Raya tidak tahu apa yang terjadi padanya, tapi sepanjang acara makan malam itu ia terus memperhatikan Karan. Cara Karan memperlakukan Sekar dan bagaimana tanggapan Sekar terhadap perlakuan itu. Sekar terlihat begitu mencintai Karan. Wajahnya ceria setiap mendapatkan perlakuan lembut laki-laki itu. Bahkan, ia tidak malu-malu untuk mengecup pipi Karan di sela-sela acara makan.
Dari pandangan Raya, Karan terlihat seperti pria yang penyayang. Memang sedikit posesif karena tangannya selalu aktif menyentuh tangan Sekar untuk menunjukkan bahwa wanita itu adalah miliknya. Dan Sekar tidak keberatan menerima kedua sikap Karan. Malah terlihat sangat menikmatinya.
“Bagaimana? Apa kalian suka makanan di sini?” Karan buka suara setelah mereka selesai makan. Penting bagi Karan mengetahui pendapat Varen dan Raya mengingat bahwa ia adalah orang yang merekomendasi restoran tersebut.
Varen menyeka sudut bibirnya dan tersenyum. “Luar biasa, aku menikmatinya,” puji pria itu. Kemudian, ia menoleh ke arah Raya. “Bagaimana denganmu, Sayang?”
Raya bisa saja berbohong dengan mengatakan makanan itu enak andai piringnya tidak penuh dengan makanan. Sebenarnya Raya tidak bisa menikmati apa saja yang masuk ke dalam mulutnya. Pikirannya tiba-tiba kacau. Hatinya tidak tenang. Mungkin karena hubungannya dengan Varen masih canggung pasca pertengkaran mereka. Atau karena Raya melihat Karan membawa wanita lain ke depannya. Entahlah.
“Aku sedang tidak enak badan,” kata Raya pada akhirnya.
Varen hanya bisa menghela napas, tidak tahu apa yang harus ia perbuat terhadap Raya. Hingga Karan memberikan tanda padanya. Temannya itu mengedipkan mata, seolah-olah memintanya untuk meninggalkan tempat itu sebentar. Ya, inilah saatnya. Karan ingin berbicara kepada Raya perihal persoalan mereka.
“Aku harus menelepon klien dulu,” ucap Varen seraya meninggalkan mejanya.
Tak lama berselang, Sekar juga meminta izin pergi ke toilet usai Karan menyentuh bahunya. Sebelumnya Karan sudah mengatakan bahwa ia akan memberi kode agar Sekar bisa mengerti.
“Mereka semua pergi,” tukas Raya sembari tertawa sedih.
Karan meneguk minumannya hingga tandas sebelum membalas, “Ada apa?”
“Ya?” Raya terlihat bingung mendengar ucapan Karan. “Apa maksudmu?”
“Makananmu tidak habis dan wajahmu terlihat pucat. Jelas kau tidak terlihat baik-baik saja.” Karan melipat tangannya di dada sambil menyender ke senderan bangkunya. “Ada apa?”
Meskipun sudah terpojok seperti itu, Raya tetap tidak ingin menunjukkan kelemahannya pada Karan. Ia menggelengkan kepalanya. “Bukan masalah yang besar. Hanya pertengkaran pasangan yang akan terselesaikan dengan cepat. Bagaimana denganmu?”
“Aku? Kenapa?”
“Apa kau bahagia dengan Sekar?”
Karan tersenyum saat mendengar nada getir dalam pertanyaan Raya. Ini sesuai dengan rencananya. Karan sengaja menunjukkan kemesraan di depan Raya, di tempat umum. Ini hanyalah sebuah akting tanpa perasaan. Karena Karan masih sangat menginginkan Raya. Bahkan sekarang, hanya dengan beradu tatapan dengan Raya sudah membuat jantung Karan berpacu. Kalau saja tidak ada Varen dan Sekar, mungkin Karan sudah mencium bibir Raya.
Supaya Raya tahu ia hanya menginginkan Raya, menunjukkan seberapa besar rasa cintanya dengan mata ataupun tubuhnya. Bukan pada artis yang Karan bawa, bukan pada wanita yang berpura-pura sebagai kekasihnya itu, tetapi pada Raya. Karan merasa panas dan gerah padahal pendingin ruangan itu masih berfungsi normal. Mungkin tubuh Karan yang sudah tidak normal.
“Ya, seperti yang kau lihat,” ungkap Karan seraya melonggarkan dasinya.
“Kau akan menikah dengannya?” sambung Raya dengan menampilkan sorotan mata penuh tanya.
Karan menganggukkan kepalanya. “Mungkin.”
Mendadak tangan Raya bergerak hingga tidak sengaja menyenggol gelas dan membuat gelas itu jatuh ke lantai. Raya berdiri dengan panik. Ia terkejut dan tidak bisa mengatakan apa-apa.
Melihat hal itu, Karan langsung sigap. Ia berdiri dan mencegah Raya menyentuh puing-puing kaca itu. “Tolong bersihkan kaca ini ya,” tukas pria itu kepada seorang pelayan yang menghampiri mereka. “Ayo, kita harus pindah tempat sebentar.”
Karan menggenggam tangan Raya dan membawa wanita itu berpindah tempat ke meja yang ada di belakang meja mereka sebelumnya. “Apa kau merasa tidak nyaman? Maaf.” Karan melepas tangan Raya setelah mereka sampai di tempat duduk.
“Duduklah,” kata pria itu lagi.
Kendati sudah tenang, tapi saat melihat wajah Karan, Raya kembali gelisah. Pikirannya menari-nari, mengingat ucapan Karan barusan. Ucapan tentang pernikahan laki-laki dengan Sekar. Entah mengapa Raya merasa marah. Ia seperti tidak rela laki-laki itu bersanding dengan wanita lain.
“Apa tipemu seperti Sekar?” Lagi-lagi Raya membuka percakapan dengan menanyakan perihal kekasih Karan.
“Ya,” balas Karan. “Aku suka wanita yang cantik, dan sedikit penurut. Mungkin juga terkenal karena aku butuh popularitas.” Karan bukannya menjelaskan tentang Sekar melainkan tentang Raya. Mata laki-laki itu memandangi sang super model dengan liar walaupun wanita itu tidak bisa melihatnya karena sedang menunduk sedih.
“Haruskah yang seperti itu?” Raya tersentak atas pertanyaannya sendiri. Buru-buru ia meralatnya. “Maksudku, apakah harus artis?”
“Tidak juga. Aku tidak masalah dengan pekerjaannya. Kau tahu ‘kan uangku sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan istriku kelak. Artis, politisi, pengusaha ... bahkan model. Aku tidak masalah dengan semua itu.”
Seulas senyum tipis terbit di bibir Raya. Wanita itu seperti merasa lega mendengar penuturan Karan. “Oh begitu,” ungkapnya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti.
Karan sedikit terkekeh. Rencananya bekerja dengan sangat baik. Rencana untuk membuat Raya merasa cemburu. Sejak awal tujuan makan bersama ini dibuat Karan bukan untuk memperbaiki hubungan Raya dan Varen seperti janji Karan pada temannya itu. Karan hanya ingin memperkenalkan Sekar untuk melihat reaksi Raya. Dan wanita itu tampak cemburu. Karan sangat puas dengan itu.
“Bagaimana denganmu? Bisakah kau ceritakan kepada suasana hatimu tidak baik hari ini?” tanya Karan.
Raya meremas tangannya satu sama lain seraya menatap wajah Karan dengan khawatir. “Aku tidak tahu. Eum, maksudku, aku sedikit ragu dengan pernikahanku.”
Hati Karan bersorak gembira. Raya meragu dan Karan merasa senang mendengarnya. Meskipun begitu, Karan berusaha menunjukkan wajah tenangnya. “Ha? Kenapa tiba-tiba begitu? Pernikahan kalian sekitar satu minggu lagi, Raya. Bagaimana mungkin kau ragu?”
“Iya, aku tahu itu.” Raya meneguk salivanya. Embusan napas kasar keluar dari bibirnya. “Itulah yang kumaksudkan. Pernikahan kami tinggal seminggu, tapi aku tidak bisa merasa tenang.”
“Memangnya apa yang terjadi?” ujar Karan. Netra cokelatnya terus memandangi Raya dengan yakin, seakan mengatakan bahwa ia adalah orang yang tepat bagi Raya untuk bercerita. “Oh, ayolah Raya! Kalau aku tidak tahu masalahmu, bagaimana mungkin aku bisa tahu apa yang membuatmu ragu pada pernikahanmu? Aku hanya ingin membantumu saja. Varen itu sahabatku. Artinya kau adalah temanku.”
Raya tidak tahu apakah yang ia lakukan ini benar atau tidak. Namun, Raya tidak punya teman untuk mengungkapkan perasaannya. Hanya Karanlah orang terdekat Raya sekarang. Dan seperti yang pria itu sampaikan barusan, ia adalah sahabat Varen. Mungkin Karan bisa mencari jalan keluar dari masalah mereka.
“Aku pikir Varen tidak serius menikah denganku. Aku tahu ini konyol, tapi aku merasa cemburu. Varen punya teman wanita yang dekat dengannya. Varen juga sempat memperkenalkannya padaku. Mereka memang berhubungan baik sejak kuliah. Aku juga tahu fakta itu. Hanya saja aku—”
“Cemburu?” timpal Karan. Bibirnya terasa panas usai menceluskan kata itu. Karan harap Raya tidak mengiyakannya. Harusnya Raya menyangkal apa yang Karan katakan.
Tampaknya keinginan Karan tidak terwujud karena Raya menganggukkan kepalanya. “Ya, aku cemburu,” aku wanita itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Senajudifa
mampir lg thor
2023-05-01
0
auliasiamatir
pinter banget karan ekting nya
2023-02-18
1
Aerik_chan
Sabar Karan...penantianmu kelak akan berbuah manis
#kekasih sementara hadir
2023-02-07
1