"Kak, sepertinya para pelayan telah selesai makan, ayo aku kenalkan pada kepala pelayan!"
Gadis itu penuh semangat saat menemukan seorang teman. Mereka berjalan beriringan ke arah dapur. Dapur bernuansa putih bersih itu bertolak belakang dengan apa yang ada di rumah Bianca yang setiap hari ada saja piring kotor berserakan dan beberapa panci berpantat hitam. Di dapur ini, semuanya bersih, kinclong, putih.
Para pelayan kaget saat Nonanya masuk ke dapur. Mereka langsung berdiri dan membungkuk pada kedua nona muda itu.
Kepala pelayan mendekati, "Selamat pagi, Nona. Ada apakah gerangan anda semua kemari?"
"Nona Bianca hanya ingin mengenal anda," ujar Susan menatapnya.
"Oh, maaf. Mmm .... Baik, saya kepala pelayan di rumah ini, nama saya Hana."
Wanita itu terlihat terampil saat berada di dapur, sepertinya dia memang seorang chef handal.
"Baik Hana. Ngomong-ngomong, bolehkah aku bantu kalian di dapur?"
"T-tapi, Nona Bianca, kami takut nanti Tuan Key marah jika Nona berada di dapur."
Bianca berpikir sebentar, bosan juga bila dia hanya di rumah ini berputar-putar.
"Tuan Key tidak akan tahu, Hana."
Bianca tetap pada pendiriannya, dia tertarik sekali membuat kudapan seperti yang dibuat oleh Hana. Impiannya saat melihat makanan-makanan berhias seiris buah atau muncratan saus oleh chef di hotel, dia akan bisa membuat suatu masakan seperti di hotel itu.
Bianca melirik pada Susan yang sekarang telah duduk di kursi dapur. Susan hanya mengacungkan ibu jari, tanda setuju pada keinginannya.
"Baiklah, Nona."
Kenapa dia merepotkan sekali.
"Apa yang ingin Nona buat?"
"Ada apa saja di kulkas?"
Tanpa persetujuan kepala pelayan, Bianca membuka pintu lemari es.
"Bebek? Apa itu bebek?" tanya Bianca.
"Iya, benar Nona. Untuk makan malam."
"Baiklah, sekarang kita buat bebek presto."
Bianca menarik sebuah apron dan memakainya. Kepala pelayan hanya menuruti Nona barunya. Para pelayan menyingkir dari ruangan itu untuk melakukan pekerjaan bersih-bersih. Sekarang hanya mereka bertiga di dalam dapur.
"Nona, masukkan bebek ke dalam panci presto."
Sebenarnya kepala pelayan merasa sungkan menyuruh nona yang ternyata keras kepala ini.
"Baiklah," ujar Bianca menuruti perintah Hana.
Setelah beberapa saat, Hana menyuruh Bianca mematikan kompor, tetapi gadis itu malah membuka panci presto karena penasaran pada hasilnya.
"Tunggu, Nona jangan-...."
Dhuarrr!!!
Panci itu menyemburkan isinya. Bianca berteriak dan segera melompat menjauh. Untunglah dia tidak apa-apa. Jantung kepala pelayan hampir copot. Bisa-bisa dia dipecat jika terjadi sesuatu pada istri Tuan Key. Susan tak kalah kagetnya, berdiri di atas kursi sambil berteriak.
Ruang dapur yang tadinya super bersih sekarang menjadi kotor.
"Ada apa ini?" Suara pria di depan pintu dapur mengagetkan ketiganya.
"Key!" Bianca langsung berdiri dan tersenyum dipaksa.
"Maaf, Tuan atas kekacauan ini," ujar kepala pelayan.
Key sudah akan marah, tapi Bianca lebih dulu menghadangnya. "Ini semua salahku, Key. Aku yang minta Hana untuk mengajari memasak," katanya takut-takut. Ini kesalahan keduanya pada Key.
"Hukumanmu ditambah," ujarnya.
"Baik."
Key segera masuk ke ruangannya, diikuti oleh Felix.
"Maaf, Hana," ucap Bianca.
Kepala pelayan hanya mengangguk. Semua pelayan telah berada di samping untuk melihat apa yang terjadi.
"Nona-nona, sebaiknya kalian tidak berada di sini. Kami akan membersihkan semua ini."
"Baik," ujar Bianca seraya melepaskan apron, dan mengembalikannya ke tempat semula.
"Apa yang harus aku lakukan, Susan?" tanya Bianca cemas.
"Lakukan saja perintah Kak Key, masuklah ke kamarmu Kak!"
Bianca mengangguk, memang itulah yang sebaiknya dilakukan karena pria itu berhati keras, daripada dia harus mendapat hukuman yang lebih berat.
"Makasih, Susan."
Susan mengacungkan jempol lagi sambil berjalan menuju ke ruang baca. Bianca bisa menebak apa yang akan dia lakukan. Membaca. Baru gadis itu akan memasuki kamarnya, terdengar sebuah suara.
"Bianca!"
Suara panggilan dari ruangan yang belum dia masuki terdengar keras. Gadis itu segera melangkah memasuki ruangan Key. Felix sudah berdiri di samping Key, tanpa ekspresi.
"Kamu pijit pundakku!"
"Baik, Key."
Sepertinya memang aku ditakdirkan jadi tukang pijit pribadinya.
***
Hana membersihkan dapur bersama para pelayan sambil tersenyum meski ada insiden kecil di dapur. Baru kali ini ada tuan di rumah ini yang mau bersikap baik selain Nona Susan yang baik tetapi masih di bawah dikte ibunya.
Kekakuan selama ini seolah cair oleh kehadiran gadis itu. Hana tidak pernah merasa terhibur seperti ini.
Bisa aja, kenapa panci meledak malah jadi hiburan untukku.
Meski gadis itu merepotkan tapi dia memberi sedikit warna di dapur. Bukan, bukan warna dari isi panci presto yang telah menyemburkan kuah coklat pada lantai yang putih, tapi memberi sedikit hiburan pada keadaan rumah yang monoton ini.
***
"Kurang keras!"
Bianca memijat lebih keras pada pundak pria kekar itu. Pundak lelaki yang ternyata sangat berotot membuat tenaga gadis itu terkuras. Dua jam dia telah melakukan pemijitan untuk suaminya.
Bolehkah aku memijitnya menggunakan tongkat kasti?
"Sudah," ucapnya melebarkan telapak tangan.
Bianca merasa lega, "Sekarang pergilah siapkan baju untukku. Sore ini aku mau mandi."
Gadis itu beranjak ke kamarnya, lalu menyiapkan baju untuk Key.
"Kenapa juga dia pulang awal," gumam Bianca.
"Terserah aku, mau pulang awal atau lembur. Kamu tidak suka?" Suara di telinganya sukses mengejutkannya, membuatnya serasa akan melompat.
"Bukan begitu, maksudku ...." Bianca sungguh tidak menyangka orang itu berada di belakangnya saat dia menggerutu.
"Tenanglah, waktu kamu hanya tinggal tiga ratus enam puluh empat hari sisa dua belas jam di rumah ini."
"Ya, Tuan." Bianca membuat muka semanis mungkin.
"Awas, kalau kamu membantah, hukuman akan aku tambah," ancam Key.
Pria itu membuat Bianca yang ingin memberontak jadi bungkam. Dia tidak ingin berlama-lama di rumah ini. Rindu akan papa dan mamanya di rumah sederhananya, rindu bercanda dengan adiknya.
Pria itu memasuki kamar mandi dan bersiul kecil yang terdengar lucu di telinga Bianca.
Dia tidak bisa bersiul keras.
Gadis itu tetap duduk di sofa tempat tidurnya saat Key keluar dari kamar mandi. Menyalakan televisi pun tidak berani karena dia sedang dalam masa hukuman.
"Denger ya, jangan sekali-kali kamu ulangi perbuatan kamu tadi siang. Bisa-bisa rumahku terbakar karena ulahmu!" kecam Key.
Bianca mengangguk, menyadari kesalahannya, tapi suatu saat dia akan mencari celah untuk mengatasi kebosanannya di rumah ini.
"Mandilah!" perintah Key sambil melempar handuk basahnya ke wajah Bianca.
Bianca merasa dilecehkan, tetapi berusaha meredam emosi, bahaya bila api amarahnya tersulut. Kali ini dia hanya perlu bersabar menghadapi tuan muda yang sedang berdiri di depannya.
***
Din! Din!
"Hey, aku pergi dulu bersama teman-temanku, ingat kamu jangan sampai keluar dari kamar ini!"
Gadis itu mengangguk, "Tolong," ujarnya tertahan.
"Apa?" tanya Key ketus.
"Jangan mabuk," ucapnya memberanikan diri.
Raut wajah Key sedikit berubah, lalu berpikir sejenak. "Baiklah," jawabnya.
Pria itu meninggalkan istrinya tanpa bisa berkata-kata lagi.
🌿🌿🌿
Plagiarisme melanggar Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Lia Rochmatuz
Lucu yah mereka ini
2022-10-12
1
Zahra Kabil
wah syukurlah key TDK jd orng yg kjam,msh brskap baik pda bianca
2022-05-25
0
Xi yian linlu
sy suka ceritanya thor
2022-01-25
0