Pagi ini begitu cerah. Mentari berseri seolah setuju akan hati Bianca yang sedang bahagia. Hari ini adalah akhir pekan, dimana dia akan pulang bertemu dengan orang tua dan adiknya. Apa lagi, hari ini dia akan menerima gaji. Gadis itu berpikir apa yang akan dia beli untuk adiknya pulang kerja nanti.
Mobil mainan? Lego? Ah, nanti aku akan mampir melihat sendiri di toko mainan.
Gadis itu akan menaiki mobil, tiba-tiba tangannya ditarik oleh seseorang, "Eh, Susan. Kenapa?" ujar Bianca kaget.
"Kak, nanti aku boleh ikut kakak pulang?"
Gadis itu berpikir sebentar, "Sudah ijin Mama?"
"Tidak usah ijin, Kak. Nanti malam kan kita pulang juga? Mama belum di rumah saat kita pulang."
"Okelah, berarti nanti Felix menjemputmu di jalan ya?"
"Mmm .... Aku akan mencari rumah kakak sendiri, pakai ojek online. Nanti teman-temanku tahu jika aku dijemput mobil Kak Key walau di jalan."
"Oh, terserah kamu saja Susan, hati-hati ya nanti?"
Susan mengangguk senang, lalu bersiap diri untuk berangkat ke sekolah.
Bianca memasuki mobil lalu Felix melajukan mobil ke jalan raya.
"Gimana soal kemarin, Bi?" tanya Laura.
Sebelum gadis itu menjawab pertanyaan sahabatnya, lebih dulu para karyawan hotel menyambut.
"Pagi, Bianca ..., enak ya mie ayamnya?"
"Kak Bianca, mukanya menghayati banget waktu makan mie ayam."
"Bianca! Besok mampir ya ke warung mie ayam ibuku!"
Gadis yang disapa itu nyengir, hanya sebatas mie ayam saja semua orang jadi punya materi untuk menyapanya.
"Tuh, kamu lihat sendiri kan Laura, respon netizen? Apalagi yang komentar di media sosial, belum yang di rumah."
"Emang kenapa yang di rumah?"
"Marah lah!"
"Trus?" Laura tertarik mengetahui imbas kemarahan tuan muda.
"Langsung deh pengunggah disuruh hapus itu foto. Untung cuma suruh hapus, sebelumnya malah akan menutup warung itu! Lagian, si bapak penjual mie ayam, pakai foto-foto candid segala!"
"Hahaha .... Hebat ya, suami kamu?"
"Iya sih, tapi ...." Bianca tidak melanjutkan kata-katanya.
"Tapi apa?"
"Tak apa, yuk kita mulai kerja."
Selalu deh bikin kalimat yang menggantung gitu!
***
Sore itu mata Bianca berbinar-binar. Dia menunggu jemputan mobil. Tak lama, Felix telah datang bersama Susan.
"Lho, tidak jadi naik ojek online, Susan?"
"Tadi sekolah pulang awal, Kak. Jadi aku pulang dulu." Susan tak kalah berbinar. Sepertinya dia senang bisa keluar dari rumah itu selain ke sekolah.
"Ooh, ya udah ayo Felix!"
Felix segera memutar kemudi menuju rumah Bianca.
***
"Kakak!"
Suara riang seorang anak laki-laki terdengar dari jauh ketika Bianca dan Susan turun dari mobil.
Anak laki-laki berusia sepuluh tahun itu memeluknya erat. Usia dua bersaudara itu memang terpaut jauh, karena dulu saat Bianca berusia lima tahun, ibunya hamil lalu keguguran. Jadi, adiknya lahir saat Bianca berusia sepuluh tahun.
"Kakak bawain mainan, semoga kamu suka ya, Brian? Oh iya kenalin, ini Kak Susan, waktu kakak menikah ketemu, kan?"
Brian mengangguk sekilas melihat Susan yang tersenyum padanya. Namun, perhatian Brian lebih ke mobil-mobilan remote control barunya.
"Ah, sudahlah. Yuk, masuk Susan."
Mereka masuk ke rumah kecil yang berantakan. Coretan dinding, mainan yang berserakan.
Semoga Susan tidak membandingkan rumah ini dengan rumah Key!
"Eh, maaf Susan, rumahnya berantakan sekali."
Bahkan tidak ada celah untuk duduk, mau kusuruh duduk di mana dia? Sangat berantakan seperti habis kena gempa!
Dengan salah tingkah, Bianca memberesi mainan-mainan itu. Susan mulai ikut mengambili potongan mainan yang kebanyakan sudah tidak utuh.
"Tante Susan," panggil Brian.
"Ini Kak Susan, bukan tante ...." ralat Bianca.
Apa muka Susan begitu boros di mata Brian hingga membuatnya memanggil 'tante? Ah, semoga Susan tidak tersinggung!
Susan tertawa mendengarnya. Lega!
"Kak Susan mau mainan sama Brian? Banyak lho mainanku."
Huh, tidak perlu kamu bilang, mata kami sudah melihat banyaknya mainanmu, Brian!
Susan mengangguk, "Ayo, boleh ...."
Mata Brian berbinar. Dia mengambil kotak yang telah dipakai untuk menempatkan mainannya lalu menumpahkan isi kotak itu lagi.
Bianca menepok jidat. Entah kenapa Brian ini usianya sepuluh tahun tapi kelakuannya masih seperti anak TK kalau lihat mainan.
Sia-sialah pekerjaan beres-beres kami barusan!
Susan kembali tertawa lalu bermain bersama Brian. Mereka malah terlihat akrab seperti kakak adik. Susan kelihatan suka dengan Brian.
"Brian, Mama mana?"
"Di dalam Kak, tadi sih lagi nonton televisi."
Gadis itu segera masuk ke dalam, melihat mamanya sedang tidur mendekap remote televisi.
"Mama," panggilnya.
Wanita paruh baya yang sedang memejamkan mata itu terbangun. Lalu mengerjapkan dan mengucek matanya sebentar lalu menatap anak gadisnya.
"Bianca! Kamu pulang?"
Mereka berpelukan, "Mama, aku kangen ...." Air mata gadis itu serasa akan tumpah saat memeluk ibunya. Baru seminggu dia berpisah, terasa seperti satu tahun.
"Mama juga kangen, kamu senang kan di rumah Tuan Key? Mama ingin buru-buru menimang cucu," ujar wanita yang telah melahirkan Bianca itu, membuat hati Bianca pedih.
Kembali air mata Bianca turun. Kali ini dia miris karena pernikahannya hanya terhitung tinggal beberapa bulan lagi dan harapan orang tuanya akan terhempas. Bukan pernikahan seperti ini yang ingin diperlihatkan pada kedua orang tuanya.
"Iya, Ma. Semoga, ya?" Hanya itu yang bisa Bianca katakan untuk melegakan ibunya.
"Papa kemana, Ma?" Gadis itu mengusap air mata, ketika menyadari ketidak beradaan ayahnya.
"Dia sedang mengantar bosnya ke luar kota. Kemungkinan nanti malam baru pulang."
Bianca kecewa jika tidak akan bertemu papanya, karena malam nanti dia akan pulang.
"Siapa itu yang sedang bermain dengan Brian?"
"Oh iya, Ma. Itu Susan, adik Key."
Wanita itu segera beranjak lalu menemui Susan, menyalaminya dengan hormat.
"Nona Susan, maaf sekali rumahnya berantakan," ujarnya.
"Tak mengapa, Nyonya." Susan menanggapinya dengan hormat juga.
"Kalian pasti lapar. Biar saya buatkan masakan ya?"
Tanpa menunggu lagi, wanita itu bergegas ke dapur untuk memasak. Bianca menunggui ibunya.
"Mama, kubantu ya?"
"Tidak usah."
"Tapi nanti Mama kerepotan," ujar Bianca.
"Lebih baik Mama kerepotan tapi panci dan wajan Mama utuh. Terakhir kamu bantu Mama dengan mengurangi jumlah panci Mama!"
Bianca ingat dia menggosongkan panci saat memasak lalu lupa karena dia tinggal menonton televisi.
"Hmmm, baiklah." Dia melangkah ke depan, menemani Susan dan Brian yang sedang asyik membuat origami.
"Wah, asyik ya?"
"Iya, Kak. Kak Susan pinter bikinnya."
"Susan, kamu lelah?"
"Tidak, Kak. Susan malah senang ada hiburan di sini, Dik Brian itu cerdas, baru saja aku ajari bikin origami burung, dia langsung bisa."
"Yuk makan, masakan sudah siap!" teriak ibu Bianca dari dalam.
"Yuk, Susan, Brian, Sudah dulu mainnya, kita makan bareng ya?"
Mereka beranjak ke meja makan. Masakan ibu Bianca hanyalah masakan biasa ala kampung, tapi Susan nampak menyukainya.
"Enak?" tanya ibu Bianca.
Susan mengangguk senang. Sesekali dia tersenyum mendengar obrolan sebuah keluarga di meja makan. Gadis itu mulai merasakan kehangatan di sana.
"Kak, aku merasa sudah seperti keluarga di sini. Beda dengan Mama di rumah. Dia hanya peduli pada urusannya sendiri dari dulu."
Bianca hanya tersenyum menanggapinya. Terkadang dia juga heran dan bertanya-tanya, apa yang dilakukan mama mertua tirinya itu hingga larut malam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Rantunghelda
kel. sederhana tapi bahagia
membayangkan
2021-12-03
1
Ismuto'ati Ismuto'ati
susan kelihatanya bahagia banget d rumah bianca
2021-10-16
0
Siti Aisyah
itu lah beda nya orang kaya dan orang sederhana...mereka lbh mengedepankan kebersaman di dlm keluarga ..gak seperti orang kaya..masing.masing kegiatannya meskipun mereka satu rumah..🥺🥺☹️☹️
2021-10-05
0