"Bagaimana para saksi sah,"
"Sah."
"Alhamdulilah..."
Pernikahan Andreas dengan Zoya berjalan lancar. Acara pernikahan mereka diadakan sederhana di kediaman Tuan Brahmantya. Acara itu hanya dihadiri oleh keluarga inti.
Tidak seperti pengantin pada umumnya yang merasa bahagia di hari pernikahannya. Zoya malah merasa tertekan. Tapi dia mencoba tetap terlihat bahagia di depan Rania.
"Terimakasih ya Zoya," Ucap Rania seraya memeluk erat asistennya yang sekarang menjadi istri kedua suaminya.
"Sama-sama Bu Rania, saya sudah mengabulkan permintaan Bu Rania. Jadi saya berharap Bu Rania akan segera sehat." Ucap Zoya
Jemyma yang turut hadir di sana memasang ekspresi kesal. Pria yang selama ini diincarnya malah dinikahi oleh gadis lain. Kekesalannya terbesarnya ada pada Rania.
"Kakak tiri sialan! Harusnya aku yang kau pilih menjadi istris baru mas Andreas. Bukan kacung itu. Awas saja kau kacung, hidupmu tidak akan pernah bahagia!" Ucap Jemyma di dalam hatinya.
"Jemyma, kenapa kau diam saja? Ayo berikan selamat pada Zoya dan Andreas." Perintah Flora pada putrinya yang hanya diam saja sejak tadi.
"Selamat ya mas Andreas atas pernikahannmu dengan kac.. eh Zoya." Ucap Jemyma dengan senyum palsu.
"Iya terimakasih." Jawab Andreas singkat, sementara Zoya hanya tersenyum tipis.
"Kalau begitu aku pamit ya, ada syuting soalnya. Kak Rania semoga cepat sehat kembali." Ucap Jemyma, dia memeluk Rania sebentar kemudian langsung pergi. Jemyma tidak kuat berlama-lama di sana, memasang senyum palsunya.
"Kalau begitu Mama dan Ayah pamit juga ya Ran, kau beristirahatlah." Ucap Flora mewakili suaminya. Setelah memeluk Rania, Flora bergantian memeluk Zoya. Tapi bukan sekedar memeluk, Flora membisikkan sesuatu yang membuat Zoya semakin tertekan.
"Perang di mulai," Bisik Flora
"Ah sekali lagi selamat untuk kalian, mama pamit. Mari semuanya," Ucap Flora dengan senyum palsunya yang sebelas dua belas dengan putrinya.
Zoya terdiam menatap kepergian mama tiri Rania. Dia merasa merinding saat kata perang keluar dari mulut Nyonya Flora. Zoya jadi melamun membayangkan hal buruk yang akan terjadi padanya karena menikah dengan Andreas.
.
.
Malam tiba, ini bukan hari pertama Zoya menginap di kediaman Tuan Brahmantya. Selama bekerja sebagai asisten pribadi Rania, Zoya kerap menginap untuk mengurus atasannya itu. Apalagi saat kondisi Rania tidak cukup baik. Namun malam ini berbeda. Dia berada di sana karena sudah sah menjadi menantu keluarga Brahmantya.
Meskipun statusnya sudah berbeda, tidak ada perbedaannya. Malam ini dia tetap berada satu kamar dengan Rania. Dia sendiri tidak berharap mendapatkan malam pertama seperti pengantin pada umumnya.
Jam menunjukkan pukul 21:00, tapi Zoya masih duduk di sebelah ranjang tempat Rania berbaring.
"Zoya, kenapa kau masih ada di sini?" Tanya Rania yang ternyata belum benar-benar tertidur.
"Hmm, apakah saya harus pulang?" Tanya Zoya dengan polosnya.
Rania tersenyum tipis. "Kok pulang sih, maksudku kau tidak beristirahat? Masuklah ke kamar bersama mas Andreas. Ini kan malam pertama kalian." Ucap Rania
Zoya membeku mendengar perkataan atasannya. Mana berani dia masuk ke kamar Tuannya yang super dingin itu. Meskipun sudah menjadi istrinya, tapi sepertinya Tuan Andreas tidak berharap satu kamar dengan Zoya.
"Zoya." Rania sedikit menyentak karena Zoya malah diam seribu bahasa.
"Ah, a ... Iya bu Rania, apa yang harus saya lakukan?"
"Masuklah ke kamar mas Andreas. Lakukan tugasmu sebagai istrinya. Buat dia jatuh cinta kepadamu. Aku akan sangat bahagia jika melihat mas Andreas terurus lagi." Ucap Rania
Tapi Zoya tetap diam di tempat. Rasanya berat beranjak dari sana menuju kamar Tuam Andreas.
"Ayo Zoya, tidak apa-apa. Pergilah kesana. Jalankan kewajibanmu." Ucap Rania seraya tersenyum penuh harap.
"Baiklah Bu Rania, sesuai permintaan anda. Saya permisi, selamat beristirahat." Pamit Rania.
Zoya perlahan melangkah menaiki tangga menuju kamar suaminya. Dia cukup tegang, hingga mengeluarkan keringat dingin. Sampainya di sana ternyata pintunya tidak tertutup dengan sempurna.
"Pintunya tidak terkunci, apakah Tuam Andreas menungguku. Aishh,, mikir apa sih aku ini," Batin Zoya
Sebelum masuk Zoya menghela nafas panjang beberapa kali. Kemudian dengan yakin dia melangkah masuk ke dalam kamar itu.
"Permisi Tuan Andreas," Sapa Zoya, tapi ternyata kamar itu kosong. Zoya melihat ke sekeliling. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Tuannya. Kemudian Zoya mencoba mengecek ke kamar mandi.
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Tanya Andreas dengan nada ketusnya. Andreas baru saja dari ruang kerjanya dan berniat mengecek sang istri. Tapi melihat pintu kamarnya terbuka lebar, dia kembali berniat untuk menutupnya.
Sontak Zoya terkejut, jantungnya serasa akan terlepas dari tubuhnya. Apalagi melihat tatapan dingin suaminya itu.
"Aku memang sudah menikahimu, tapi bukan berarti seenaknya kau masuk ke kamar milikku dan Rania. Dan ku tegaskan, meski pernikahan kita sudah sah bukan berarti kau bisa menganggapku sebagai suamimu." Ucap Andreas dengan suara pelan. Namun itu tidak mengurangi kegarangannya.
"Maaf Tuan, Saya hanya menuruti perintah Bu Rania. Maaf kalau saya telah lancang masuk kemari." Ucap Zoya dengan menundukkan kepala. Dia merasa takut menatap mata suaminya. Kemudian dia segera pergi dari sana. Sebelum Tuan Andreas lebih memakinya.
Zoya pun mengetuk pintu kamar Pia. Salah satu pembantu di rumah itu. Usianya 28 tahun. Zoya cukup dekat dengannya selama bekerja di sana.
"Ada apa Zoya, apakah Bu Rania kambuh kesakitan?" Tanya Pia dengan panik.
"Eh tidak mbak, Bu Rania sudah tidur kok. Aku kemari mau numpang tidur. Boleh tidak?" Zoya memelas.
"Tentu boleh, kau ini seperti baru pertama disini saja. Ayuk masuk." Pia merangkul Zoya masuk kedalam kamarnya.
Saat sudah merebahkan diri di kasur, mereka berdua tidak langsung tertidur. Pia cukup penasaran mengapa Zoya menumpang tidur dengannya, padahal hari ini dia resmi menjadi istri kedua Tuan Andres. Zoya pun menceritakannya dengan detail. Karena memang dia sudah biasa bercerita tentang apapun pada Pia, yang sudah menganggapnya sebagai adik.
"Sepertinya aku salah mengambil keputusan mbak. Bagaimana aku menghadapi Tuan Andreas yang begitu dingin setiap harinya. Aku nggak tahu apa yang harus aku lakukan mbak." Ucap Zoya
"Hemm, ternyata berat juga yang kau jalani ini. Padahal tadinya aku iri loh, kau dinikahi Tuan Andreas." Ucap Pia
"Ya tapi tidak apa-apa mbak. Aku harus menjalaninya, karena semua sudah terjadi. Aku juga tidak mau mengecawakan Bu Rania. Semoga Bu Rania cepat sehat kembali." Ucap Zoya
"Amin... Ya sudah tidur yuk," Ucap Pia yang kemudian langsung memejamkan mata.
Sementara Zoya masih tetap terjaga. Matanya menatap kearah langit-langit kamar.
"Dulu aku memang bercita-cita dinikahi pria kaya raya dan tampan, tapi bukan pernikahan yang seperti ini yang kuinginkan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments