karren harus begadang.
Untung saja Gibran masih memiliki kadar kebaikan untuk membantunya mengerjakan beberapa tugas semalam, walaupun Karren yakin kalau kadar keburukan Gibran lebih banyak di bandingkan dengan kadar kebaikanya.
Gibran memang mengerjakan tugasnya sampai selesai, tapi dia tidak memindahkan Karren ke kamarnya seperti yang di minta, sebaliknya Gibran hanya memindahkan Karren ke sofa yang membuat Karren terbangun dengan tubuh yang di penuhi dengan merah-merah karena di gigit nyamuk.
Sebelum keluar dari mobilnya, Karren lebih dulu bercermin dan memeriksa apakan make-upnya sudah sempurna atau belum, tidak lupa juga Karren menyemprotkan parfum identitas yang selalu ada di dalam tasnya.
Karren memiliki wangi parfum yang sangat khas, jadi saat orang-orang mencium wangi parfumnya mereka akan tau kehadiran Karren di sana, wangi yang benar-benar sexy dan berkelas, selama ini belum ada teman kampusnya yang menyamai wangi parfumnya.
Karren keluar dari mobilnya dengan senyum yang lebar, Karren sangat bertolak belakang dengan maminya, kalau Key dia akan memasang wajah angkuh dan judes kepada orang yang tidak dia kenal, beda cerita saat berkumpul dengan orang yang sudah di kenalnya.
Karren mengetahui semua kisah maminya karena dia selalu mendengarkan setiap maminya mengobrol dengan aunty Andini yang tidak lain adalah maminya Darren.
Tante Andini yang sangat baik hati itu akan dengan sabar menjadi pendengar setia maminya yang sangat cerewet itu.
Segala bentuk sapaan Karren dapatkan dari para laki-laki yang ada di parkiran, mulai dari senyuman ramah sampai pujian yang di lontarkan untuk penampilan Karren yang selalu sempurna.
Karren hanya tersenyum menanggapi semua sapaan dan pujian itu, tidak jarang ada banyak laki-laki yang menjadi salah tingkah karena senyuman Karren itu.
Itulah kehebatan Karren, mungkin kalau wanita lain akan salah tingkah dengan sapaan para laki-laki itu, namu tidak dengan Karren, dia justru membalas semua sapaan itu dan membuat para laki-laki itu salah tingkah.
Karren berjalan dengan anggun sambil tersenyum manis membalas sapaan semua teman-temannya.
“Makin hari makin cantik aja Ren.” Ucap salah satu laki-laki yang Karren sendiri tidak tau siapa.
“Thank you.” Balas Karren sambil tersenyum.
Baru berjalan beberapa langkah, ada lagi laki-laki yang menyapanya lagi.
“Ren, minggu jalan yuk.” Ajak seorang laki-laki lainnya.
“Sorry, minggu ini gue ada acara main golf bareng keluarga.” Balas Karren.
Karren kembali berjalan menuju kelasnya, di saat Karren sendiri tanpa adanya Darren dan Kevin, para laki-laki yang mengaku sebagai penggemarnya itu memang gencar mendekatinya secara terang-terangan.
Tanpa Karren sadari, dari tadi ada sepasang mata yang sedang menatapnya dari jauh. Laki-laki itu menahan kekesalannya saat melihat Karren berjalan layaknya seorang artis yang sedang berjalan di red carpet.
Apa lagi sikap ramah Karren yang membalas semua sapaan para laki-laki membuat laki-laki itu kesal.
“Gibran, kamu denger aku ngomong ga sih?”
Gibran langsung tersadar saat mendengar suara seorang perempuan yang berbicara dengannya.
Namanya Sarah, dia adalah teman sekolah Gibran sejak SMP dan SMA, mereka berdua di pertemukan kembali di kampus itu karena Sarah memang sudah cukup lama bekerja di kampus itu.
“Eh, kamu ngomong apa tadi?” tanya Gibran kepada Sarah, namun tatapannya masih terfokus kepada Karren.
“Aku nebeng kamu lagi ga apa-apa kan nanti?” tanya Sarah.
“Iya ga apa-apa kok.” Balas Gibran dengan senyum tipisnya.
Lalu kedua mata Gibran kembali memperhatikan Karren yang bahunya sedang di rangkul oleh seorang laki-laki.
Terlihat sekali kalau Karren tidak keberatan akan hal itu, dia malah tertawa bersama laki-laki yang merangkulnya dan saling berbicara.
Gibran baru ingat, laki-laki itu adalah Kevin, orang yang pernah bertemu dengannya di club malam.
Sarah menyadari kalau Gibran sedang melihat ke arah Karren, Sarah merengut karena ternyata Gibran juga tertarik dengan Karren.
Padahal saat ini ada Sarah di sampingnya namun Gibran sama sekali tidak perduli dengan dirinya yang terlihat lebih sopan di bandingkan dengan Karren.
“Dia emang kayak gitu, pakaiannya lebih cocok di pakai mejeng dari pada ke kampus, aku udah pernah ingetin dia tapi dia sama sekali ga denger ucapanku.” Tiba-tiba saja Sarah berbicara membuat Gibran menoleh ke arahnya.
“Kamu lagi ngomongin siapa?” tanya Gibran.
“Karren, kamu lagi liatin dia kan? Jangan sampai kamu kayak cowok lain yang tertarik dengan penampilannya yang terbuka dan sikapnya yang centil!” tegas Sarah.
“Engga lah, kenapa aku harus tertarik dengannya?” balas Gibran yang membuat Sarah tersenyum mendengarnya.
“Syukur deh kalo kamu ga suka sama dia, dia itu suka nempel ke cowok-cowok, kamu bisa lihat sendiri kan? Sama cowok yang udah jadi mantannya aja dia mau di peluk-peluk kayak gitu! Kasian yang jadi suaminya nanti udah dapet bekas!” ketus Sarah.
Gibran menoleh ke arah Sarah, dia tidak percaya kalau Sarah yang dia nilai sebagai wanita yang solehah mampu berbicara seperti itu tentang mahasiswinya sendiri.
Ternyata sejak sekolah sampai saat ini pun Sarah sama sekali tidak berubah, dia masih memiliki mulut yang suka membicarakan orang lain.
Entah kenapa Gibran tidak suka saat Sarah membicarakan hal buruk tentang Karren, bukan hanya Karren, mungkin wanita lainnya juga Gibran tidak suka kalau sesama perempuan menjelekkan perempuan lainnya, dan Gibran sangat kecewa dengan sikapnya.
“Saya permisi, ada tugas mahasiswa yang harus saya koreksi.” Pamit Gibran yang langsung pergi meninggalkan Sarah begitu saja.
Di dalam otak Gibran ada banyak sekali pertanyaan mengenai ucapan Sarah tadi, dia sedikit terpengaruh dengan ucapan Sarah, apakah Karren benar-benar seperti yang di katakan Sarah atau Sarah hanya melebih-lebihkan saja?
Namun, walaupun apa yang di katakan Sarah benar pun Gibran tidak mempermasalahkan hal itu dan tidak membenci Karren, hanya saja entah kenapa Gibran semakin ingin membuat Karren kembali ke jalan yang benar, wanita itu butuh di bimbing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments