Karren dan Silvia sudah berada di dalam mobilnya, namun Karren sejak tadi tidak kunjung menjalankan mobilnya membuat Silvia yang sedang memakai lipstiknya menoleh ke arah Karren.
“Woy! Lu kenapa ga jalan sih Ren?” tanya Silvia.
Namun yang di tanya sama sekali tidak menggubris ucapannya membuat Silvia akhirnya melihat apa yang sedang di lihat Karren sejak tadi.
“Lu liat apaan sih Ren?” tanya Silvia yang masih mencoba untuk memperhatikan keadaan sekitar.
“Mas Gibran sama bu Sarah.” Jawab Karren yang masih menatap ke arah keduanya yang saat ini sudah masuk ke dalam mobil Gibran.
“Idih emas! Berapa gram mbaknya?” ejek Silvia.
“Sil! Lu kok malah ngeledekin gue sih?” tanya Karren kesal.
“Lagi lu ngapain ngeliat mereka sampe segitunya sih? Jangan-jangan, lu beneran suka sama pak Gibran Ren?” tanya Silvia.
Karren menatap wajah sahabatnya dengan tatapan ragu, entah ragu dengan perasaannya sendiri atau ragu dengan apa yang mau dia ucapkan.
“Kalo gue suka sama wajahnya aja tapi ga suka sama sifatnya, itu bisa di bilang suka ga?” tanya Karren.
Silvia diam, dia berfikir sejenak mencoba untuk mencerna ucapan sahabatnya.
“Hemm,, bisa di bilang iya, tapi kayaknya fifthy-fifthy deh.” Balas Silvia dengan santainya, seolah dia salah seorang yang sudah hatam masalah cinta padahal dia sama sekali belum pernah berkencan.
Karren hanya mengangguk-anggukan kepalanya berpura-pura untuk mengerti, padahal dia tidak begitu yakin dengan ucapan Silvia dan ingin rasanya dia tertawa namun masih di tahan untuk menghargai Silvia.
“Lo mending jangan dekati pak Gibran deh Ren, denger-denger dia lagi deket sama bu Sarah.” Ucap Silvia dengan serius.
Karren sama sekali tidak terkejut akan hal itu setelah dia melihat sendiri kalau mereka berdua pulang berdua.
“Masa iya sih Sil? Gue ga tau tuh.” Ucap Karren yang pura-pura tidak mengerti agar Silvia menceritakan semua yang dia tau.
“Iya Ren, banyak anak kampus kita yang ngeliat mereka berangkat dan pulang bareng, tau sendiri mulut anak kampus kita tuh ember jadi langsung nyebar ke mana-mana.” Ucap Silvia.
“Gue juga pernah liat dengan mata kepala gue sendiri kalau bu Sarah sering bawa bekal buat pak Gibran.” Lanjutnya.
“Lo kayaknya peduli banget sama kehidupan mereka Sil, tumben banget.” Ucap Karren dengan tatapan curiga.
“Gue peduli karena ini ada hubungannya dengan lo Ren, kalo lo ga deket sama pak Gibran ya gue ga akan perduli.” Jawab Silvia.
Karren terharu mendengar ucapan Silvia, matanya seketika berbinar dan langsung memeluk tubuh sahabatnya itu.
“Ulu tayangku, perhatian banget sih...” ucap Karren dengan nada lebaynya.
“Ih apaan sih lo Ren lebay deh!” ketus Silvia sambil melepaskan pelukan sahabatnya dengan paksa.
Silvia menghela nafas panjang, lalu menatap wajah Karren yang sangat cantik itu.
“Kalo lo mau nurutin omongan bokap lo untuk mencari laki-laki saleh, gue bisa bantuin lo nyari, yang penting jangan mendekati laki-laki yang sudah memiliki pasangan!” tegas Silvia.
“Tapi kayaknya seru juga deh deketin cowok yang punya pasangan.” Ucap Karren.
“Ga usah aneh-aneh! Lo lupa sama prinsip kita?” tanya Silvia.
Ya, Karren dan teman-temannya yang lain memiliki prinsip yang sudah mereka pegang sejak lama, mereka akan mendekati siapapun, tapi tidak untuk laki-laki yang sudah memiliki pasangan.
Karren menghela nafas panjang lalu dia menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobil dengan tatapan jauh ke depan.
“Andai mas Gibran memang bener deket sama bu Sarah, tapi ternyata jodohnya malah gue, gimana tuh?” tanya Karren kembali.
“Lo ini sebenernya beneran serius mau deketin pak Gibran?” tanya Silvia.
“Engga sih, gue cuma iseng aja, ya tapi syukur-syukur kalo ternyata dia juga tertarik dan mau sama gue.” Ucap Karren sambil terkekeh.
“Terus kalo sebaliknya gimana?” tanya Silvia yang membuat Karren berhenti tertawa dan menoleh ke arah Silvia dengan kening yang berkerut.
“Maksud lo?” tanya Karren.
“Ya, gimana kalo ternyata waktu lo deketin pak Gibran, malah lo yang baper.”
“Ya, gue buat dia lebih baper dari gue lah!”
Silvia hanya menggelengkan kepala mendengar ucapan sahabatnya yang terkesan sedang terobsesi dengan dosen mereka.
“Sudahlah ayo berangkat, kita kan janjian sama yang lain.” Ucap Silvia sambil menepuk-nepuk lengan Karren yang masih memegang setir.
Karren pun mengangguk dan segera melajukan mobilnya keluar dari parkiran kampus.
Di sepanjang perjalanan, Karren terus saja memikirkan tentang Gibran dan Sarah yang terlihat cocok, sama-sama terlihat alim.
“Mungkin kalau menginginkan yang saleh harus seperti bu Sarah dulu ya?” gumam Karren yang masih bisa di dengar oleh Silvia.
“Yaampun Karren, lu masih kepikiran sama hubungan mereka? Perlu gue bantu mata-matain mereka?” tanya Silvia.
“Boleh tuh! Ide bagus!” seru Karren dengan semangat.
“Gila lo Ren! Gue bercanda kali tadi.”
“Tapi gue serius Sil! Kayaknya kita harus main mata-mata deh, kalo ga gitu gue bakal terus penasaran.” Rengek Karren.
“Ren, lu kan sama pak Gibran tetanggaan, ya lu liat aja gerak-geriknya dia selama ini, sering telfonan apa engga, sering keluar dengan pakaian rapih apa ngga, pernah bawa bu Sarah ke rumahnya apa ngga.” Ucap Silvia memberi ide.
“Wah! Daebak! Lu kadang pinter juga ya Sil.” Puji Karren dengan senang.
“Apaan sih, udah yuk lanjut yang lain udah pada nungguin di cafe nih.” Ucap Silvia.
“Gue cuma nganter lo aja ya Sil, gue ga ikut salam aja sama yang lain.” Ucap Karren tiba-tiba.
“What? Kenapa? Kok tiba-tiba berubah gitu sih lo Ren, ga asik deh!” ketus Silvia kesal.
“Gue mau mulai jadi mata-mata lah! Siapa tau sekarang mereka lagi berduaan di dalam rumah!” ucap Karren.
“Gila lo Ren, mirip siapa sih!” ketus Silvia.
“Kata bokap gue, gue mirip nyokap gue Sil haha.” Jawab Karren dengan santainya.
“Hattcchhii!!!” tiba-tiba saja di dalam rumah, Key yang sedang memasak bersin entah kenapa.
“Ga biasanya aku bersin gara-gara bumbu dapur, kayaknya ada yang ngomongin aku ini!” gumam Key.
Tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintu rumahnya membuat Key menghentikan kegiatannya.
“Biar bibi yang membuka pintunya nyah.” Ucap pelayan yang bekerja pulang pergi di rumahnya.
“Tidak perlu bi, aku saja.” Ucap Key yang langsung berjalan ke arah pintu depan.
Ceklek, Key membuka pintu dan tersenyum saat melihat Gibran sedang berdiri di hadapannya.
“Loh Gibran, ada apa? Tumben jam segini udah pulang, biasanya juga sore.” Ucap Key.
“Iya tante, kebetulan kelas Gibran hanya sampai siang makanya sudah pulang, oh iya ini tante, tadi Gibran beli martabak telor sekalian beliin tante juga buat gantiin isi piring yang kemarin tante kasih.” Ucap Gibran.
“Yaampun Gibran ngapain isinya di ganti juga sih? Piring kosongan juga ga apa-apa padahal, mau masuk dulu ga? Tapi Karren ga ada, papanya juga masih di kantor.” Ucap Key.
“Engga deh tante makasih, Gibran langsung pulang aja masih banyak kerjaan, titip salam aja buat om Bernard nanti ya te.” Ucap Gibran.
“Ga sekalian titip salam sama anaknya juga nih?” goda Key.
Gibran hanya tersenyum malu lalu berjalan kembali ke rumahnya, sedangkan Key hanya terkekeh melihat wajah Gibran yang malu-malu kucing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments