Di pintu masuk, seorang laki-laki sedang mencari jalan di tengah kerumunan orang yang sedang menari ke sana ke mari dengan pencahayaan yang kurang.
Ada banyak sekali wanita sexy yang menggodanya namun laki-laki itu terus mengabaikan godaan itu.
Sebenarnya dia tidak suka ke tempat seperti itu, namun karena harus bertemu dengan teman-temannya jadi dia terpaksa masuk ke dalam tempat itu.
Laki-laki dengan kemeja hitam itu masih berusaha untuk menghindari orang-orang yang sedang menari agar tidak menyenggol mereka.
Hingga sampailah dia di kursi tempat teman-temannya sudah berkumpul di sana, dan laki-laki itu akhirnya bisa bernafas dengan lega.
“Gib, akhirnya lo dateng juga.” Ucap salah satu teman Gibran yang langsung beranjak dari tempat duduknya.
Gibran memutar bola matanya karena kesal dengan sahabatnya yang bernama Arga itu, dia kesal karena teman-temannya sudah memaksanya untuk datang ke tempat yang tidak dia sukai itu.
Club malam itu adalah milik Arga dan keluarganya, jadi teman-temannya seringkali nongkrong di tempat itu.
Dulu sebelum jadi dosen Gibran sesekali ke tempat itu karena semua temannya memilih untuk nongkrong di tempat itu dan mau tidak mau akhirnya Gibran pun menuruti mereka semua.
Namun saat ini dia sudah menjadi dosen dan harus menjaga sikap karena bisa saja salah satu mahasiswanya nanti akan melihatnya di tempat seperti itu.
“Kalian yang maksa gue ke sini, kenapa sih harus ketemu di sini?” tanya Gibran dengan kesal.
“Kalo ga di paksa lo juga ga akan mau ke sini kan? Semenjak jadi dosen jadi susah banget ngajak lu nongkrong.” Sahut Anto atau yang biasa di panggi Toto.
“Ya engga di tempat gini juga kali, kalo ada mahasiswa gue yang lihat gimana?” tanya Gibran.
“Masalahnya cuma di sini kita bisa dapet gratisan.” Sahut Alif lalu tertawa di sahut dengan yang lainnya.
Gibran hanya bisa menggelengkan kepala tanpa menyanggah lagi karena yang di katakan oleh temannya itu memang benar adanya, club milik Arga selalu memberi mereka minuman dan camilan gratis.
Keempat laki-laki itu mulai berbincang mengobrol satu sama lain dengan asiknya, mereka saling bertanya tentang pekerjaan mereka masing-masing dan sesekali mereka tertawa bersama.
Gibran melihat sekeliling tempat itu secara seksama, walaupun bukan pertama kali ke tempat itu namun baru kali ini Gibran merasakan suasana club malam yang sesungguhnya karena biasanya dia langsung menuju ruangan Arga.
Perhatian Gibran tiba-tiba saja tertuju kepada seorang perempuan yang baru-baru ini menjadi tetangganya duduk dengan santai sambil meminum minuman yang di yakini adalah minuman beralkohol.
Gibran tidak pernah mengira kalau dia akan bertemu dengan perempuan itu di tempat seperti ini.
“Karren..” gumam Gibran dengan suara pelan.
“Hah? Lo manggil gue Gib?” tanya Alif dengan berteriak membuat Gibran menutup kedua telinganya.
“Berisik lo! Gue ga manggil lo kok.” Balas Gibran.
Alif hanya mengangguk-anggukan kepalanya lalu dia kembali mengobrol dengan yang lainnya.
Sedangkan Gibran kembali memperhatikan Karren yang terlihat sangat menikmati dan lebih liar dari dugaannya.
Karren memakai pakaian yang terbuka di bagian atas dan bawah, kakinya yang mulus dengan anggun dia silangkan yang membuat rok yang dia pakai tertarik ke atas dan mengekspose kaki putih mulusnya itu.
Entah kenapa Gibran merasa tidak suka melihat Karren seperti itu, terlebih ada banyak laki-laki yang melihatnya dan menyapanya.
Sedangkan di kursinya, Karren merasa ada seseorang yang terus memperhatikannya, Karren menoleh dan terkejut saat melihat Gibran ada di kursi yang tidak jauh dari tempat duduknya.
Karren tersenyum sambil mengangguk perlahan untuk menghargai keberadaan Gibran, namun Gibran hanya menampilkan wajah datarnya, bahkan sama sekali tidak membalas senyuman dari Karren.
Melihat hal itu membuat Karren kesal, dia menyesal karena sudah bersikap ramah kepada Gibran, padahal Karren sudah merasa kalau Gibran sudah tertarik padanya saat awal bertemu.
Karren yang kesal tanpa sadar terus meneguk minumannya bahkan menambah terus menerus hingga membuat teman-temannya menatap aneh ke arah Karren.
“Lo kenapa Ren? Ada masalah?” tanya Clara.
“Iya Ren, ga biasanya lo minum banyak gini.” Sahut Dina.
Karren menganggukkan kepala tanpa sadar, tiba-tiba saja dia menunjuk ke arah Gibran dengan tatapan tajam.
“Baru kali ini gue di cuekin sama seorang cowok! Bokap nyokap gue suka banget sama dia dan masuk dalam daftar mantu idaman mereka, tapi gue ga suka karena dia udah nyuekin gue tadi! Padahal waktu awal ngeliat gue dia salting sampe ngucap istighfar.” ucap Karren.
“Cowok yang mana sih Ren?” tanya Silvia.
Tatapan mata mereka tertuju pada laki-laki yang di tunjuk oleh Karren, ketiganya langsung mengerutkan kening dan saling menatap satu sama lain.
“Yang itu? Laki-laki gendut dan botak itu yang udah nyuekin lo?” tanya Silvia.
Memang saat itu tangan Karren tidak terlalu kuat untuk menunjuk karena Karren sudah mulai pusing.
“Ah bukan, bukan yang gendut itu, tapi laki-laki tampan yang itu.” Saat ini Karren semakin memperjelas arah tangannya.
Namun belum sempat ketiga temannya melihat arah yang di tunjuk oleh Karren, tiba-tiba saja Karren memegang kepalanya.
“Aduh pusing ih kenapa semua orang jadi ada dua? Eh engga, semua orang jadi ada tiga, wah hebat sekali.” Ucap Karren.
“Ren lo kayaknya udah mabuk deh, gue panggilin Darren bentar deh ya.” Ucap Clara yang langsung pergi mencari keberadaan sepupu sahabatnya itu.
Sedangkan Dina dan Silvia terus menemani Karren yang terus menerus mengeluh kalau dirinya pusing.
Tidak lama kemudian, seseorang duduk tepat di sebelah Karren dan merangkul pundaknya.
“Hai beib, kamu cuma sama Dina dan Silvia? Darren mana?” tanya Kevin yang tidak lain adalah mantan sekaligus sahabat Karren.
Kevin dan Karren sudah berpacaran cukup lama, sebelum akhirnya mereka putus karena kesibukan masing-masing dan Karren berkencan dengan laki-laki ‘gay’ itu.
Namun walaupun sudah putus, hubungan Karren dan Kevin sangatlah baik, mereka terus bersahabat dan sesekali mereka saling melakukan hal-hal yang romantis.
“Darren tadi sama pacarnya ga tau ke mana deh.” Jawab Karren.
“Lo mabuk kayaknya beb, gue anter pulang yuk.” Ajak Kevin.
Karren yang memang sudah sangat pusing langsung mengangguk mengiyakan ajakan Kevin.
“Eh tunggu, tadi dia dateng bareng Darren, emang ga masalah kalo baliknya sama lo?” tanya Dina.
“Ga masalah lah, nanti kalo Darren dateng bilang aja gue yang nganter Karren dan akan gue anter sampai rumah dengan selamat.” Ucap Kevin.
Dina dan Silvia tidak bisa melarang lagi karena Kevin memang sudah dekat dan sering mengantar dan menjemput Karren ke rumahnya.
Kevin memeluk pinggang Karren, awalnya memang Kevin ingin langsung mengantar Karren pulang, hanya saja tiba-tiba Karren mengajak Kevin untuk berdansa lebih dulu.
“Baiklah sebentar aja ya beb, habis ini aku akan mengantarmu pulang.” Ucap Kevin yang di balas anggukan oleh Karren.
Kevin dan Karren mulai menari, Karren mengalungkan kedua tangannya di leher Kevin sedangkan Kevin memeluk pinggang Karren dengan erat.
Gibran sejak tadi sudah menatap kepergian Karren dan Kevin dengan tatapan tajam, ada rasa kesal pada dirinya saat melihat Karren dengan mudahnya membiarkan laki-laki memeluk pinggangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments