Malam hari di sebuah kamar, terlihat Gibran yang sedang meregangkan ototnya, di hadapannya sudah ada beberapa kertas dan juga laptop yang masih menyala dengan kopi yang ada di samping laptopnya.
Jam menunjukkan sudah pukul dua belas malam, namun Gibran baru saja menyelesaikan pekerjaannya meneliti beberapa tugas mahasiswanya dan menyiapkan power point untuk di presentasikan besok saat mengajar.
Karena belum merasa ngantuk, Gibran akhirnya memutuskan untuk membawa kopinya dan berjalan ke balkon kamarnya untuk menikmati angin malam sambil berdiri di pembatas balkon.
Gibran menggelengkan kepalanya saat melihat kamar Karren yang lampunya masih menyala, menandakan kalau sang pemilik kamar belum tertidur.
Dari balkon kamarnya yang berhadapan langsung dengan balkon kamar Karren, Gibran bisa dengan jelas melihat ke dalam kamar Karren karena hanya di halangi dengan kaca, jadi kalau tirai Karren tidak di tutup, Gibran bisa dengan jelas melihat isi kamar Karren.
Seperti tadi sore, Gibran bisa melihat Karren yang sedang workout di dalam kamarnya.
Posisi balkon kamar Gibran mungkin akan menjadi tempat favorit bagi penggemar Karren, bahkan kalau di jual mereka semua akan membelinya dengah harga mahal.
Gibran memutuskan untuk duduk di kursi yang ada di balkonnya dan menaruh gelas kopinya di meja yang ada di sana. Gibran berniat untuk mengirim pesan kepada seseorang.
Sedangkan, di dalam kamarnya, Karren sedang mengerjakan tugas yang di berikan oleh Gibran, walaupun matanya sudah mengantuk tapi Karren tidak ada pilihan lain selain mengerjakan tugas-tugas itu.
Tangannya terus berkutat dengan keyboard laptopnya, sesekali tangannya membolak balikkan kertas untuk mencari jawaban yang ada di buku.
Kedua mata Karren terasa panas karena dari tadi terpancar cahaya dari layar laptop dan membaca tulisan kecil di buku, kepalanya juga sudah sangat pusing karena tidak menemukan jawaban untuk tugasnya.
Sampai akhirnya suara notifikasi dari ponselnya membuat Karren mengalihkan perhatiannya dari layar laptop.
Karren menekan tombol di ponselnya agar menyala, dia hanya ingin melihat dari layar depan siapa yang mengirimkan pesan kepadanya.
Karren berharap kalau pesan itu dari Darren yang berniat untuk membantunya mengerjakan tugasnya, sayangnya itu adalah sesuatu yang tidak mungkin.
0813xxxxxxxx :
Kenapa belum tidur? Cepat tidur! Besok kamu ada kuliah kan? Jangan sampai terlambat lagi!
Karren mengertukan keningnya, dia tidak tau siapa yang mengiriminya pesan karena nomer itu adalah nomer tidak di kenal.
Karena penasaran akhirnya Karren membuka pesan itu dan mencoba untuk melihat foto profilnya.
Kedua matanya seketika terbuka lebar, mulutnya menganga tidak percaya dengan orang yang mengiriminya pesan.
Karren terkejut karena di foto profil itu terlihat wajah Gibran dengan gaya formal seperti foto KTP, bahkan senyumnya terlihat sangat canggung membuat Karren menahan tawanya.
Awalnya Karren mengira kalau Gibran adalah seorang model karena tubuhnya yang bagus, tapi ternyata dia salah besar, bahkan di profil saja Gibran sama sekali tidak bisa bergaya.
Namun ekspresi Karren yang awalnya tertawa itu langsung berubah kesal saat tersadar dengan kata-kata Gibran yang menyuruhnya untuk tidur.
“Gue begadang gini juga gara-gara elo ngasih tugas ga nanggung-nanggung! Dasar dosen killer!” gumam Karren memarahi foto Gibran.
Karren :
Kok kamu bisa punya nomerku?
Bukannya jawaban dan omelan yang Karren kirim, dia justru lebih penasaran dengan kenapa Gibran memiliki nomer hpnya yang tidak dia kasih ke sembarang orang.
0813xxxxxxxx :
Papi kamu tiba-tiba kirim nomer kamu ke saya, saya juga ga tau maksudnya apa.
Karren terkejut bukan main, bagaimana bisa papinya memberikan nomernya kepada dosen kille itu, apa segitu tergila-tilanya papinya itu dengan Gibran hingga berani memberikan nomer putri kesayangannya lebih dulu kepada laki-laki.
Karren tidak menjawab pesan dari Gibran hingga beberapa menit kemudian dia di kejutkan dengan dering telfon dari ponselnya, Gibran menelfonnya membuat Karren menghela nafas panjang.
“Mau apa lagi sih dia?” gumam Karren.
Dengan malas akhirnya Karren mengangkat teelfon dari Gibran, dia tidak mau mendapat masalah lagi karena sudah mengabaikan telfon dari dosen killernya itu.
“Halo mas.” Ucap Karren.
“Saya kan udah nyuruh kamu buat tidur, tapi kenapa lampu kamar kamu masih menyala?” tanya Gibran.
“Gimana mau tidur kalau tugas yang kamu kasih aja belum selesai!” ucap Karren.
“Masih banyak?”
“Lumayan, ada beberapa yang tidak aku mengerti.”
“Butuh bantuan?”
Karren yang awalnya tengkurap itu langsung duduk dan bersemangat saat Gibran menawarkan bantuan kepadanya.
“Kamu seriusan mau bantuin aku mas?” tanya Karren.
“Iya.”
“Oke, buruan ke sini!” terdengar sangat tidak sopan sekali mendengar Karren menyuruh Gibran begitu saja, tapi Karren tidak perduli karena kalau di rumah, Gibran hanyalah tetangganya bukan dosennya.
“Saya akan segera ke sana, kamu tunggu di ruang tamu dan siapkan tugas-tugasnya.” Ucap Gibran.
“Kenapa harus di ruang tamu? Aku males mau pindah-pindah ke ruang tamu, di kamar aja lah!”
“Saya tidak akan membantu kamu kalau mengerjakannya di kamar.”
“Kenapa?”
“Saya ini laki-laki, dan kamu perempuan Karren, tidak pantas jika orang yang bukan mahramnya berada di dalam kamar berduaan.”
Mendengar ucapan Gibran membuat Karren terkekeh geli, dan tiba-tiba saja terfikir untuk mengerjai Gibran.
“Kamu takut khilaf ya mas?” ucap Karren dengan santainya.
Gibran terkejut saat mendengar pertanyaan Karren, Gibran segera berdehem untuk menetralkan keterkejutannya.
“Tidak! Sudahlah cepat turun kalau kamu memang mau saya bantu!” tegas Gibran.
Baru saja Karren mau menjawab ucapan Gibran, namun panggilan mereka sudah di putus begitu saja oleh Gibran.
Terdengar kegugupan yang dari nada bicara Gibran membuat Karren tertawa dengan keras, dia merasa puas karena berhasil menggoda Gibran sang dosen killer itu.
“dia menggemaskan juga ya kalo lagi begini, tapi di kampus nyebelin banget.” Ucap Karren yang masih terkekeh.
Karren segera merapihkan tugas-tugasnya dan juga laptopnya untuk di bawa ke ruang tamu karena tidak mau sampai Gibran kembali pulang kalau tidak di bukakan pintu.
Tidak lama kemudian Gibran akhirnya datang, malam itu Gibran memakai kaus lengan pendek berwarna hitam dan celana pendek selutut.
Terlihat santai memang, tapi begitu mempesona walaupun hanya berpakaian seperti itu.
“Dateng juga akhirnya, kamu ga di kira maling sama satpam?” tanya Karren.
“Engga lah, mereka kan udah kenal sama saya.” Jawab Gibran.
Karren yang awalnya tertawa langsung diam mendengar jawaban Gibran, padahal tadi dia hanya bercanda tapi Gibran menganggap candaannya serius dan itu sangat tidak seru.
“Soal mana saja yang belum kamu kerjain?” tanya Gibran.
Gibran mendekatkan tubuhnya untuk melihat ke layar laptop Karren, Karren segera menunjukkan soal-soal yang memang tidak dia mengerti.
Namun yang ada di bayangan Karren, Gibran akan langsung memberikan jawabannya, tapi Karren salah besar! Karena Gibran sama sekali tidak memberitahu jawabannya, Gibran hanya menjelaskan maksud dari soal itu sedangkan tetap saja Karren yang harus memikirkan jawabannya.
“Ini sih sama aja ga membantu!” gumam Karren dengan kesal.
“Kamu ngomong apa tadi?” tanya Gibran yang tidak mendengar dengan jelas.
“Di kumpulin lusa aja ya mas? Aku udah ngantuk banget nih.” Pinta Karren dengan wajah memohon.
Karren memang benar-benar sudah mengantuk, bahkan sampai kepalanya dia sandarkan di atas meja.
“Tidak apa-apa, kamu tidak mengumpulkan juga tidak apa-apa, saya hanya akan menilai tugas yang kamu kumpulkan besok. Setelah lewat dari hari yang di tentukan, tugasmu akan menjadi bungkus gorengan.” Ucap Gibran.
“Jahat banget sih mas.” Balas Karren dengan wajah yang cemberut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments