"Gara-gara kamu, aku tidak bisa melakukan apa-apa," omel Key pagi-pagi saat mentari telah menunjukkan sinarnya.
"Maaf, Key."
Bianca menundukkan kepala, merasa menyesal telah menendangnya dengan keras semalam.
"Kamu harus melayani kebutuhanku seharian ini. Ambilkan aku segelas kopi, aku ingin minum seperti biasanya."
"Baik," tutur Bianca patuh.
Gadis itu keluar dari kamar sambil memanyunkan mulut. Seharusnya hari libur ini menjadi hari santai, tetapi malah terbebani oleh tugas-tugas dari Key.
"Kemana Hana?" Bianca celingukan, lalu matanya melihat bungkusan kopi creamer.
"Nah, itu saja lah. Aku bisa kok bikin kopi saja, kecil ...." gumamnya di dapur.
Secangkir kopi panas telah siap berada di tangannya. Ditaruhnya di atas nampan, lalu mengantar ke kamar.
"Silakan, Tuan muda," ujar gadis itu berlagak jadi pelayan.
"Kopi apa ini?"
"Kopi-...."
"Aku tidak suka kopi itu!"
"Oh, maaf Key."
"Apa Hana tidak memberi tahumu kopi kesukaanku??"
Kukira dia suka kopi apapun di dapur!
"Hana tadi tidak berada di dapur, jadi aku buatkan kopi yang ada di atas meja dapur."
"Itu kopi milik Hana! Dasar bodoh!"
"Maaf, aku akan buatkan lagi," ujar gadis itu berbalik kembali membawa nampan itu.
"Uuuugh, merepotkan sekali! Kopi seperti apa yang dia suka??" gerutu Bianca.
Dia masuk kembali di dapur, dilihatnya Hana di sana.
"Hana!"
Wanita itu heran saat Nona Bianca kegirangan saat bertemu dengannya.
Kenapa dia terlihat bahagia membawa sebuah nampan berisi cangkir?
"Hana, maaf aku ambil kopimu, kukira itu untuk Tuan Key!"
"Tidak mengapa, Nona."
"Mmm ..., Hana, Tuan Key tidak mau kopi ini, apa kopi kesukaannya?"
"Kopi hitam dua sendok teh dengan gula tiga gram."
"Tiga gram?" Bianca mengulangi kata-kata Hana.
"Iya, Nona."
"Bagaimana kalau sesendok teh?"
Sedikit pun kelebihan atau kekurangan takaran gramnya, Tuan muda pasti tahu, Nona."
"Apakah harus pakai timbangan juga?" Bianca mulai kesal.
"Iya, Nona."
Ha?? Gila, apa lidahnya sudah dipasangi alat pendeteksi diabetes?
Hana membuatkan kopi untuk Tuan Key sementara Bianca memperhatikan caranya. Gadis itu berdecak.
Repot sekali!
"Makasih, Hana. Aku akan mengantarnya ke kamar."
Hana mengangguk tersenyum.
"Silakan, Tuan."
"Hidupkan televisi," perintahnya dengan nada datar sambil menyeruput kopi.
Bianca ingin mendengus, tapi ditahannya. Dihidupkannya televisi, lalu diraihnya remote.
"Carikan berita," ujar pria menyebalkan itu.
Bianca menurut saja, teringat ancaman penambahan hukuman yang akan diterima jika membangkang.
"Ambilkan aku makan pagi," ujarnya lagi.
Gadis itu beranjak. Ini memang jam makan pagi, tapi entah penduduk rumah seperti belum menampakkan mukanya di hari libur ini. Bianca mengambil sepiring nasi dan sup seperti biasanya lalu membawakannya ke kamar.
"Silakan, Tuan Key."
"Aku mau roti selai coklat dengan potongan pisang di atasnya."
Grrrrrr ....
Ingin rasanya Bianca memasang kuda-kuda, tapi masa hukumannya belum juga selesai.
Gadis itu beranjak lagi ke dapur, dengan membawa nampan nasi, berniat untuk mengembalikannya.
"Sayang ini kalau dibuang," gumamnya pelan.
Dilahapnya makanan itu sambil berjalan ke dapur. Mama tiri Key melihatnya dari meja makan.
"Anak kampungan," gumamnya sinis.
"Hana, dia minta roti selai coklat dengan irisan pisang," rengeknya pada kepala pelayan.
"Baik, Nona. Akan saya buatkan."
Heran, Hana ini tidak ada mengeluhnya sedikit pun, atau aku tidak pernah tahu ya?
"Hana, apa kamu pernah merasa jenuh?" tanya Bianca padanya saat menunggui Hana menyiapkan roti.
"Pernah, Nona, tapi Tuan Muda selalu memberi kami kesempatan untuk jalan-jalan di hari Minggu pagi. Jadi, kami bisa menyegarkan kejenuhan."
Pantas tadi pagi sepi tidak ada satu pelayan pun. Lalu, hebat sekali Hana bisa menghilangkan kejenuhan dengan hanya berjalan-jalan selama dua jam saja!
"Oh, ternyata baik juga ya?"
"Siapa, Nona?"
"Tuan Muda kalian, eh maaf Tuan Key maksudku," jawab Bianca lupa bahwa dia harus berlagak seperti istrinya.
"Dia memang baik bagi semua yang melakukan perintahnya."
"Jika tidak?"
"Dipecat, Nona."
Oh, kejam.
"Ini, Nona. Roti sudah siap."
"Makasih, Hana."
Wanita itu kembali mengangguk hormat.
Ada dua perempuan yang suka berterima kasih di rumah ini sekarang, batin Hana.
"Silakan, Tuan."
Bianca menyerahkan nampan pesanan Key ke pangkuannya. Tak sampai lima menit, Key telah melahap setumpuk roti itu, lalu dengan santai menyerahkan piring kotornya pada Bianca. Gadis itu melangkah gontai ke arah dapur lagi. Matanya melirik pada ibu mertua tirinya yang mendengus saat melihatnya, sementara Susan terlihat kikuk antara tersenyum dan tidak padanya.
"Bianca, kamu sudah makan pagi?" tanya Papa Key.
"Su-...."
"Dia sudah makan sambil berjalan," potong mama tiri Key sambil melengos.
"Oh," Papa Key mengangguk-angguk.
Aih, dia tahu aku makan sambil berjalan!
Gadis itu segera pergi ke dapur meletakkan piring kotor Key. Setelah itu bergegas kembali ke kamar menunggu tugas selanjutnya.
"Bianca, ambilkan laptopku dan tolong panggilkan Felix."
Laptop ada di sebelahnya pun menyuruh aku untuk mengambilkannya!
Bianca mendekat lalu mengambilkan laptop, kemudian meraih ponsel Key lalu menelepon Felix.
"Felix, datanglah segera ke rumah Tuan Key!"
"Iya, Nona."
Tak lama Felix datang. Kemudian mengetuk pintu kamar Key. Bianca membukakan pintu. Kemudian Felix masuk dan mereka berbincang tentang pekerjaan.
Key turun dari ranjang tanpa kesakitan bahkan sudah seperti biasanya, lalu mereka melangkah keluar akan menuju ke ruang kerja.
Ternyata dia tidak sakit! Uuugh ....
Bola mata Bianca mengekorinya kemudian Key berbalik membuat gadis itu terperanjat.
"Jangan lupa rapikan kamar, Bianca! Hukumanmu belum selesai!" ucapnya menggelegar bagai petir di pagi hari.
Key tertawa keluar dari kamar lalu menuju ke ruangannya.
Bianca menghempaskan diri ke sofa setelah Felix menutup pintu kamar. Untuk sementara dia merasa lega!
Gadis itu mulai merapikan kamar. Key masuk ke dalam kamar, setelah mandi di bawah.
"Bianca, ambilkan aku baju."
"Baju apa, ini hari libur?"
"Baju kerja biasa tanpa jas. Aku mau pergi sebentar untuk bertemu klien."
Orang gila yang gila kerja, gila kuadrat!
Gadis itu mengambilkan kemeja abu-abu dan celana panjang dari lemari.
"Ini," ujarnya menyerahkan setelan yang diambil dari lemari.
"Baju dalamku, mana?"
Aih, apa aku harus memegang celana dalamnya juga??
"Ayo, Bianca, aku tidak punya banyak waktu!"
"I-iya," katanya sambil membuka lemari lagi lalu menenteng risih celana dalam Key.
"Apa? Kenapa jijik?"
Bianca bergidik. Baru kali ini dia memegang celana dalam milik lelaki di luar keluarganya.
"Hey, memegang celana dalam lelaki tidak akan membuatmu hamil! Sudah hadap belakang, aku mau memakai baju!"
Gadis itu meringis dan segera berbalik agar tidak melihat tubuh telanjang Key.
"Bianca, jemur handuk ini, aku berangkat dulu dengan Felix. Nanti masih ada tugas untukmu, kamu tidak boleh pergi-pergi!"
Bianca menangkap handuk kimono yang dilempar Key ke arahnya.
Pria itu melangkah keluar dari kamar. Makin bertambah lega perasaan Bianca karena kepergian Key untuk sementara waktu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Lia Rochmatuz
Hukumannya enggk main main yh si Key ini,,, Bianca d kerjai habis habisannnn
2022-10-12
1
Wulandari
hahah gila kuadrat
2021-10-24
0
Sri Wahyu Utami
hadeeeh di suruh kek kurir
2021-10-15
0