Setelah semuanya setuju, Andreas pun pamit. Dia berkata akan kembali lagi saat sudah menentukan kapan pernikahan di laksanakan.
"Mari saya antarkan sampai ke depan tuan," Ucap Zoya sembari mendahului tuannya seperti tadi.
"Tidak perlu, saya masih ingat jalan keluar gangnya. Kau istirahat saja di dalam. Nanti sore kembalilah ke rumah sakit." Ucap Andreas yang kemudian melangkah pergi.
Zoya pun hanya menatap kepergiannya. Tuan Andreas yang sangat dingin itu akan menjadi suaminya. Dia tidak bisa berfikir lagi bagaimana nantinya akan menjalani hidup bersama pria yang dingin itu.
"Dor,," Teriak Rafli seraya menepuk pundak Zoya.
"Yaampun Rafli kalau aku jantungan gimana," Ucap Zoya sembari mengelus dadanya yang berdebar karena kaget.
"Aduh sayang maaf aku tidak sengaja. Habisnya kau bengong aja, itu siapa sih?" Tanya Rafli, pacar Zoya.
"Itu tadi suaminya Bu Rania atasanku yang baik banget itu." Jawab Zoya
"Lalu kenapa dia kemari? Orang berpakaian serapi itu mau masuk ke dalam pemukiman kita yang seperti ini." Rafli merasa penasaran. Sementara Zoya menjadi sangat gugup. Tidak mungkin dia mengatakan yang sejujurnya jika Tuan Andreas datang untuk melamarnya.
"Hei kok diam saja sih, ya sudah tidak usah di bahas. Aku ada kabar baik untukmu." Ucap Rafli dengan senyum semringah.
"Kabar apa Raf?" Tanya Zoya cukup penasaran.
"Aku naik jabatan menjadi supervisor. Jadi gajiku sedikit lebih besar. Sepertinya tahun depan kita bisa menikah." Jawab Rafli dengan antusias. Usia Rafli memang berbeda enam tahun dari Zoya. Jadi pemikirannya sudah kearah pernikahan. Ya karena memang hubungan mereka sudah cukup lama. Sudah berjalan sekitar dua tahun.
Hal yang harusnya membuat Zoya bahagia, kini malah membuatnya bingung. Karena itu tidak akan terjadi. Tahun ini saja dirinya sudah akan di peristri oleh Tuan Andreas. Entah bagaimana caranya menjelaskan pada Rafli.
"Zoya kau kenapa diam saja sih, bukannya harusnya kau bahagia mendengar ini. Atau kau tidak ingin menikah denganku ya?" Tanya Rafli dengan eskpresi serius.
"Bukan begitu Rafli, aku senang kok. Selamat ya naik jabatannya. Emm aku masuk ke dalam dulu ya, mau istirahat. Nanti sore aku kembali kerja lagi soalnya. Daah." Zoya malah pergi masuk kedalam rumah meninggalkan Rafli. Karena dia bingung harus berbicara apa dengan pacarnya itu.
"Zoya kenapa sih, dia kok kaya lagi bimbang gitu? Apa dia sudah bosan denganku," Rafli mulai overthinking sambil berjalan menuju rumahnya yang hanya beberapa langkah.
.
.
Lima hari kemudian...
Kondisi Rania sudah lebih baik dari hari sebelumnya. Rania meminta perawatan di rumah. Dia tidak mau sisa umurnya di habiskan di rumah sakit. Dia ingin menghabiskan sisa waktunya bersama keluaga di rumah.
Kepulangan Rania di sambut hangat oleh kedua mertuanya. Meski keadaan Rania tidak jauh berbeda dari dua minggu yang lalu, sebelum di larikan ke rumah sakit. Setidaknya ada sedikit kemajuan. Kini Rania bisa duduk tegak.
Mama Irma langsung memeluk sang menantu yang terduduk di kursi roda itu. Mama Irma sudah seperti ibu kandung Rania. Mama Irma dengan tulus menyayangi Rania. Begitu juga dengan Papa Brahmantya. Perlakuan yang tidak di dapatkan dari keluarganya, Rania dapatkan di keluarga suaminya. Ayah Rania sendiri seperti sudah tidak perduli dengannya. Sampai dia kembali dari rumah sakit pun Ayahnya tidak menjenguknya.
"Padahal mereka sudah ku suruh datang kemari, tapi malah tidak datang. Benar-benar menyebalkan." Gumam Andreas yang berdiri agak jauh dari Rania. Dia kecewa karena keluarga Rania tidak hadir untuk menyambut Rania. Andreas sendiri kemarin datang khusus menemui ayah mertuanya memohon agar dapat datang. Karena Andreas tahu, Rania sangat merindukan sosok ayahnya.
"Sayang sebaiknya kau cepat masuk ke kamar saja ya, kau harus beristirahat." Ucap Andreas pada sang istri.
"Biar mama saja yang mengantar Rania ke kamarnya." Ucap Irma yang memang merindukan menantunya itu. Mama Irma mendorong kursi roda dan Zoya membawakan tas milik Rania.
Kini kamar Rania berpindah di lantai satu. Mengingat kini dirinya tidak bisa berjalan normal dan harus memakai kursi roda. Itupun atas permintaannya sendiri. Padahal kalaupun setiap detik harus menggendong, Andreas tentu kuat saja. Tapi Rania punya rencana lain. Yaitu, menempatkan Zoya di sana nanti setelah resmi dinikahi oleh Andreas.
Tidak lama setelah Rania berbaring di kamar barunya, Papa, Mama dan adik tirinya datang. Flora langsung bersikap seakan bersedih melihat keadaan Rania. Wanita itu berlari memeluk Rania dan menangis tersedu-sedu. Andreas yang mengantarkan mereka ke kamar Rania merasa jengah melihat itu. Andreas sudah sangat paham jika itu hanyalah akting saja.
"Sudah mah jangan menangis, aku tidak apa-apa kok." Ucap Rania
Kemudian bergantian Ayah Rania yang memberi pelukan hangat. Pelukan yang sangat dirindukan oleh Rania.
"Maaf Ayah baru bisa datang kemari. Ayah sangat sibuk di kantor." Ucap Candra
"Tidak apa-apa Ayah, aku bisa mengerti. Kebetulan sekali Ayah, mama dan Jemyma kemari. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan. Minggu depan mas Andreas akan menikah dengan Zoya." Ucap Rania
"Ya kita sudah mendengar tentang itu, tapi sebagai orang tua ayah tidak setuju kau di madu di saat seperti ini." Ucap Candra
"Iya mama juga tidak setuju. Apalagi calon istrinya anak kecil yang kita semua belum tahu seluk beluk keluarganya." Ucap Flora menimpali perkataan suaminya. Kemudian Flora mengkode suaminya untuk mengajukan Jemyma sebagai istri kedua Andreas.
"Rania apa tidak lebih baik Andreas menikah dengan adikmu saja, Jemyma lebih pantas. Dia tidak akan merebut posisimu. Tapi gadis itu, kita tidak tahu apa yang akan di lakukannya nanti. Dia bisa saja berniat jahat padamu setelah menjadi istri Andreas." Ucap Candra menuduh Zoya yang tidak-tidak. Mendengar itu semua Zoya jadi semakin menyesali keputusannya.
"Belum apa-apa saja aku sudah di tuduh akan menjahati Bu Rania. Posisiku benar-benar berat. Kenapa harus seperti ini ya Allah." Batin Zoya
"Maaf Ayah, ini sudah menjadi keputusan aku dan mas Andreas. Lagipula bukannya Jemyma sudah di lamar oleh Frans, aku tidak mau merusak hubungan mereka." Ucap Rania, tapi sebenarnya bukan itu alasan Rania menikahkan Andreas dengan Zoya. Karena Zoya pun memiliki pacar juga.
"Iya, benar apa kata Rania. Kita berdua sudah sepakat. Jadi jangan di bahas lagi, jangan membebani Rania dengan pendapat kalian." Ucap Andreas agar keluarga Rania tidak lagi banyak bicara. Sangat terlihat sekali ekspresi kekecewaan Flora. Apalagi Jemyma, dia menatap tajam kepada Zoya yang terus menunduk.
"Apa-apaan ini, aku kalah dari gadis kacung itu. Sok polos pula dia. Awas saja kau! Aku tidak akan pernah tinggal diam." Batin Jemyma yang sudah bersiap mengibarkan bendera perang dengan Zoya. Jemyma juga kesal pada kakak tirinya. Dia berharap Rania cepat meninggal saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments