Sebelum baca, please ya klik
• Like
• Vote
• Komentar
Sebagai apresiasi untuk penulis karena telah mencurahkan pikiran dan waktu demi penulisan ini. Lebay .... Hihihi.
🍂🌻🍂🌻🍂🌻🍂
Bianca dan Susan telah kembali ke rumah. Pak satpam sepertinya keheranan melihat mereka pulang agak petang.
Komplek ini tidak luas-luas amat, tetapi mereka berjalan-jalan seperti habis jalan ke mall saja!
Bianca masuk ke rumah dengan berdebar-debar melihat mobil Key telah berada di halaman rumah.
"Makasih ya Kak, untuk hari ini. Aku mau ke kamar dulu."
"Sama-sama, Susan." Bianca mencoba mengeluarkan kata-kata senatural mungkin. Menutupi ketakutannya bertemu dengan pria yang mungkin akan menelannya hidup-hidup itu.
Gadis itu hanya mondar-mandir di lantai bawah yang luas, "Mungkin secangkir coklat hangat bisa menenangkanku. Hana tidak mungkin punya suntikan penenang," gumamnya.
Dia melangkah menuju dapur. Hana dan beberapa pelayan sedang membersihkan ruangan. Bercak letusan panci presto sudah tidak berbekas lagi saat mata Bianca menatap sudut itu.
"Hana, apa dapur ini punya coklat untuk diminum?"
"Ada, Nona. Coklat merk apa yang Nona mau?"
Aih, sudah seperti cafe saja! Segala macam merk ada.
"Terserah, Hana. Yang penting hangat."
Gadis itu duduk di kursi dapur, menunggu secangkir coklat panasnya. Sesekali dia merasa gelisah, menengok ke arah pintu, lalu menunduk, begitu terus hingga Hana selesai menghidangkan coklatnya.
"Silakan, Nona."
"Makasih, Hana. Mmm ..., aku duduk di sini saja, ya?"
Hana seperti menangkap sinyal keanehan sikap Nona Bianca, tapi dia tidak berani menanyakan sebabnya. Karena itu, dia kembali menyelesaikan pekerjaannya.
Gadis itu menghirup bau coklat, lalu menyeruputnya sambil menengok ke arah pintu, seperti ketakutan melihat hantu. Hingga minuman itu habis, ternyata secangkir coklat hangat tidak membantu untuk menenangkannya.
"Coklat apa ini, Hana?"
Hana menyebut sebuah merk. Merk paling mahal untuk minuman coklat. Namun, Bianca tidak paham akan itu. Dia kembali sibuk dengan kegiatan matanya mengawasi pintu. Tiba-tiba seseorang turun dari tangga membuat gadis itu melompat dari kursi dan cepat-cepar menghampirinya.
"Felix!"
Pria itu telah berjalan cepat hingga gelagapan mengerem langkahnya. Namun, dia tetap menunduk saat melihat Nona Bianca.
"Ya, Nona."
"Key sedang apa?" Bianca melirik ke lantai atas.
"Sedang menunggu anda, Nona," jawab pria itu datar.
"Oh," ujar Bianca. Sebenarnya dia berharap Felix menjawab bahwa Key sedang tidur, tapi kenyataan malah membuatnya semakin ketakutan.
"Apa dia sepertinya akan membunuhku, Felix?"
"Tentu saja tidak, negara ini ada hukum yang harus kita-...."
"Sudah, cukup!" Bianca meletakkan telunjuk di bibirnya.
"Lalu, jika dia marah, bagaimana Felix?"
Felix mengendikkan bahu lalu menunduk. Bianca menyadari bahwa pria itu tidak bisa berlama-lama menemaninya. Dia terlihat lelah.
"Ya, sudah, kamu boleh pulang Felix!"
"Baik, Nona. Permisi."
Silakan menikmati amukan Tuan Key, Nona. Bersiaplah untuk dicincang menjadi bola daging.
Bianca mengamati pria itu pergi, berharap dia akan berbalik untuk menemaninya, tapi hanyalah khayalan semata. Nyatanya Felix tak juga menghentikan langkahnya hanya untuk seorang Bianca.
Gadis itu memberanikan diri untuk melangkah pelan, setapak demi setapak sembari mulutnya berkomat-kamit.
Dia terpaksa menengadah ketika sebuah suara di depannya terdengar memekikkan telinga.
"Cepat masuk kamar!!"
Tanpa menunggu lama, gadis itu berlari ke arah kamar, melewati pria yang sedang marah dan mengeluarkan asap di kepalanya jika dibuat kartun. Segera Bianca masuk ke dalam kamar.
Dag dig dug rasanya berdetak sangat cepat jantungnya tanpa bisa ditenangkan hanya dengan menarik napas panjang. Telapak tangan dan kakinya telah dingin. Ini seperti harus berjalan sendirian melewati kuburan di malam hari.
"Bianca! Dari mana kamu!!"
Tolong, bicara lebih pelan Key.
"Jalan-jalan."
"Dengan siapa!!"
"Susan."
Bianca teringat saat dia wajib mengikuti pramuka dengan kakak Bantara di jaman sekolah dulu. Seperti itulah nadanya.
"Kamu tadi dengar tidak kalau aku suruh untuk tidak kemana-mana??"
Kali ini nadanya rendah di awal lalu naik dan cepat di ekornya.
"Dengar."
"Lalu kenapa kamu pergi dan kenapa kamu tidak pamit??"
"A-aku ..., hanya ...."
"Hanya apa? Hanya ingin refreshing saat kamu dihukum??"
Lanjutnya, "Lalu kenapa kamu bilang pada satpam bahwa kamu hanya jalan-jalan di komplek ini? Sudah pandai berbohong ya?"
Bianca hanya diam, percuma menjelaskan apa-apa pada orang yang sedang marah ini.
"Untuk menuruti perintah saja kamu sulit sekali, ini namanya membangkang! Entah apapun alasan kamu!" ujar pria itu masih berapi-api.
Bagaimana dengan anak buahnya di kantor jika kemarahannya seperti singa ini?
"Aku bilang diam di rumah ya di rumah! Kamu kan baru ada tugas dariku? Lihat, kamar mandi belum kamu siapkan, baju juga. Apalagi aku ingin makan, minum! Itu tugas kamu Bianca ...."
"Jelaskan, dari mana saja kamu?!" lanjut pria itu.
"J-jalan ke mall,"
"Lalu?" tukas Key.
"Nonton bioskop,"
"Lalu?"
"Hanya duduk-duduk beli es krim di mall."
"Sudah?"
Gadis itu mengangguk meremas topinya.
"Hukuman kamu ditambah untuk dua minggu di rumah ini. Catat itu dalam kalender!"
Melihat gadis itu hanya terdiam menunduk, pria itu menghentikan omelan, lantas melangkah menuju ke atas tempat tidurnya, lalu berbaring, bersiap untuk terlelap.
"Pijati aku sampai tertidur!"
Nada bicaranya telah kembali normal. Bianca menghembuskan napas lega. Dia berjalan pelan mendekati Key lalu memijatnya, hingga pria itu memejamkan mata.
"Maafkan aku Key, aku tidak meminta ijin darimu," ujarnya lirih tapi terdengar tulus meminta maaf.
Key belum benar-benar tertidur ketika Bianca mengatakannya. Saat melihat Key telah terlelap, Bianca menarik selimut Key agar tertutupi seluruh tubuhnya. Ada sebersit penyesalan karena telah memarahi gadis itu.
Bianca mencuci muka, lalu berganti pakaian di depan lemari. Dia mengira Key telah terlelap. Meski tertutupi pintu lemari, tapi Key tetap masih bisa melihat sebagian tubuhnya.
Sial, kenapa dia musti memakai bajunya di kamar lagi??
Key menggulingkan badannya ke samping, memunggungi Bianca yang kelabakan karena pergerakan pria itu. Cepat-cepat dia memakai piyama, lalu bergegas ke atas sofa dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
***
Hana, para pelayan dan Felix yang ternyata berbalik sebab takut jika terjadi sesuatu karena mendengar tuannya berteriak tadi, telah berada di ruang bawah, menunggu apabila ada sesuatu terjadi di atas sana. Namun, tidak terjadi apa-apa yang mengerikan. Mereka tahu bahwa Tuan Key tidak pernah bermain tangan dengan perempuan. Mereka hanya merasa kasihan pada Nona Bianca jika sampai diusir dari rumah. Padahal sebenarnya malah itu yang Bianca harapkan.
***
Sebuah mobil hitam masuk ke halaman rumah saat larut. Wanita itu turun dari mobil dengan tenang, lalu masuk ke dalam rumah. Tersenyum-senyum melihat layar di benda pipih kesayangan, menuju ke kamarnya sendiri, tanpa menengok ke kamar anak gadisnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Olifia Abdul Rachman
nanti lama2 jg bucin
2024-01-06
1
fitriyana
sepandai2 tupai melompat pasti akan jatuh juga ,sepandai2 km nutupin kebusukan mu pasti akan kecium baunya mama2 susan
tunggu karma mu akan segera tiba
2023-02-03
0
Lia Rochmatuz
Semoga kelakuannya cepat ketahuan nenek lampir satu ini
2022-10-12
0