Hari berganti malam. Diluar hujan turun begitu derasnya. Zoya tengah mempersiapkan makan malam bersama Cici. Dia berinisiatif membuatkan teh jahe untuk Andreas. Di luar cuaca sangat dingin. Meski suaminya itu mengendarai mobil, tapi tetap saja angin malam tetap bisa memasuki celahnya.
Zoya juga sudah menyiapkan handuk dan baju ganti di kamar. Karena sebentar lagi Andreas akan sampai ke rumah. Dan benar saja, terdengar suara mobil yang di pastikan milik Andreas.
Sesuai apa yang di ajarkan mama Irma, Zoya menyambut kedatangan Andreas. Dia mengambil alih tasnya dan mengikutinya masuk ke dalam kamar. Andreas hanya diam saja tidak protes dengan apa yang di lakukan oleh Zoya.
"Tuan Andreas, saya sudah menyiapkan baju ganti. Air hangatnya juga sudah saya siapkan." Ucap Zoya
Andreas tidak menjawab sedikitpun perkataan Zoya. Akhirnya Zoya pun pamit keluar dari kamar. Karena apa yang harus di lakukannya jika Andreas saja bersikap dingin padanya.
Tadinya mama Irma menyuruh agar Zoya membantu Andreas melepas dasi dan sepatunya. Namun melihat situasi sekarang hal itu tidak mungkin dia lakukan.
"Kalau begitu saya permisi." Ucap Zoya
"Tunggu Zoya," Panggil Andreas
Jantung Zoya rasanya langsung berdegup kencang. Dalam otaknya langsung memikirkan kesalahan apa lagi yang telah di buatnya kali ini.
"Kau tidak perlu melakukan semua ini. Aku bisa melakukannya sendiri." Ucap Andreas yang kemudian melangkah memasuki kamar mandi. Padahal Zoya belum sempat menjawabnya.
Baru begini saja sudah di tolak oleh Andreas. Bagaimana jika tadi dia melakukan suruhan mama Irma, pastinya Andreas akan marah padanya.
..
Setelah selesai mandi Andreas ikut bergabung di meja makan. Zoya sedikit kecewa setelah melihat Andreas. Baju yang telah di siapkannya tidak di pakai oleh Andreas. Tapi Zoya tetap tersenyum seakan semuanya berjalan mulus saja.
Selesai makan bersama, mereka duduk di ruang keluarga. Papa Brahmantya ingin membicarakan hal yang serius. Yaitu tentang peresmian pernikahan Andreas dan Zoya. Ini sudah saatnya mereka mencatatkan pernikahan secara negara. Karena dulu mereka hanya menikah secara agama.
"Andreas ini sudah saatnya kau mencatatkan pernikahanmu dengan Zoya di kantor KUA." Ucap papa Brahmantya di dukung penuh oleh Mama Irma.
"Aku belum siap untuk itu pah mah." Ucap Andreas
"Tapi kenapa? Apakah kau punya niatan untuk bercerai dengan Zoya?" Tanya Mama Irma dengan tatapan serius. "Jika jawabannya iya, kau sama saja mengingkari janjimu dengan Rania. Rania tidak akan tenang jika kau berpisah dengan Zoya." Ucap Mama Irma
"Aku tidak ingin membahas ini. Aku mau beristirahat." Ucap Andreas, dia beranjak meninggalkan semuanya begitu saja.
Saat ini Andreas masih berselimut kabut duka kehilangan wanita yang paling di cintainya setelah mamanya. Hatinya masih tertutup rapat hanya untuk Rania saja. Dia juga sama sekali belum terfikirkan akan di bawa kemana hubungannya dengan Zoya nanti.
Setelah Andreas pergi, Papa Brahmantya juga pergi ke kamarnya. Kini tinggal Zoya dan Mama Irma saja. Mama Irma dengan penuh kasih sayang mengusap pundak Zoya. Dia berkata Zoya harus sabar menghadapi Andreas. Mama Irma juga memastikan jika putranya tidak akan menceraikan Zoya.
"Kau sudah mengorbankan hubunganmu demi menikah dengan Andreas. Mama pastikan kalian akan berbahagia suatu saat nanti. Mama yakin Rania tidak salah memilihkan istri untuk Andreas." Ucap Mama Irma seraya memeluk Zoya penuh kasih sayang.
Malam itu mama Irma memberikan sesuatu yang mengejutkan bagi Zoya. Sebuah baju tidur seksi berwarna merah. Mama Irma tahu Zoya dan Andreas belum malam pertama. Jadi dia sengaja membelikan menantunya baju dinas malam yang seksi itu.
"Malam ini pakailah baju ini di hadapan Andreas. Mama yakin dia pasti akan tergoda denganmu." Ucap Mama Irma dengan antusias. Karena dia sudah ingin menimang cucu.
"Tapi ma .."
"Tidak ada tapi tapi.. pakailah malam ini. Mama masuk ke kamar dulu. Semoga berhasil." Mama Irma menyemangati Zoya sebelum meninggalkannya sendirian.
Zoya menjembreng baju yang di berikan mama Irma. Dia tertegun melihat betapa minimnya baju itu. Apa mungkin dia berani memakai baju seperti itu di hadapan Tuannya. Yang dia takutkan bukannya terdoga tapi Andreas malah marah dan mengusirnya dari kamar.
Zoya merengek tanpa suara. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu. Haruskah dia memakai baju minim itu malam ini?
🌺🌺
Semakin malam hujan semakin deras. Hawa dingin terasa menusuk tulang. Zoya sudah cukup lama berdiam diri di dalam kamar mandi. Dia berdiri di hadapan cermin yang ada di dalam sana. Baju yang di kenakannya memperlihatkan lekukan tubuhnya.
Gadis sembilan belas tahun itu menghela nafas panjang berkali-kali. Jantungnya berdegup dengan kencang. Seluruh tubuhnya terasa gemetar. Namun dia terus memantapkan hatinya.
"Ini adalah salah satu sumber pahala bagi seorang istri. Aku tidak boleh malu. Aku harus bisa melakukannya." Ucap Zoya memantapkan hati.
Dengan langkah yang sangat pelan dia keluar dari dalam kamar mandi. Ini adalah hari ke sepuluhnya tidur dalam satu kamar dengan Andreas. Selama itu mereka tidak tidur dalam satu kasur. Andreas menyiapkan kasur lipat sebagai alas Zoya tidur di lantai. Karena tidur dalam satu kamar dengan Zoya bukanlah keinginannya. Hal itu terjadi atas paksaan Mama Irma.
Malam ini Zoya berharap dapat berhasil menaiki ke ranjang dimana suaminya tidur sendiri selama ini. Dia sudah keluar dari kamar mandi. Namun rasanya berat untuk menengadahkan kepalanya menatap ke depan. Dia terdiam cukup lama. Dia tidak mendengar suara apapun. Apa mungkin Tuan Andreas saat ini tengah murka dan menatapnya dengan tajam?
Perlahan dia memberanikan diri mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk. Ternyata tidak ada siapa-siapa di sana. Andreas sudah tidak ada di atas ranjangnya. Padahal tadi Andreas duduk diatas ranjang sembari bermain ponselnya.
"Kemana perginya Tuan Andreas?"
Zoya terduduk di tepian ranjang. Sedari tadi jantungnya terasa mau copot. Membayangkan apa yang terjadi saat setelah dia keluar dengan pakaian seksi itu. Tapi ternyata suaminya pergi entah kemana. Zoya memakai luaran kimono untuk menutupi badannya. Dengan putus asa dia menggelar kasur yang biasa menjadi alas tidurnya. Malam ini dia nyatakan gagal.
Zoya langsung tidur dengan pulas. Beberapa saat kemudian dia terbangun karena tenggorokannya sangat gatal. Dia terbangun dan mengambil teko air yang ada di atas nakas. Setelah minum dia baru sadar jika suaminya belum kembali ke kamar. Di lihat jam sudah menunjukkan pukul sebelas lebih tiga puluh lima menit.
"Sudah hampir tengah malam tapi Tuan Andreas tidak kembali ke kamar ini. Apa dia tidur di kamar lain?"
Zoya akhirnya memutuskan untuk keluar kamar. Matanya langsung terfokus pada pantulan cahaya dari ventilasi ruang kerja Andreas. Dia langsung punya pemikiran jika suaminya mungkin ketiduran di sana.
Jika memang Andreas ada di sana, Zoya akan membangunkannya agar berpindah ke kamar. Setiap harinya Andreas sibuk bekerja di kantor. Jadi sebisa mungkin saat malam hari dia harus beristirahat dengan nyaman.
Zoya sudah berada sangat dekat dengan pintu ruang kerja Andreas. Saat itu dia mendengar suara yang aneh.
"Suara apa ini? Apakah ini suara dengkuran Tuan Andreas? Tapi kok suaranya sedikit aneh."
Rasa penasaran membuat Zoya dengan berani membuka pintu yang kebetulan tidak terkunci itu. Saat pintu terbuka, Zoya langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Matanya membelalak melihat apa yang sedang di lakukan oleh Tuan Andreas.
Pintu langsung kembali Zoya tutup rapat-rapat. Dia langsung ambruk bersandar pada tembok. Jantungnya berdegup kencang. Rasanya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Dia melihat benda pusaka milik Andreas yang tengah berdiri tegak. Dan suara yang di dengarnya bukanlah dengkuran, melainkan suara lenguhan Andreas yang sedang melakukan pemuasan diri.
Memang semenjak Rania sakit dan tidak bisa memenuhi hasratnya, Andreas memilih untuk melakukannya sendiri saat ingin. Dia bisa saja menyewa wanita penghibur. Namun itu tidak dia lakukan karena menghargai perasaan Rania. Bahkan sekarang sudah ada Zoya, dia juga tetap memilih melakukannya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments