Aroma masakan yang lezat tercium di hampir seluruh sudut ruangan apartemen yang di tinggali Zoya. Rasanya masakan Zoya itu akan membuat siapa saja merasa lapar.
Namun itu tidak berlaku untuk Andreas. Suami dari Zoya itu mengabaikannya begitu saja ketika sampai ke apartemen. Padahal sejak sore tadi Zoya sangat bersemangat memasak makan malam untuk suaminya itu.
Zoya sudah menunggu Andreas pulang untuk makan malam bersama. Namun ketika dia sampai, semua tak sesuai harapan.
Zoya terdiam menatap seluruh masakannya yang terhidang di meja makan. Dia bingung akan diapakan segala macam masakan itu?
"Tuan Andreas berkata sudah makan di luar. Aku tidak mungkin memakan ini semua sendirian. Aku sudah sangat kenyang." Ucap Zoya
Yang terlintas dalam fikiran Zoya adalah Ibu dan Ayahnya. Akhirnya dia memindahkan semua makanan itu ke dalam sebuah wadah. Kemudian dia mencuci semua piring kotor dan menatanya kembali ke rak.
"Sudah bersih semuanya, aku akan mengantar ini sekarang." Ucap Zoya pada dirinya sendiri.
Zoya menenteng tas berisi kotak-kotak makanan itu. Sebelum itu dia mengambil tas berisi handphone juga kartu akses apartemen.
Saat sudah membuka pintu untuk pergi, dia baru teringat jika harus izin dahulu kepada suaminya. Saat ini dia adalah seorang istri. Jadi jika ingin bepergian harus izin atau pamit. Apalagi ini sudah malam.
Ekspresi Zoya menciut. Dia merasa ragu sekali ingin mengetuk pintu kamar suaminya yang tertutup rapat itu.
Tiba-tiba saja gagang pintu kamar Andreas terlihat turun, tandanya Andreas akan membuka pintu. Secepat mungkin Zoya mundur dari tempatnya berdiri.
Karena berjalan mundur secara terburu-buru, Zoya tersandung kakinya sendiri. Hal itu akan membuat dirinya jatuh ke lantai jika saja Andreas tidak menopangnya. Ya, Andreas dengan sigap menolong Zoya yang akan terjatuh.
Mereka berdua saling menatap satu sama lain. Namun bukannya merasa ini hal yang romantis, Zoya merasakan hal ini cukup horror baginya. Dengan segera dia melepaskan diri dari Andreas.
"Terima kasih Tuan Andreas. Dan maaf tadinya saya hanya ingin meminta izin untuk pergi ke rumah orang tua saya." Ucap Zoya seraya menundukkan kepalanya.
"Pergi saja, kau tidak perlu meminta izin padaku." Ucap Andreas seraya berlalu pergi menuju kamar mandi. Namun kemudian dia berhenti dan kembali menoleh pada Zoya yang masih berdiri di tempatnya.
"Aku ingatkan padamu, jangan sentuh barang-barangku. Aku juga tidak akan mengucapkan terima kasih padamu atas apa yang kau lakukan." Ucap Andreas dengan tatapan datarnya. Lalu dia benar-benar menghilang di balik pintu kamar mandi yang sudah tertutup rapat.
Zoya menelan salivanya dalam dalam. Ia juga mengerjapkan matanya bersamaan dengan itu. Rasanya sulit sekali mendapatkan feedback yang positif dari suaminya. Tapi dia harus bersabar untuk ini semua. Ia menghembuskan nafas panjangnya lalu pergi meninggalkan apartemennya.
Saat sudah berada di luar unit apartemennya, Zoya melihat ke sekelilingnya. Dia masih cukup penasaran dimana letak unit milik mantan kekasihnya. Dia berharap bukan yang tepat berhadapan dengan unit yang ia tinggali.
Setelah beberapa menit terdiam, akhirnya Zoya meneruskan langkahnya menuju lift untuk turun ke lobby. Dia sudah memesan taksi online untuk mengantarnya pergi ke rumah orang tuanya.
Lagi-lagi sampainya di lobby, Zoya berpapasan dengan Rafli. Namun kali ini Rafli tidak sendiri. Terlihat seorang perempuan menggelayuti lengannya dengan mesra.
Langkah Zoya langsung terhenti. Matanya memusatkan pandangan kepada Rafli. Hatinya terasa berkecamuk. Banyak sekali pertanyaan di dalam otaknya. Namun kini dirinya tidak berhak apa-apa untuk menanyakan itu semua pada Rafli.
Zoya memasang senyum ramah berharap Rafli akan menyapanya. Namun ternyata Rafli melewatinya begitu saja, seakan mereka berdua tidak pernah saling kenal. Rafli melakukan semua yang dia katakan tadi siang saat bertemu Zoya di lift. Mantan kekasih Zoya itu meminta untuk mereka bersikap seperti seseorang yang tidak pernah saling kenal.
Rafli dan perempuan yang kemungkinan kekasih barunya itu, kini sudah menghilang memasuki lift. Tak bisa di pungkiri di dalam hati, Zoya masih punya rasa cemburu melihat Rafli bersama perempuan lain.
"Perempuan tadi itu cantik dan modis. Tapi mereka mau ngapain di dalam apartemen?" Zoya mulai berfikir jauh. Namun beberapa detik kemudian dia tersadar jika itu bukanlah urusannya. Dia pun melanjutkan langkahnya keluar dari gedung apartemen. Karena taksi yang di pesannya sudah menunggu.
***
Ibu Aminah menyambut kedatangan putrinya dengan pelukan hangat. Mereka saling melepas kerinduan.
"Ayo masuk, kau malam-malam kenapa kemari, suamimu mana?" Tanya Ibu Aminah.
"Emm mas Andreas tidak ikut, dia kecapek an. Aku tadi masak banyak jadi aku bawa kemari. Mas Andreas kok yang nyuruh. Aku juga diantar sopir kok, tidak sendiran." Jawab Zoya agar Ibunya tidak curiga tentang hubungannya dengan Andreas.
"Oh iya, terima kasih ya nak." Ucap Ibu Aminah menerima dengan senang hati pemberian putrinya.
"Ayah kemana Bu, kok enggak kelihatan. Apa sudah tidur?" Tanya Zoya yang tidak melihat keberadaan Ayahnya.
"Ayahmu lagi pengajian di rumah pak Rahmat yang baru pulang Umroh itu." Jawab Ibu Aminah.
Zoya hanya mengangguk-angguk. Mendengar kata Umroh, seketika dalam hatinya berucap semoga suatu saat bisa Umroh bersama kedua orang tuanya.
Sudah meras cukup lama Zoya berada di sana, dia pun berpamitan untuk pulang. Zoya sudah memberitahu jika saat ini sudah tinggal berdua dengan Andreas. Hal itu membuat Ibunya senang dan mendoakan semoga Zoya secepatnya mendapat momongan. Di dalam hatinya langsung berkata jika itu mustahil. Bagaimana bisa mempunyai momongan? Jangankan tidur bersama, di akui sebagai istri saja tidak.
***
Jam menunjukkan pukul sembilan lewat lima belas menit ketika Zoya sampai di apartemennya. Lampu masih menyala di seluruh sudut ruangan. Namun tidak terlihat Andreas ada di sana. Pintu kamarnya tertutup rapat. Kemungkinan setelah mandi tadi suami dari Zoya itu langsung kembali ke kamarnya.
Zoya pun berlalu saja memasuki kamarnya. Dia menaruh tasnya kemudian melepas jaket yang di pakainya. Setelah itu dia mengganti flat shoesnya dengan sendal rumahannya. Dia mengambil handuk khusus wajah dan keluar kamar lagi menuju kamar mandi.
Zoya membersihkan wajahnya, sikat gigi, dan kemudian mengambil air wudhu. Setelah itu dia kembali ke dalam kamarnya.
Zoya melaksankan ibadah sholat isya' sebelum dia tidur. Selesai sholat seperti biasa dia berzikir dan di akhiri dengan doa. Zoya menengadahkan kedua tangannya. Pertama-tama dia memohon ampun atas segala dosanya juga dosa-dosa kedua orang tuanya. Tak lupa dia juga mendoakan almarhumah Rania. Dan yang terakhir, dia berdoa untuk keberlangsungan rumah tangganya.
"Ya Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Hamba tahu, menikah itu adalah ibadah yang paling panjang. Maka dari itu hamba mohon berikanlah hamba kesabaran untuk menjalaninya dan berikanlah titik terang dalam pernikahan hamba.... Amiin."
Setelah selesai sholat dan berdoa, Zoya ingin langsung tidur. Namun dia mengurungkan niatnya saat melihat lampu-lampu di luar masih menyala. Dia melihat itu dari pintu kamarnya yang ternyata tidak tertutup sempurna sejak tadi.
Saat membuka pintu lebar-lebar, Zoya langsung melihat Andreas berdiri di sana. Ekspresi wajahnya terlihat tidak mengenakkan sama sekali.
"Tuan Andreas ada apa?" Tanya Zoya dengan nada sangat pelan hampir tak terdengar di telinga.
"Aku hanya ingin mengatakan satu hal padamu. Jika saja bisa aku sudah menceraikanmu sejak lama. Namun karena aku terikat janji dengan Rania, itu tidak bisa kulakukan. Jadi jangan berharap lebih dengan pernikahan ini, karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah mencintaimu." Ucap Andreas dengan tegas. Dia berucap seperti itu karena mendengar segala doa yang di panjatkan oleh Zoya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments