Karren segera keluar dari kamarnya, menuruni tangga dan berjalan ke arah meja makan.
Namun dia merasa aneh karena tidak ada siapapun di meja makan, bahkan makanan belum di sentuh sama sekali.
“Di mana semua orang? Kenapa tidak ada siapa-siapa di sini?” gumam Karren sambil melihat ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan mami dan papinya.
Karren memutuskan untuk ke dapur dan melihat maminya sedang membuat kopi untuk sang papi.
“Mam, kenapa papi ga ada di meja makan? Bukannya tadi papi bilang laper?” tanya Karren.
“Iya laper, tapi tadi di telfon temennya katanya ada berkas yang kurang jadi dia kembali ke ruang kerjanya.” Ucap Key.
“Karren liat papi dulu deh mam.” Ucap Karren.
Rumah Karren memiliki dua tangga berhadapan, yang satu tangga menuju kamar Karren dan kamar orang tuanya, sedangkan yang satunya menuju kamar tamu dan ruang kerja papinya.
“Iya sana sekalian suruh turun keburu makanannya dingin.” Balas Key.
Karren segera menaiki tangga menuju ruang kerja papinya, namun saat mendekati pintu ruang kerjanya, Karren mendengar suara papi sedang berbicara dengan seseorang.
“Ah payah! Kamu ga bisa main ya? Ke kanan, awas awas ada musuh!” ucap Bernard dari dalam ruang kerjanya.
Mendengar hal itu membuat Karren tersenyum, dia langsung membuka pintu ruang kerja papinya tiba-tiba membuat papinya terkejut.
“Yaampun Karren! Kamu ga bisa ketuk pintu dulu?” tanya Bernard yang terkejut saat melihat putri semata wayangnya sudah masuk ke dalam ruang kerjanya dan menangkap basah dirinya.
Namun Karren hanya diam, tersenyum tipis dan menaik turunkan alisnya membuat Bernard tau kalau putrinya itu sedang merencanakan sesuatu.
“Jadi ini kerjaan papi toh,, walaupun lagi laper juga di tinggal demi kerja penting ini ya pi?” ucap Karren.
“Ssstt,, jangan bilang mami kamu! Bisa-bisa papi di ceramahin seharian kalo kamu ngadu.” Ucap Bernard sambil menempelkan jari telunjuknya ke bibirnya.
Senyum Karren semakin lebar, tatapannya membuat Bernard langsung mengerti apa yang di inginkan putrinya itu.
“Ya, ya, ya papi sudah tau apa yang kamu inginkan.” Ucap Bernard yang langsung mengambil ponsel satunya dan mentransfer sejumlah uang kepada putrinya.
“Sudah, puas kan? Jadi jangan ganggu papi, bilang sama mami kalau papi masih sibuk.” Ucap Bernard.
“Thank you papi!!!” Karren mencium pipi papinya dan memeluknya dengan erat.
“Jangan peluk-peluk papi nanti kalah!” ucap Bernard sambil memiringkan kepalanya karena terhalang tubuh Karren.
Saat mau keluar dari ruang kerja papinya, Karren melihat ada nyamuk yang hinggap di pipi papinya, namun papinya sama sekali tidak sadar akan hal itu membuat Karren gemas di buatnya.
“Pi,, maaf ya.” Ucap Karren yang langsung berjalan masuk kembali mendekati papinya.
Bernard sama sekali tidak menggubris permintaan maaf Karren karena sibuk bermain game.
Plakk!! Tiba-tiba saja Karren refleks memukul nyamuk yang ada di pipinya membuat Bernard menghentikan permainannya saat merasa pipinya tertampar oleh putrinya sendiri.
“Karren!!!” geram Bernard.
“Kamu punya dendam tersembunyi sama papi ya?”
“Nyamuk pi, ada nyamuk di pipi papi, tuh liat tuh darahnya masih ada di pipi papi.” Ucap Karren berjalan menjauh perlahan.
Bernard hanya mendengus kesal, dia kembali melanjutkan permainannya dan sesekali menggaruk pipinya yang baru terasa gatal karena gigitan nyamuk tadi, membuat Karren bisa bernafas lega dan segera keluar dari ruang kerja papinya namun baru beberapa langkah keluar Karren kembali masuk ke dalam lagi.
“Pi..” panggil Karren.
“Apa lagi sih Karren…” jawab Bernard yang sudah kesal.
“Mami bilang, papi sama mami mau aku mendapatkan laki-laki seperti tetangga depan rumah ya?” ucap Karren.
Bernard tampak berfikir sejenak lalu akhirnya mengangguk.
“Gibran? Iya, kamu harus mendapatkan laki-laki sepertinya, dia laki-laki yang baik.” Ucap Bernard dengan santainya.
Karren mendengus kesal, dia yakin jika laki-laki kriteria papinya terlalu tinggi untuk Karren yang selalu bergaul di tempat yang laki-lakinya bar-bar seperti Darren.
“Kalo aku ga bisa dapet cowok kayak dia gimana pi?” tanya Karren.
“Ya udah sama dia aja.” Balas Bernard dengan santainya.
Mendengar ucapan Bernard membuat Karren kesal, sangat mustahil mendapatkan hati Gibran karena sekali kedip saja dia sudah istighfar.
Karren memutuskan untuk keluar dari ruangan kerja papinya, dia sudah memiliki cara untuk membalas kekesalannya kepada papinya.
“Mana papi? Kok kamu turun sendirian?” tanya Key.
“Papi masih main game mam di atas.” Jawab Karren dengan santainya.
Mendengar jawaban dari putrinya membuat Key melotot, melihat maminya yang sudah seperti itu membuat Karren langsung menutup kedua telinganya rapat-rapat.
“OM BERUANG!!!” teriak Key membuat seisi rumah gempar.
Karren tersenyum penuh kemenangan, karena setiap maminya marah, dia akan memanggil Bernard dengan sebutan om beruang hahaha…
Sedangkan di dalam ruang kerjanya, Bernard terkejut mendengar teriakan sang istri, Bernard sudah tau siapa dalang di balik semua itu dan langsung mengutuk putrinya karena sudah mengadukannya kepada Key.
Menurut Karren, papi dan maminya sangatlah menggemaskan, mereka berdua seperti pasangan muda walaupun sudah memiliki anak sebesar dirinya, sering kali keduanya berdebat hanya karena hal-hal kecil, namun di mata Karren perdebatan-perdebatan kecil seperti itu justru sesuatu yang romantis.
Karren sangat ingin memiliki suami seperti papinya, papi memperlakukan mami layaknya seorang ratu, memanjakannya dan selalu mendukung apapun yang di inginkan maminya.
“Kalian berdua romantis sekali..” ucap Karren dengan tangan yang sudah di satukan.
“Karren!!! Kembalikan uang papi!” geram Bernard yang saat ini sudah turun ke bawah.
“Eits!! Uang yang sudah di berikan tidak boleh di kembalikan loh.” Ucap Karren sambil menjulurkan lidahnya mengejek sang papi.
Bernard mau menghampiri putri semata wayangnya dan berniat untuk menjewer telinganya, namun Key dengan segera menatap Bernard dengan tajam membuat Bernard mengurungkan niatnya.
“Assalamualaikum…” ucap seseorang yang sudah berdiri di ambang pintu yang terbuka lebar.
“Waalaikumsalam…” jawab Bernard, Key dan Karren secara bersamaan.
“Gibran?” ucap Bernard yang langsung berjalan menghampiri Gibran dan mempersilahkannya untuk masuk.
Begitu pula dengan Key yang seketika amarahnya hilang saat melihat Gibran dan menyuruh Gibran untuk duduk.
Sedangkan Karren hanya diam, dia tidak mau menatap wajah Gibran karena malu sudah mengedipkan matanya tadi.
Sedangkan sejak tadi Gibran mencuri-curi pandang melihat Karren yang dari tadi membuang muka saat melihatnya.
Penampilan Karren saat ini sudah lebih sopan dari sebelumnya membuat Gibran berani untuk menatap Karren sedikit lebih lama.
“Gibran, kenalkan ini Karren anak om, Karren dia Gibran tetangga depan rumah kita.” Ucap Bernard mengenalkan Karren dan Gibran.
Karren kesal dengan papinya, kenapa sang papi harus mengenalkannya kepada Gibran, dia semakin malu karena saat ini Gibran sudah mengetahui namanya, bagaimana kalau nanti Gibran mengatakan kepada papi dan maminya kalau tadi Karren menggodanya.
“Saya Gibran Mahardika, panggil Gibran aja.” Ucap Gibran dengan ramahnya sambil mengulurkan tangan ke arah Karren.
Awalnya Karren tidak ingin membalas uluran tangan itu, namun kedua orang tuanya melotot ke arahnya membuat Karren mau tidak mau membalas uluran tangan itu.
“Karren.” Ucap Karren sambil tersenyum paksa.
“Kamu panggil mas Gibran aja biar sopan, dia ini lebih tua dari kamu loh Ren, soalnya kalo kak Gibran rasanya aneh deh.” Ucap Key dengan senyum menggoda membuat Karren menatap tajam sang mami.
Karren tau, kalau maminya sudah memiliki misi baru yaitu mendekatkan Karren dengan Gibran.
“Ada apa kamu ke sini Gibran?” tanya Bernard.
“Saya mau pinjam palu om, ada kan?” tanya Gibran.
“Ada kok, ayo ikut ke gudang belakang.” Ajak Bernard.
Gibran berjalan mengikuti langkan Bernard menuju gudang yang letaknya di belakang.
Keduanya melewati sebuah tembok yang banyak tergantung foto-foto kebersamaan keluarga mereka, namun langkahnya terhenti saat sebuah foto menarik perhatiannya.
Sebuah foto anak perempuan yang terlihat sangat cantik, tersenyum dengan giginya yang jarang-jarang membuat Gibran tersenyum.
Bernard menyadari kalau Gibran tidak mengikutinya, dia langsung menoleh ke belakang dan melihat Gibran sedang memandangi foto putrinya.
“Itu foto Karren waktu berusia 4 tahun, menggemaskan bukan? Tidak seperti sekarang yang sangat bar-bar.” Ucap Bernard.
Gibran hanya tersenyum sambil mengangguk setuju dengan ucapan Bernard.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦⒋ⷨ͢⚤IмᷡαͤѕͥᏦ͢ᮉ᳟🍜⃝🦁
ayo gibran ini tantangan buat kamu,bisa gk naklukin gadis bar bar seperti karren 😁😁
2023-02-06
1