Tepat sebelum semua semakin kacau, ponsel Raya berbunyi. “Maaf, aku permisi sebentar,” pamitnya dengan sopan lalu beranjak dari ruang makan.
Karan dan Varen memang tetap melanjutkan perbincangan, namun sesekali Karan menjatuhkan pandangannya pada pintu tempat Raya terakhir terlihat. Siapa yang berani menelepon Raya di jam segini? Apakah pria incaran Raya yang baru? Karan menjadi gelisah. Ia tidak suka sesuatu yang terjadi di luar kendalinya seperti ini.
Jawaban dari pertanyaan Karan muncul 15 menit kemudian ketika Raya kembali ke tempat duduknya. Wanita itu bercerita kepada Varen mengenai isi dari percakapannya dengan si penelepon yang ternyata adalah manajernya. Raya bilang kerja samanya dengan tiga produk lokal gagal. Artinya dalam sebulan ini Raya tidak akan melakukan apa-apa karena kehilangan pekerjaannya.
“Aku benar-benar kesal, Varen. Mereka ... maksudku para pengusaha itu membatalkan kerja sama begitu saja.” Suara Raya terdengar meninggi. Ia menelan ludahnya, jelas berusaha mengendalikan kekesalannya. “Sekarang aku tidak punya pekerjaan.”
Suara itu, Karan menyukai nada suara kesal Raya. Terlebih ia ingin mendengarnya saat mereka berada di atas tempat tidur dan dipenuhi hasrat sedang terengah-enggah memanggil namanya.
Sialan! Di saat seperti ini, otaknya malah berpikiran kotor. Karan benar-benar tidak mengerti mantra apa yang sudah ditanamkan Raya 12 tahun lalu hingga otaknya hanya dipenuhi wanita itu setiap harinya.
“Aku tahu kau sedang kesal, Sayang. Nanti kita bicarakan lagi. Kau lupa kita ada tamu di sini?” ucap Varen seraya membelai kepala Raya untuk menenangkan tunangannya itu.
Bola mata kecokelatan Raya mengarah pada Karan. Ia tersentak kemudian tersenyum kecut. “Maaf, aku tidak bermaksud merusak suasana malam ini,” katanya penuh penyesalan.
Karan menggelengkan kepalanya. “Tidak. Kau tidak melakukan kesalahan apa pun.” Ya, karena yang salah adalah Varen. Pria itu berani merebut Raya dari Karan, tapi malah tidak mampu menyenangkan Raya. Bahkan, sekadar memberikan pekerjaan pun Varen tak sanggup. Dasar bedebah!
Tapi, tunggu dulu! Bukankah ini kesempatan baik bagi Karan untuk beraksi? Ia bisa menggunakan alasan pekerjaan agar bisa mendekati Raya.
“Eum, apa aku boleh menawarkan sesuatu padamu?” celetuk Karan lagi.
Raya menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga sebelum menjawab pertanyaan Karan. “Menawarkan apa?”
“Sebelumnya aku minta maaf. Aku sama sekali tidak bermaksud ikut campur masalah kalian. Tapi aku sudah telanjur mendengarnya dan secara kebetulan, aku sedang mencari model untuk brand ambassador produk jam tangan wanita perusahaanku. Kalau kau tidak keberatan, apa kau mau bekerja sama dengan perusahaanku?”
Raya sedikit ragu. Segera ia melirik Varen, meminta konfirmasi dari sang calon suami. Ketika Varen menganggukkan kepala sebagai tanda persetujuan, Raya pun menjawab, “Kau yakin mau menjadikanku sebagai brand ambassador?”
“Tentu saja. Model utama perusahaanku tiba-tiba membatalkan kerja sama kami tiga hari yang lalu karena alasan kesehatan. Dan aku rasa kau sangat layak menjadi brand ambassador produk itu,” tukas Karan berbohong.
Sakit? Konyol sekali. Baru beberapa jam yang lalu sang model mengonfirmasi akan datang ke Indonesia untuk melakukan pemotretan dalam waktu dekat. Namun, Karan tidak peduli dengan hal itu. Ia akan membatalkan kontrak dengan model asal Prancis itu sesegera mungkin agar Raya dapat mengisi posisinya. Walaupun Karan harus membayarkan denda yang cukup besar karena melanggar kontrak.
********
Lobi perusahaan KR Watch tampak sibuk hari itu. Karan, sang CEO perusahaan akan mengadakan konferensi pers tentang kerja samanya dengan Raya Drisana. Aneh sekali. Biasanya mereka tidak melakukan konferensi pers di lobi perusahaan melainkan di kantor media milik keluarga Karan. Dan yang lebih anehnya, Karan hadir langsung di sana alih-alih menyuruh direktur pemasaran perusahaan seperti yang mereka lakukan selama ini.
Setelah beberapa menit menunggu, para awak media yang diundang Karan tersentak. Mereka heboh setelah melihat seseorang muncul dari arah pintu luar lobi. Raya Drisana; tunangan Varen. Gadis manis nan lugu yang tubuh menjadi wanita yang sangat cantik. Satu-satunya wanita di dunia ini yang pantas menerima rasa cinta sekaligus kebencian dari Karan.
Dalam balutan gaun satin putih di atas lutut, rambut hitam berkilau yang lurus dan sepatu bertumit berwarna merah menyala, Raya melangkah mendekati Karan. Tidak hanya bidikan kamera yang menyertai gerakan kaki wanita itu, para mata pengunjung, termasuk karyawan Karan pun mengikuti langkahnya. Sang super model terkenal baru saja tiba. Siapa yang tidak mengenal wanita peraih gelar Putri Kecantikan Indonesia tahun 2017 itu?
Karan merasa takjub sekaligus marah. Terutama pada para kaum adam yang berada di belakang Raya, yang menyaksikan sendiri bagaimana bokong menggiurkannya bergoyang-goyang setiap langkah. Benar-benar sialan! Apakah harus Karan menghentikan konferensi pers ini? Atau sebaiknya ia congkel saja mata-mata liar para serigala kelaparan itu?
“Saya minta maaf karena terlambat Pak Karan. Ban mobil saya sempat kempes dan harus dibawa ke bengkel dulu,” sapa Raya saat berhadapan dengan Karan. Tangannya terulur sebagai tanda kesopanan. Hari ini posisi Karan bukanlah sahabat dari kekasih Raya, melainkan mitra kerja samanya. Raya harus menggunakan bahasa baku agar menghargai sang CEO di depan banyak orang.
“Ah, iya. Tidak apa-apa,” balas Karan tersentak.
Raya begitu harum. Karan bisa mabuk kepayang mencium aroma vanila yang menyeruak dari tubuh Raya. Ditambah wanita itu berbicara padanya dengan sedikit berbisik yang membuat suaranya terdengar begitu seksi. Sungguh, rasanya Karan ingin melepaskan dasi di lehernya, mengikat kedua tangan Raya, menyeretnya dan mencumbu super model itu di dalam ruangannya.
Sembari menekan gejolak kelaki-lakiannya, Karan menarik napas panjang beberapa kali, memberi waktu pada dirinya sendiri untuk bisa sadar sebelum berkata, “Ayo, silakan duduk.”
Mereka sudah duduk di depan para awak media, namun mata Karan tetap tertuju pada Raya, lebih tepatnya pada sesuatu di tubuh wanita itu. Karan benar-benar terganggu melihatnya meskipun Raya sendiri tampak cuek dan tenang.
“Maaf dengan tindakan lancang saya.” Karan membuka jasnya secara tiba-tiba dan meletakkannya di atas lutut Raya.
Raya tersentak mendapati jas buatan Italia itu ada di pangkuannya dan menutupi pahanya yang terbuka. Pelan-pelan ia memandang ke arah Karan dan melemparkan sorotan mata penuh tanda tanya pada laki-laki itu.
Seolah bisa membaca pikiran Raya, Karan menimpali lagi perkataannya. “Terlalu banyak kamera yang menyorot tubuh Anda. Saya pikir Anda tidak nyaman dengan hal itu.”
Raya merona mendengar ucapan Karan. Pria yang manis, pikirnya. Secepat mungkin Raya mengalihkan pandangan dari sang CEO. Sangat memalukan jika publik melihat wajahnya yang memerah. Terutama wajah tersipu itu ia tunjukkan kepada laki-laki lain saat di jari manisnya sudah melingkar sebuah cincin pertunangan. Ini hanya sebuah pekerjaan. Raya tidak boleh melupakan sikap profesionalnya itu.
“Apa alasan Anda memilih Raya sebagai brand ambassador perusahaan Anda, Pak?” tanya seorang wartawan kepada Karan ketika Ian sudah membuka sesi tanya jawab .
Dengan senyum memukau pria itu menjawab, “Cantik.”
Satu kata yang sangat singkat hingga membuat Raya terperanjat dan sontak mengarahkan matanya kepada Karan. Namun secara kebetulan, Karan pun tengah memandang ke arahnya hingga kedua mata mereka saling beradu tatapan dalam beberapa detik, sebelum Karan menambahkan kalimatnya.
“Saya sudah mengamati Raya Drisana selama beberapa waktu belakangan. Kecantikan dan kerja kerasnya yang mewarnai dunia model sejalan dengan semangat dari produk terbaru perusahaan kami, the power of time. Saya yakin Raya Drisana bisa membawa produk kami ke titik kejayaannya.”
Sebuah senyum tipis terbit di paras cantik Raya. Wanita itu kembali menatap ke arah kamera saat kesadarannya telah pulih. Jujur, hampir saja Raya terlena dengan ucapan Karan saat menyebutnya cantik. Dan Raya begitu marah pada dirinya sendiri atas pemikiran yang nyeleneh itu. Apa yang terjadi padanya? Mungkinkah ia terpesona pada pria yang memuji wajahnya? Oh, ayolah Raya! Pengikut sosial medianya saja sudah hampir menyentuh angka 20 juta. Setiap kali muncul di media, ada jutaan pasang mata laki-laki memuji kecantikannya. Mengapa sekarang ia terpanah pada ucapan Karan?
“Bagaimana dengan Anda? Kenapa memutuskan untuk bekerja sama dengan KR Watch?” Kali ini jurnalis itu melemparkan pertanyaan kepada Raya.
Tanpa gugup sama sekali, Raya membalas, “Tampan.”
Ucapan Raya sanggup membuat audiens yang hadir bergemuruh, respons yang hampir sama ketika Karan memuji kecantikan Raya. Kata itu memang sengaja dilontarkan oleh Raya. Ia ingin membuat opini bahwa saling melempar pujian antara ia dan Karan adalah hal yang biasa, sehingga di kemudian hari, tidak akan ada rumor yang mengganggu hubungannya dengan Varen.
“Selama ini KR Watch selalu mengedepankan misi untuk membuat para konsumen laki-laki terlihat tampan. Dan kali ini dalam peluncuran produk terbaru khusus untuk wanita, saya beruntung terpilih menjadi brand ambassador. Saya berharap dengan kehadiran saya, KR Watch tidak hanya menyuguhkan ketampanan bagi para pria, tapi juga kecantikan bagi para wanita.”
Karan suka mendengar penjelasan Raya. Sebuah getaran kecil merayapinya saat Raya menghela napas. Bahkan ketika wanita itu memiringkan kepalanya sambil membenahi anak rambutnya yang berantakan, Raya terlihat cantik, bagai sekuntum bunga tulip yang sedang merekah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)
Varen tipe cowok yang membebaskan pasangan ya, nggk over protektif gitu.
Biasanya cowok kebanyakan itu mengekang pasangannya biar nggak kemana-mana
2023-02-20
1
Ayu Ap
hadir kakak cantik, like and gift💜
2023-02-19
2
💞Amie🍂🍃
Bunga mawar udah mendarat sempurna ya kakak, semangat
2023-01-27
2