Hening.
Dalam kamar itu mata Bianca yang masih terpejam membuka sedikit untuk mengintip seorang Key yang tadi menangis mendengar nama Felix mati, sekarang tidak ada suara lagi.
Key sedang duduk menopang dagu meredakan sedih dan amarahnya yang bercampur aduk jadi satu.
Kalau bukan perempuan sudah kupukul kepalamu, Bianca! Baru gadis ini yang telah melihat aku menangis tersedu. Semoga dia tidak mengatakan hal ini pada yang lain! Bisa rusak lagi reputasiku.
Lama mereka terdiam. Key melihat gadis yang sedang menutup mata ketakutan itu. Dia mendengus kesal, bisa-bisanya Bianca membuat drama yang membuat seorang boss kejam menangis dan memeluknya. Rasa sesal telah memeluk gadis itu muncul di hati Key, pelukan itu menunjukkan kelemahan seorang pria padahal hanya hal konyol yang terjadi. Dia merasa bodoh, mukanya terasa berubah jadi keledai.
"Buka matamu, Bianca!"
Akhirnya Bianca membuka matanya, tetapi belum berani menatap pria di hadapannya. Dia menunduk, bergetar ketakutan. Jantungnya berdetak kencang, lupa akan kesedihan terhadap makhluk kecil yang sudah tidak bernyawa itu. Nyalinya menciut karena telah keliru menyampaikan informasi yang membuat hati Key remuk redam.
"Maaf ...." ujarnya lirih.
"Siapa nama marmut kamu yang lain??" tanya Key seolah itu adalah hal yang penting tapi membuat Bianca takut juga.
"Sebutkan!" Nada amarah pria itu terasa di kalimatnya.
"Belang, White, Milk, ...." ujar Bianca terbata-bata.
"Hanya tiga ekor?"
"Ada satu ekor lagi," jawab Bianca takut.
"Siapa namanya?"
"K-Key," jawab gadis itu lirih ketakutan.
"Sudah kuduga. Lalu, apa yang terjadi jika marmut itu mati? Kamu akan menangis lalu memberi tahu semua orang bahwa Key mati?"
Bianca akan tertawa jika berbincang hal seperti ini dengan temannya. Namun ini dengan Key, pengusaha kelas kakap tanpa tandingan, yang tidak bisa diajak bercanda.
Gadis itu hanya diam saja.
Seharusnya kamu bersyukur kematian Felix diwakilkan oleh seekor marmut.
"Sudahlah, aku mau ambil sendiri kopiku." Pria itu bergegas berdiri lalu keluar dari kamar, diikuti turun oleh Bianca yang ingin menguburkan marmut kesayangannya.
Para pelayan sebagian masih berada di taman mengelilingi mayat si Felix marmut.
"Hana, buatkan aku secangkir kopi," ujar Key pada wanita kepala pelayan itu.
"Hey, kenapa mereka itu?" lanjut Key.
"Mereka turut berduka atas kematian marmutnya Nona Bianca, Tuan." Hana menjawab seraya menyiapkan cangkir di atas meja, menuang bubuk kopi berkualitas tinggi dan air panas di sebuah alat penyeduh kopi. Hana sudah seperti seorang barista.
Gadis bodoh itu menularkan keanehan pada semua orang!
"Ini kopinya, Tuan."
Asap mengepul dari secangkir kopi hitam panas dengan wangi khasnya. Key membiarkan kopi itu sebentar lalu menyeruputnya.
Bianca telah berada di taman lagi, sibuk sekali mondar-mandir mengambil kain dan gunting, lalu memetik mawar-mawar di taman.
"Hey, pelayan." Key memanggil salah satu pelayan yang ikut di taman itu. Dia segera menuju ke tuannya.
"Apa yang dilakukan gadis itu?"
"Mempersiapkan pemakaman katanya, Tuan?"
Pemakaman seekor marmut? Kenapa tidak dia lemparkan saja ke tong sampah atau membuangnya ke sungai? Aneh ....
Key hanya mendengus mendengarnya, tetapi dia penasaran juga. Membawa kopinya lalu mendekati Bianca dan Susan yang sibuk memandikan lalu mengkafani si marmut.
"Mau kalian kubur di mana marmut itu?"
"Di taman ini," jawab Bianca.
"Apa? Tidak! Taman ini bukan lahan pekuburan!" teriaknya.
Ini kan hanya seekor marmut? Apa mengerikannya jika hanya dikubur di sini?
Bianca ingin protes, tapi dia tahan.
Felix turun dari ruangan atas menemui tuannya. Setelah melihat Felix, Key teringat kesedihan akan kematian Felix jika itu benar terjadi. Dia mengerti arti kehilangan. Pria itu berpikir sebentar, masa juga sih seekor marmut harus dimakamkan di pemakaman umum? Bisa-bisa gadis aneh itu menyelenggarakan upacara pemakaman!
"Ya sudah, kalian boleh menguburnya di taman ini, tapi taruh di pojokan!" teriak Key membuat kedua gadis itu tersenyum.
"Satu lagi, jangan buat gundukan dan nisan di atas kuburannya!"
Kedua gadis itu tersenyum lagi, mereka juga tidak akan memesan nisan kecil dengan nama Felix. Mereka lantas menguburkannya di pojokan taman.
Felix, pria berbadan kekar itu sempat kesal mendengar nama marmut yang mati itu dan melihat bentuk fisiknya, coklat dan buluk.
Seperti itukah bentuk fisikku?
Lebih-lebih melihat kesibukan pemakaman. Meski melihat dari kejauhan tanpa ekspresi, kepalanya ikut pusing melihat gadis yang dia sebut aneh itu sibuk mondar-mandir mempersiapkannya.
Kenapa penghuni rumah ini tidak jauh dari kata ribet? Apa tidak sekalian dia umumkan kematian marmutnya di komplek ini? Lalu mengundang mereka untuk mendoakan marmutnya? Konyol.
Keributan di rumah mewah itu pun mereda setelah menyaksikan marmut buluk itu terkubur sempurna diiringi oleh tangis kedua gadis absurd itu. Setengah jam setelah itu, para pelayan bubar dan kembali melakukan tugas masing-masing.
***
Sementara itu di tempat lain
Wanita empat puluh tahun itu melangkah ringan masuk ke sebuah cafe bersama teman-temannya.
"Selamat ya, Winda, kamu dapat arisan. Ngomong-ngomong, besok aku mau beli mobil sport keluaran terbaru, warnanya merah, guys."
"Wow, Tiara kamu nyusul. Padahal barusan aku beli mobil keluaran terbaru juga, sebenarnya aku suka warna putih, tapi harus indent, sementara suamiku ingin memberi kado itu untuk ultahku, jadi aku dapet yang warna hitam deh!" ujar wanita bernama Herlin.
"Wah, wah ..., kita semua udah ganti mobil, gimana dengan Winda??" ujar Cindy bertepuk tangan.
Winda tersenyum kecut, tidak mungkin suaminya akan mengeluarkan sejumlah uang untuk membelikannya mobil baru. Dia memutar otak untuk mendapatkannya.
"Sudah, pesen makanan tuh, jangan melamun, nanti juga kamu bisa beli kan Winda, menantumu kan kaya raya! Hanya jentikan jari dia bisa memberimu mobil mewah baru!"
Winda hanya diam menanggapinya. Anton ternyata tidak bisa memenuhi keinginanku! Apalagi Key, dia sudah membenciku setelah keributanku dengan papanya itu!
Aku harus berhasil menyuruh Sandra untuk merebut Key dari istrinya!
Para wanita itu bersendau gurau di cafe hingga petang, mereka terbiasa berfoya-foya di mana pun. Kadang bertemu di rumah salah satunya, tapi Key melarang Winda untuk melakukan pertemuan di rumahnya. Key tidak suka gaya hidup mereka!
Winda sudah bukan seperti istri pada umumnya. Dia bagai benalu menggerogoti harta papanya. Key tidak akan mengijinkan dia merambat menggerogotinya. Namun, papanya mencintai Winda. Bukan hak Key juga membujuk papanya untuk berpisah dengan wanita itu. Sekarang baru papa Key kewalahan menuruti kehendak istri keduanya.
Setiap bulan pasti ada saja barang mewah yang mereka beli, lalu saling memamerkannya. Winda semakin gila mengikuti gaya hidup teman-temannya, hingga melupakan kebahagiaan anaknya.
******
Plagiarisme melanggar Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Suga Wifey
astagaa kenapa aku baru nemu cerita ini sih.. lucu bangetttt
2023-08-20
1
Lia Rochmatuz
Wehhhhh,,, ternyata si Dingin bisa ngelawak juga yh...
2022-10-13
0
kennytytyan
gusti Allah sakit perutkuuu sakit Gara Gara felix mati 🤣🤣🤣
2022-06-01
0