Karan memperhatikan kelopak mata Raya yang tertutup. Tangannya terus mengusap-usap leher Raya. Kali ini tidak ada gerakan ekstrem seperti hendak mencekik. Karan murni hanya menempelkan tangannya untuk mengelus dengan rasa sayang.
Karan berharap dapat menggantikan tangannya dengan bibirnya. Ia ingin menjelajahi leher Raya dengan sapuan mesra mulutnya dan meninggalkan jejak-jejak miliknya di leher indah itu. Mungkin Karan harus membelikan Raya sebuah kalung kecil agar bekas kecupannya bisa terlihat semakin sempurna dengan kalung itu.
Tangan Karan berpindah pada bibir Raya. Ibu jarinya menempel di sana cukup lama sementara matanya tertutup, merasakan sensasi panas yang menyambar kulit jari tangannya. Apa sebenarnya yang dimiliki Raya? Mengapa tidak ada satu pun wanita di luar sana yang bisa menandingi Raya?
Merasa tidak cukup dengan jarinya, Karan memberanikan diri melakukan aksi nekat. Ia tidak mau hanya jari tangannya saja yang bisa menempel di bibir pucat itu. Karan ingin bibirnya juga dapat merasakannya. Merasakan apa yang selama ini terbayang di kepalanya, menghantuinya sampai membuatnya selalu menghabiskan malam di bayar guyuran air pancuran kamar mandi yang dingin.
Keinginan besar itu mendorong Karan untuk membenarkan tindakannya. Karan menurunkan wajahnya hingga berjarak hanya beberapa senti dari wajah Raya. Seringai penuh kepuasan terbit di bibirnya, dan pria itu pun berbisik, “Kau benar-benar cantik, Sayang. Sejak dulu hingga sekarang. Wajahmu benar-benar membuatku tergila-gila.”
Usai mengatakan hal itu, Karan menempelkan bibirnya di atas bibir Raya. Dengan lembut ia memagut bibir tipis sang super model kendati wanita itu tidak membalas sama sekali karena masih belum sadarkan diri.
Ini memang tidak sesuai ekspektasi Karan. Ia tidak suka ciuman tak berbalas seperti ini yang menurutkan tak ubas seperti mencium mayat. Karan lebih suka berciuman dengan Raya saat wanita itu sadar karena Karan akan bisa menikmati wajah Raya yang ketakutan dan menangis akibat perbuatannya.
Karan ingin menyudahi kegilaannya, namun tubuhnya tak mau mendengar. Bibirnya tetap terkunci di atas bibir Raya seolah-olah wanita itu mengoleskan perekat di sana. Karan tidak bisa melepaskan Raya. Ia malah ingin melakukan hal yang lebih gila lagi kepada wanita yang belum tersadarkan diri tersebut.
Tidak adanya protes dari Raya membuat Karan semakin berani. Kini, laki-laki itu menelusuri bibir Raya dengan lidahnya. Ia menjilat bagian atas dan bawah bibir Raya, tidak peduli meskipun tidak ada respons dari sang empunya bibir. Karan hanya ingin melampiaskan keinginannya dan bermain-main atas tubuh Raya.
Hingga sebuah suara menyentakkan Karan. Raya melenguh yang membuat Karan membuka matanya dan berharap dapat menjauhi Raya. Namun terlambat. Raya sudah telanjur membuka matanya dan mendapati bibir Karan sedang menempel pada bibirnya.
Raya terkejut bukan main. Ia tidak menyangka Karan akan melakukan itu. Menciumnya diam-diam saat ia tidak sadarkan diri. Raya benar-benar berharap tidak memikirkan hal yang lebih jauh, tetapi ia mendapati dirinya tengah membayangkan apa yang baru saja terlewat olehnya.
Bibir Karan yang tebal menempel dengan hangat di atas bibir Raya.
Apa yang pria itu lakukan? Raya begitu penasaran hingga ia menatap Karan dengan lekat. Namun, Karan tetap sama. Ia diam dan hanya duduk memandanginya, yang membuat pikiran Raya dipenuhi oleh gejolak ingin tahu.
“Bagaimana keadaanmu? Kau baik-baik saja?”
Akhirnya Karan berbicara setelah melakukan aksi diam selama hampir sepuluh menit. Raya panik hingga membuat pandangannya tertuju pada bibir Karan. Bibir itu sedikit terbuka, memperlihatkan sederetan giginya yang rata. Bagaimana mungkin Raya tidak terpaku pada bibir seksi itu, terlebih setelah adegan yang baru saja terjadi?
Karena tidak mendengarkan jawaban dari Raya, Karan mencondongkan tubuhnya ke tubuh wanita itu. Wajah mereka sangat dekat hingga Raya bisa merasakan sapuan hangat dari embusan napas Karan. Bahkan, aroma kopi juga ikut tercium dari bibir Karan. Raya sama sekali tidak menyangka bahwa sebuah ciuman yang terjadi beberapa saat lalu sanggup membuatnya terus memikirkan Karan dan bibir seksinya yang sialan itu.
“Aku rasa kau baik-baik saja. Kau juga tidak demam,” kata Karan pelan usai menempelkan keningnya di kening Raya. Itulah tujuan awal Karan, yaitu memeriksa kondisi tubuh Raya dan memastikan wanita itu dalam keadaan sehat.
“Ah, y-ya. A-aku baik-baik saja,” sahut Raya terbata-bata, merasa gugup dan salah tingkah.
Karan menarik diri dari Raya, lalu tersenyum ringan. “Baguslah, aku senang kondisimu sudah sehat sekarang. Oh ya, Varen sedang dalam perjalanan ke sini. Mungkin sebentar lagi dia akan sampai.”
Raya sedikit gelisah tatkala nama Varen muncul dari bibir Karan. Mengapa laki-laki itu begitu santai menyebut nama Varen setelah melakukan aksi luar biasa lancangnya barusan? Terlebih Varen adalah sahabat Karan sendiri. Artinya Karan sudah bersikap kurang ajar karena mencium kekasih dari teman dekatnya.
“Ya, terima kasih.” Entah mengapa Raya mengucapkan terima kasih pada Karan. Apakah karena pria itu sudah membantunya dan membawanya ke rumah sakit? Atau karena sudah memanggil calon suaminya untuk datang? Apa pun itu tidak masalah asalkan tidak ucapan terima kasih karena sudah menciumnya diam-diam. Sungguh memalukan.
“Tidak perlu berterima kasih. Aku senang bisa membantumu. Dan sepertinya aku harus menghubungi Ian di luar. Kalau kau ada permintaan lain, silakan panggil aku.”
Karan hendak beranjak, namun Raya langsung mencegatnya. “Tunggu!” ujar Raya.
Pria itu membalikkan badannya agar bisa menghadap Raya lagi. “Ya?”
“Apakah ada wartawan di sini?” tanya Raya yang membuat wajah Karan sedikit tegang. “Eum, maksudku, aku takut wartawan mengikutiku sampai ke sini. Kau tahu ‘kan pernikahanku dengan Varen tinggal beberapa hari lagi. Jika ada berita tentang kondisiku, aku takut acara pernikahan kami akan bermasalah.”
Ekspresi wajah Karan sama sekali tidak bisa ditebak oleh Raya, sebab pria itu tiba-tiba tersenyum. “Kau tenang saja. Ruangan ini adalah ruangan VVIP rumah sakit. Tidak sembarangan orang boleh keluar masuk ruangan ini. Yang harus kau perhatikan adalah kesehatanmu.”
“Terima kasih, aku lega mendengarnya,” tanggap Raya. “Aku harap kau bisa merahasiakan kondisiku.”
“Ya, aku akan merahasiakannya. Tentang kondisimu dan tentang apa yang baru saja aku lakukan padamu. Itu akan menjadi rahasia kita berdua.”
Karan keluar dari kamar Raya dengan raut wajah kesal. Tak disangka Raya sama sekali tidak membicarakan tentang ciuman mereka. Apakah Raya sama sekali tidak punya perasaan padanya? Bisakah kedua orang berciuman tanpa ada perasaan suka?
“Sialan! Kau benar-benar bodoh!” umpat Karan pada dirinya sendiri. Mungkin bagi Karan itu adalah ciuman, tapi tidak bagi Raya. Wanita itu pasti menganggapnya sebagai kecupan bibir semata. Tidak mungkin Raya tidak pernah berciuman dengan pria lain. Raya punya banyak mantan kekasih yang tampan dan kaya dengan fisik yang bagus. Wanita itu pasti sering berciuman, bercumbu mesra atau bahkan berhubungan badan.
“Berengsek!” maki Karan dengan perasaan begitu kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
auliasiamatir
sabar ya karan
2023-03-03
0
auliasiamatir
obsesi karan yang membuat Raya jadi sangat spesiak
2023-03-03
0
Aerik_chan
Semangat kak..
2023-02-23
0