Karren terbangun dari tidurnya dengan perut yang merasa mual, dengan segera Karren berlari menuju kamar mandi dengan nyawa yang masih belum terkumpul.
Sebenarnya Karren merasa bingung karena letak kamar mandi dan warna pintu kamar mandi berbeda dari kamar mandi miliknya, namun karena mualnya tidak bisa di tahan akhirnya Karren melupakan kebingungannya dan mengeluarkan semua isi di dalam perutnya.
“Hueekk,, hueekk…” Karren mengeluarkan semua isi di dalam perutnya yang hanya ada cairan di dalamnya karena semalaman Karren hanya minum tanpa makan apapun.
Beberapa kali Karren mengeluarkan suara memuntahkan sesuatu, hingga membuat Gibran yang sedang tertidur di dalam kamarnya terbangun karena mendengar suara Karren.
Gibran melihat ke arah jam di dinding kamarnya dan melihat masih pukul 5 pagi, lalu dia hanya bisa menghela nafas panjang.
“Jam berapa ini? Haah, Udah tau efeknya kayak gitu masih aja minum-minum.” Gumam Gibran sambil menggelengkan kepalanya.
Gibran segera turun dari tempat tidurnya karena dia masih mendengar suara muntah-muntah Karren, dan berencana untuk menghampirinya.
Gibran membuka pintu kamar yang tidak terkunci dengan hati-hati, lalu dia segera menuju kamar mandi yang pintunya masih terbuka lebar dan berdiri tepat di belakang Karren yang sedang bercermin.
Betapa terkejutnya Karren saat melihat Gibran dari pantulan cermin, bagaimana bisa Gibran ada di belakangnya? Pikir Karren.
“K-kenapa kamu ada di sini?” tanya Karren.
“Apa kamu baik-baik saja?” Gibran membalas pertanyaan Karren dengan sebuah pertanyaan lagi.
“Iya, aku baik-baik saja.” Balas Karren.
Namun, belum sempat Karren berbicara kembali kepada Gibran, perutnya kembali tidak bisa di ajak kompromi dan Karren kembali memuntahkan semua isi perutnya.
Gibran tiba-tiba saja berjalan mendekati Karren yang masih memuntahkan isi perutnya, lalu Karren terkejut saat melihat Gibran yang sedang berjalan mendekatinya melalui cermin.
“Kamu mau apa?” tanya Karren yang melihat Gibran dari pantulan cermin yang ada di hadapannya.
Mendengar suara Karren membuat Gibran melihat ke arah cermin hingga membuat kedua mata Karren dan Gibran saling menatap cukup lama.
“Aku mau bantu pijat leher kamu.” Ucap Gibran.
“Engga perlu, ini adalah hal yang menjijikkan untuk di lihat, lagipula aku sudah baik-baik saja kok.” Tolak Karren.
Karren segera membasuh wajahnya dengan air lalu mengelapnya dengan tisu yang tersedia di sebelah wastafel.
Setelah membersihkan mulutnya, Karren langsung menghadap ke arah Gibran dan membuat mereka bertatapan secara langsung.
Karren terus memegangi kepalanya yang masih terasa pusing, sedangkan Gibran segera membantu Karren merangkul pundaknya dan membawanya duduk di tempat tidur.
Karren menunduk sambil tetap memegangi kepalanya, entah kenapa pusingnya sama sekali tidak menghilang dari kepalanya, bahkan untuk memikirkan bagaimana Gibran berada di kamarnya pun Karren tidak mampu.
Gibran berencana untuk keluar dari kamar yang di tempati Karren, namun belum sempat Gibran keluar, Karren sudah memanggilnya.
“Mau ke mana?” tanya Karren.
“Aku mau mengambil makan untukmu.” Ucap Gibran yang langsung berjalan keluar dari kamarnya.
Karren tidak mau mengatakan apapun lagi karena kepalanya terasa sangat sakit bahkan rasanya ingin sekali Karren melepaskan kepalanya lebih dulu lalu nanti memasangnya lagi.
Beberapa saat kemudian Gibran datang dengan nampan berisi makanan dan minuman untuk Karren.
Gibran meletakkan nampan tersebut di meja yang ada di kamar dan menyuruh Karren untuk duduk di sofa.
“Duduk dan makanlah, aku membuat sup untuk meredakan rasa pusingmu.” Ucap Gibran.
“Tapi ini masih malam.” Ucap Karren yang melihat langit masih terlihat gelap.
“Sudah setengah 6, jadi sepertinya sudah tidak malam bukan?” ucap Gibran yang membuat Karren terkejut dan langsung melihat jam dinding.
Karren menoleh ke arah makanan yang sudah tersedia di atas meja, kebetulan sekali perutnya sudah terasa lapar dan ingin segera memakannya, namun dia ragu karena merasa sedikit gengsi.
Namun semua rasa gengsinya segera di tepis oleh Karren karena dia sudah merasa sangat lapar, dan akhirnya Karren segera menyantap sarapan yang sudah di siapkan oleh Gibran.
Setelah selesai menghabiskan semua makanannya, Gibran segera memberikan obat penghilang rasa pusing kepada Karren dan Karren segera meminumnya.
“Kamu bisa istirahat setelah beberapa menit.” Ucap Gibran sambil memberikan selimut kepada Karren.
Karren hanya mengangguk pelan, lalu dia menatap ke arah Gibran dengan penuh tanda tanya.
“Kenapa aku di pakein selimut?” tanya Karren.
“Agar tidak kedinginan karena pakaianmu terlalu kekurangan bahan.” Balas Gibran yang membuat Karren memanyunkan bibirnya karena kesal.
“Terimakasih.” Ucap Karren dengan sedikit terpaksa namun memberikan senyuman manis kepada Gibran, setidaknya Gibran bermaksud baik pikirnya.
“Ngomong-ngomong, aku sekarang ada di mana? Ini pasti bukan rumahku karena tata letak kamar ini sangat berbeda dan juga ada kamu di sini.” Ucap Karren.
“Ini rumahku.” Ucap Gibran dengan singkat.
Karren terkejut mendengar jawaban Gibran, dia tidak pernah menyangka laki-laki yang sepertinya sangat alim itu berani membawanya menginap di rumahnya.
Karren tidak mengingat apapun jadi dia masih merasa bingung dengan situasi yang dia alami saat ini.
“Semalam kamu mabuk dan aku mengantarmu, tapi saat sampai depan rumah aku tidak berani membangunkan kedua orang tuamu dan memperlihatkan putrinya sedang mabuk.” Jelas Gibran.
“Jadi aku membawamu ke rumahku, aku hanya mencari aman karena aku tidak mau ikut di salahkan padahal bukan aku yang mengajakmu ke tempat itu.” Sambungnya.
Karren menganggukkan kepala setuju dengan keputusan yang di buat oleh Gibran, karena dia pun akan terkena masalah jika pulang dalam keadaan mabuk.
“Sekali lagi, terimakasih banyak karena sudah membawaku pulang mas.” Ucap Karren yang tiba-tiba saja memanggil Gibran dengan sebutan ‘mas’.
Awalnya Gibran kira panggilan yang di usulkan oleh Key hanyalah sebuah candaan, namun dia tidak percaya kalau ternyata Karren benar-benar memakai panggilan itu untuknya.
Sebenarnya Gibran sedikit canggung mendengar Karren memanggilnya ‘mas’ yang menurut Gibran panggilan itu terlalu mesra untuknya dan Karren, bukankah lebih pantas kalau Karren memanggilnya ‘kak’ saja.
“Em,, maaf sebelumnya bukannya aku mau mengusirmu, tapi kamu sebaiknya segera pulang ke rumahmu.” Ucap Gibran dengan hati-hati karena takut menyinggung perasaan Karren.
Gibran takut ibu-ibu komplek yang suka bergosip itu akan menjadikan dirinya dan Karren bahan omongan, terlebih kalau mereka melihat Karren keluar dari rumah Gibran dengan pakaian yang sangat mini, entah bagaimana jadinya komplek ini.
“Kamu ternyata pintar mengusir seseorang secara halus ya?” ucap Karren.
“Hah? B-bukan begitu.” Balas Gibran yang merasa tidak enak kepada Karren.
Bahkan Karren bisa melihat kalau Gibran sedang salah tingkah saat berhadapan dengannya dan itu membuat Karren tertawa karena melihat sikap kaku Gibran.
“Kenapa kamu menertawaiku?” tanya Gibran.
“Ga apa-apa, aku cuma mau ketawa aja kok.” Jawab Karren.
“Lagian aku udah mau pulang kok santai aja kali mas.” Lanjutnya.
Karren segera menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya dan mencari keberadaan tas dan high heelsnya.
“Tas ada di atas nakas sebelah tempat tidur, high heels kamu aku taruh di bawan tempat tidur di dekat nakas.” Ucap Gibran yang mengetahui kalau Karren sedang mencari barang miliknya.
Karren segera mengambil barangnya saat dia sudah menemukannya, lalu di antar oleh Gibran keluar dari rumahnya tanpa ada orang yang melihatnya.
Entahlah tumben sekali suasana di lingkungannya terlihat sangat sepi, padahal biasanya semua ibu-ibu sudah berkumpul untuk memilih sayur yang biasanya di jual oleh tukang sayur keliling.
“Alasan apa yang akan kamu katakana kepada orang tuamu?” tanya Gibran.
“Aku akan jujur pada papi dan mengatakan kalau aku habis menginap di rumah calon menantunya.” Ucap Karren dengan santainya lalu tersenyum manis dan mengedipkan matanya ke arah Gibran.
Kedua mata Gibran terbuka lebar saat mendengar ucapan Karren, entah kenapa sepertinya Karren adalah seorang iblis berkedok malaikat? Entahlah, yang penting Gibran hanya berharap kalau dia tidak akan pernah bertemu lagi dengan Karren walaupun itu hanya ketidaksengajaan.
Dan yang paling penting, semoga keputusannya untuk membawa Karren ke rumahnya adalah pilihan yang tepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments