Rafli menatap sendu ke arah air sungai yang mengalir di hadapannya. Dulu di tempatnya berdiri saat ini, dia menyatakan cintanya pada Zoya. Hari ini harusnya genap dua puluh enam bulan mereka berpacaran. Namun hubungan itu berakhir begitu saja.
Sudah cukup lama Rafli berdiri di sana. Hingga tiba waktunya untuk dia berangkat bekerja. Rafli berjalan kaki sampai ke ujung gang. Sangat kebetulan sebuah mobil mewah berhenti di sana. Zoya turun dari mobil itu. Rafli ingin mengabaikannya dan segera mencari taksi. Namun Zoya berlari menghalaunya.
"Rafli tunggu,"
"Ada apa lagi? Lepaskan pegangan tanganmu. Tidak pantas istri seseorang memegang tangan pria lain yang merupakan mantan kekasihnya." Ucap Rafli tanpa mau menatap Zoya.
"Raf maafkan aku. Aku terpaksa begini. Aku harap kau bisa mengerti keadaanku." Ucap Zoya
Rafli tersenyum kaku menanggapi perkataan Zoya. "Iya aku mengerti, sangat mengerti. Kau tidak terpaksa melakukan ini. Siapapun tidak akan menolak jika dinikahi pria kaya raya bermobil mercy." Ucap Rafli dengan sinis.
"Bukan begitu Raf, kau salah menafsirkannya." Zoya mencoba membenarkan pemikiran Rafli tentangnya.
"Ck,, Sudahlah. Aku menyesal karena pernah mencintaimu. Aku telah salah menilaimu. Selamat menikmati pilihanmu." Ucap Rafli yang setelahnya pergi dengan taksi yang diberhentikannya.
"Raf tunggu, Raf kau harus mengerti posisiku. Maafin aku Raf.. Rafli!!" Teriak Zoya seraya menggedor pintu taksi yang di naiki Rafli.
"Mengapa aku harus mengerti keadaanmu Zoya, sementara kau sendiri tidak peduli bagaimana sakitnya hatiku. Aku harus menerima kenyaataan kau menikah dengan pria lain." Batin Rafli yang begitu teriris.
**
**
Zoya melangkah lesu menuju ke kediamannya. Hari ini dia pulang untuk mengambil beberapa barang miliknya.
"Assalamualaikum," Ucap Zoya sembari masuk ke dalam rumah.
"Waalaikumsalam, Zoya ibu sangat merindukanmu." Ucap Aminah, Ibu Zoya. Dia langsung memeluk putrinya yang baru menikah kemarin.
"Ibu seperti tidak bertemu denganku sepuluh tahun saja. Lagipula ini kan bukan pertama kaliku tidak pulang kerumah." Ucap Zoya sembari mengurai pelukan Ibunya.
Aminah tertawa mendengar perkataan putri keduanya itu. Ya, Zoya adalah anak kedua di keluarganya. Kakaknya sudah lebih dulu menikah dan tinggal bersama suaminya di Surabaya.
Zoya membanting tubuhnya ke sofa yang empuk di ruang tamu. Dia merasa cukup lelah, padahal baru satu hari menjadi istri Tuan Andreas.
"Zoya kau kelihatan lelah sekali, apakah semalam kau sudah ...."
"Ibu berfikir apa? Jangan berfikir yang tidak-tidak ah." Zoya meringkuk diatas sofa dan membelakangi posisi ibunya.
"Ya kan wajar ibu tanya seperti itu Zoya, kau kan sudah menikah. Kau di perlakukan dengan baik kan oleh suamimu?"
Mendengar pertanyaan dari ibunya hati Zoya langsung tersentak. Mana mungkin dia jujur tentang perlakuan Tuan Andreas yang dingin dan tidak menganggap dirinya. Itu akan membuat Ibu dan Ayahnya bersedih.
"Hemm, baik kok bu. Sangat baik sama seperti Bu Rania." Jawab Zoya berbohong menutupi segalanya.
"Syukurlah kalau begitu. Oh ya Ibu tadi ketemu Rafli, dia masih menyapa Ibu. Hubungan kalian tetap baik kan? Dia hebat ya bisa mengerti keadaanmu. Sebenarnya Ibu tuh sudah berharap Rafli jadi menantu Ibu. Tapi rencana Allah nggak ada yang tahu." Ucap Aminah. Zoya hanya menanggapinya dengan senyum tipis hampir tak terlihat.
Zoya tidak lama berada di rumah orang tuanya. Setelah mengambil barang yang ingin di bawa, dia langsung berpamitan. Sopir pribadi Andreas sudah menunggu di depan gang.
"Loh pak Danu masih di sini, bukannya tadi Tuan Andreas berkata setelah mengantar saya bapak harus kembali ke kantornya." Ucap Zoya pada sopir pribadi Andreas.
"Saya di perintahkan menunggu nona Zoya oleh Tuan. Nona Zoya di minta datang ke kantor. Tadi Tuan Andreas menelefon di handphone nona yang ketinggalan di sini." Ucap pak Danu
"Oh iya handphone saya nggak kebawa gara-gara keburu turun. Eh tapi jangan panggil saya begitu pak. Panggil nama seperti biasanya saja." Ucap Zoya dengan senyum ramah.
"Saya di perintahkan oleh Bu Rania untuk memanggil seperti itu. Lagipula sekarang nona kan sudah menjadi bagian keluarga Himawan." Ucap pak Danu.
"Baiklah kalau begitu pak. Kalau begitu ayo berangkat. Saya takut Tuan Andreas marah jika datang terlalu lama."
...****************...
Sampai di perusahaan milik keluarga Himawan yang kini di kelola oleh Andreas, Zoya langsung menaiki lift menuju lantai Dua belas. Dimana ruangan Andreas berada. Saat lift terbuka, Zoya langsung buru-buru keluar. Sialnya dia menabrak seorang pria yang tengah membawa segunung map berisi berkas.
"Ouaah,," Zoya menutup mulutnya yang menganga dengan tangan. Kertas-kertas berhamburan di depan matanya.
"Maaf maaf, saya tidak sengaja. Saya akan bantu mengumpulkannya." Ucap Zoya. Dia langsung memunguti kertas yang berserakan itu.
"Tidak apa-apa, sudah biar aku bersihkan sendiri saja. Lagian kalau jalan pakai ma..." Ucapan pria yang ketus ini terhenti ketika melihat Zoya yang cantik. Mereka juga tanpa sengaja saling berpegangan tangan, memengang berkas yang sama."Cantik sekali,"
"Ah maaf mas eh pak saya benar-benar tidak sengaja." Ucap Zoya
"Iya tidak apa-apa kok." Balas pria yang merupakan salah satu staff di perusahaan itu. Dia yang tadinya ingin marah kini malah tersenyum cerah bersikap ramah. Mereka pun berdiri setelah selesai mengumpulkan berkas seperti semula.
"Terima kasih sudah membantuku. Aku Haris, kau siapa? Dari divisi mana? Aku belum pernah melihatmu. Apakah kau anak magang?" Haris memberikan banyak pertanyaan membuat Zoya bingung menjawab yang mana.
"Zoya, sedang apa kau di situ?" Suara Andreas membuat Zoya tersentak dan tidak jadi menjabat uluran tangan Haris. Dia pun melangkah mendekati Andreas.
"E maaf Tuan Andreas saya tadi itu me .."
"Ah sudahlah ikut aku dan jangan banyak bicara." Andreas memotong ucapan Zoya yang berniat menjelaskan.
"Anda yang bertanya pak, bukan saya yang banyak bicara." Gerutu Zoya yang tentu saja hanya di dalam benaknya. Dia pun mengikuti langkah Andreas memasuki lift. Zoya tersenyum kepada Haris sebelum memasuki lift.
"Dia memanggil Andreas dengan sebutan Tuan, mungkin itu salah satu pekerja di rumahnya. Wah Andreas kenapa tidak mengabariku kalau dia punya kenalan gadis cantik." Ucap Haris berbicara sendiri.
**
**
Mobil yang di tumpangi Andreas dan Zoya berhenti di depan sebuah butik besar bertuliskan This is Fashion. Tentu tidak asing lagi bagi Zoya. Butik itu adalah milik Rania. Sebelum menikah Rania sudah memiliki bisnis perbutikan. Usahanya membesar setelah resmi menikah dengan Andreas. Karena Andreas cukup mendukung Rania.
"Mulai sekarang urusan butik ini menjadi tanggung jawabmu." Ucap Andreas dengan raut wajah datarnya.
"Apa Tuan?" Zoya tersentak kaget.
"Kau tidak tuli bukan, Rania menyerahkan segalas urusan butik juga pabrik produksinya padamu." Ucap Andreas yang kemudian meninggalkan Zoya masuk.
Zoya masih diam terpaku, beban berat terasa di pundaknya. Awal bekerja job desknya hanyalah menemani Rania kemanapun dia pergi. Tapi kini sekarang merembah kemana-mana. Bukan tanpa alasan Zoya menganggap ini beban. Jemyma dan Nyonya Flora pastinya tidak terima jika butik ini di serahkan padanya oleh Rania.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments