Kata orang, laki-laki yang sudah pernah berselingkuh akan terus mengulangi perbuatannya. Tidak peduli apa yang terjadi pada istrinya. Tidak peduli apa yang akan menimpa rumah tangganya. Laki-laki hanya memikirkan nafsu sesaatnya saja. Ia tidak segan-segan datang ke wanita lain bahkan menidurinya. Kemudian, dengan tampang tak berdosa, ia akan kembali kepada istri atau pasangannya.
Itu hanya teori. Itulah yang ingin Raya percayai. Baginya, tidak mungkin semua laki-laki mempunyai tabiat buruk seperti itu. Perselingkuhan memang kerap terjadi dalam menjalin sebuah hubungan. Raya menganggapnya sebagai tantangan. Ada banyak wanita di luaran sana, yang tentu saja memiliki hal-hal yang bisa menawarkan lebih baik dibandingkan Raya.
Mungkin kecantikan, atau mungkin saja kemolekan tubuh. Dan kemungkinan besar yang tidak bisa dimiliki Raya adalah cinta dan perhatian. Wanita lain mungkin menawarkan itu kepada Varen. Apakah salah jika Varen tergoda pada wanita seperti itu? Ya, tapi bukan kesalahan fatal. Jika hanya sebuah godaan tanpa tindakan yang lebih, Raya masih bisa memaafkannya dan memberikan kesempatan pada Varen.
Nahasnya, teori itu terbukti benar saat Raya melihat rute perjalanan yang ditempuh oleh Varen malam itu. Varen menuju salah satu hotelnya di daerah Jakarta pusat. Sebenarnya tidak ada yang aneh dari hal tersebut. Varen memang sering mengunjungi hotel-hotelnya untuk memantau kinerja para karyawan.
Ya, itu tidak aneh seandainya Varen mengatakan yang sejujurnya pada Raya. Bukan berbohong dengan mengaku sedang pergi ke rumah orang tuanya, tetapi mobilnya justru bergerak ke sebuah hotel. Apakah orang tuanya sekarang tinggal di hotel? Tentu saja tidak. Orang tua Varen punya rumah bak istana yang lebih mewah dari hotel. Tidak mungkin mereka memilih tinggal di hotel saat ini.
Raya pergi ke resepsionis hotel. Karena Varen pernah memperkenalkannya sebagai kekasih dan calon istri, tidak sulit bagi Raya mendapatkan akses masuk ke kamar yang digunakan Varen malam ini. Terlebih Raya juga mengatakan bahwa ia ingin mengejutkan Varen dengan kedatangannya. Raya ingin memberikan sebuah hadiah pada Varen.
Kartu akses kamar hotel sudah didapatkan. Raya pun bergerak mendatangi kamar Varen. Tidak ada keraguan di hati Raya kendati ia tidak sendiri ke sana. Ada beberapa paparazzi yang mengikutinya. Orang-orang yang biasanya menulis berita tentang skandal yang dibuat Raya. Tapi untuk pertama kalinya, wanita itu tidak mengusir mereka dan membiarkan mereka membuntutinya hingga ke depan pintu kamar Varen.
Sudah hampir setengah jam Varen berada di dalam kamar itu. Raya ingin masuk agar segera mengetahui apa yang terjadi di sana. Namun saat hendak menempelkan kartu untuk membuka pintu kamar, Raya tampak ragu. Bagaimana jika kenyataan buruk yang menyambutnya? Bagaimana jika ketakutannya benar-benar terbukti? Apa yang harus Raya lakukan?
Tetapi Raya benci perselingkuhan. Karena isu perselingkuhan itulah yang membuat keluarganya hancur. Seandainya sang ayah tidak bermain mata dengan wanita lain, Raya tidak akan kehilangan ibunya di usia yang sangat muda. Ia tidak akan menderita seperti ini dan harus menjalani hidup dengan melepaskan jati dirinya.
Raya pun menempelkan kartu aksesnya dengan penuh keberanian. Setidaknya mengetahui kebenarannya jauh lebih baik daripada hidup dalam kebohongan terus menerus. Raya tidak mau menjadi orang kedua atau menjadi orang pertama tapi suaminya memiliki simpanan. Persetan dengan hati dan perasaan. Yang ia inginkan hanya komitmen Varen untuk setia kepadanya.
Pintu kamar hotel pun terbuka. Situasi di dalam cukup gelap. Tidak ada lampu utama yang menyala. Raya berjalan dengan dibimbing oleh cahaya dari lampu yang ada di atas nakas. Pelan-pelan dan sembunyi-sembunyi. Raya sangat berhati-hati agar tidak ketahuan.
Alangkah terkejutnya Raya mendapati Varen ada di sana bersama dengan Cindy. Bukan hanya kebersamaan mereka yang membuat Raya terbelalak, tapi apa yang tengah mereka lakukan saat ini. Mereka berciuman dengan mesra. Dan Varen tampak menikmatinya karena pria itu memejamkan matanya ketika bibirnya sedang memagut liar bibir merah Cindy.
Luar biasa. Ketakutan Raya terbukti. Varen berselingkuh. Raya tidak menyangka ia ditinggalkan untuk seorang wanita yang lebih tua darinya. Benar, Cindy memang cantik dan tubuhnya pun molek. Dibandingkan Raya yang memiliki tubuh kurus selayaknya seorang model, Cindy punya tubuh berisi yang seksi. Tubuh yang lebih dari cukup untuk menggoda laki-laki.
Raya berdiri di sana selama beberapa menit sampai sorotan mata Varen tak sengaja berpandangan dengannya. Air mata Raya rebas seketika yang membuat Varen terkejut bukan main. Sosok yang muncul secara tiba-tiba di sudut ruangan itu bukanlah ilusi. Raya memang ada di sana.
Secepat mungkin Varen mendorong Cindy. Ia menghempaskan wanita itu secara kasar dan bangkit berdiri. Segera ia menghampiri Raya. “Sayang, ini tidak seperti yang kau pikirkan. Tolong dengarkan aku,” katanya sambil menggenggam tangan Raya.
Sekuat tenaga Raya menyunggingkan sebuah senyuman. Mata nanarnya menatap Varen dengan tajam. “Terima kasih karena sudah menyadarkanku, Varen. Terima kasih karena kau sudah meyakinkan aku bahwa kau laki-laki yang tidak pantas aku nikahi.”
Ucapan Raya memberi dampak luar biasa kepada Varen. Tubuhnya menegang, kepalanya bergemuruh seperti baru saja disambar petir. Raya mengatakan hal yang sangat mengejutkan. Pembatalan pernikahan mereka. Dan Varen tidak bisa menerimanya begitu saja.
“Tidak Raya! Dengarkan dulu! Aku hanya—”
“Cukup!” Raya memotong ucapan Varen. “Sudah cukup penjelasanmu padaku. Aku sudah memberikan kesempatan padamu sekali, tapi kau malah menyia-nyiakannya, Varen. Kau tahu aku sangat benci pengkhianatan, tapi kau melakukannya. Selamat tinggal.”
Raya menghempas tangan Varen dengan kasar, kemudian ia melenggang pergi dari kamar itu dengan pipi berderai air mata. Mengapa sesakit ini rasanya? Padahal Raya yakin tidak mencintai Varen. Pria itu hanya alat untuk mencapai keinginannya. Tapi mengapa Raya tidak bisa menerima pengkhianatan Varen?
Di dalam lift Raya menumpahkan tangisnya. Ia baru berhenti menangis saat pintu lift terbuka. Ia tidak tahu siapa yang hendak masuk sebelum sebuah suara familier terdengar.
“Pak, bisakah Anda menggunakan lift lain bersama sekretaris saya? Saya punya sedikit urusan di sini.”
Itu suara Karan. Raya mengenalnya dengan jelas. Secepat mungkin Raya berbalik badan, menutupi wajah yang berantakan akibat air matanya. Sial. Di saat seperti ini mengapa ia bertemu dengan Karan? Padahal wanita itu tidak ingin Karan melihat sisi lemahnya. Lebih tepatnya ia tidak suka orang lain melihatnya dalam kondisi yang menyedihkan.
Pintu lift tertutup dan Raya terlambat melarikan diri. Karan sudah berada di sampingnya, sendirian, tanpa dua pria lain yang tadi ada di depan pintu lift.
“Ini, gunakan saputanganku,” ucap Karan sambil menawarkan saputangannya.
Raya tidak mau menerima kebaikan Karan, tapi saat ini bukan waktunya untuk menolak. Tangannya sudah basah karena air mata. Jika dibiarkan terus Raya takut bajunya juga akan ikut basah.
“Terima kasih,” tukas Raya. Ia mengambil saputangan Karan dan mulai mengelap air matanya.
“A-aku—”
“Tidak apa-apa,” potong Karan cepat.
“Ya?”
“Kalau kau tidak mau bercerita tidak masalah. Tidak perlu memaksanya.”
Tepat saat itu pintu lift terbuka. Walaupun tidak ada orang di depan pintu lift, tapi ada beberapa orang berada di lobi hotel. Karan menoleh ke arah Raya dan berbicara lagi. “Maaf kalau aku lancang, tapi aku melakukan ini hanya untuk melindungimu.”
Karan membuka jasnya dan menutupi kepala Raya dengan jas itu. Kemudian, ia mengangkat tubuh Raya dan membawa wanita itu keluar dari lift.
“Tutupi wajahmu jika kau tidak mau dikenali oleh orang-orang,” pesan Karan lagi.
Walaupun seorang pengusaha yang sering diliput media, Karan tidak akan terlalu menarik perhatian khalayak. Sekalipun ada orang yang mengenalinya, orang itu hanya akan berpikir bahwa Karan telah menghabiskan malam panas dengan seorang wanita di hotel itu.
Berbeda halnya dengan Raya yang sudah sering mengisi iklan beberapa media massa. Wajah wanita itu pastinya sangat mudah dikenali. Belum saatnya Raya diliput media bersamanya. Karan akan membiarkan Raya tampil percaya diri di depan kamera ketika mereka mengumumkan pernikahan mereka.
Berbeda dengan Karan yang sibuk menghindari perhatian pengunjung, Raya malah sibuk dengan pikirannya sendiri. Matanya memang memandangi wajah Karan, tetapi pikirannya melayang jauh. Bersama debaran jantungnya, Raya merasakan sesuatu yang aneh bercokol di hatinya. Sesuatu yang hangat dan nyaman yang hanya Raya rasakan ketika bersama Karan. Mungkinkah ia telah jatuh hati pada Karan?
Mungkin saja. Karena cara Karan memperlakukannya dan sikap lembut serta perhatian pria itu akan mudah meluluhkan wanita mana pun termasuk Raya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments