“Sepertinya hanya itu saja yang bisa kami sampaikan. Untuk informasi yang lain, rekan-rekan media bisa langsung menghubungi humas atau tim pemasaran perusahaan kami,” jelas Karan menutup konferensi pers.
Jadwal Karan begitu padat hari ini. Ada banyak rapat yang harus dihadirinya sehingga ia harus cepat-cepat menyelesaikan konferensi pers meskipun ia menikmatinya. Karan memang sangat menyukai hari-hari memperhatikan Raya. Itu adalah hiburan yang menyenangkan baginya.
“Berkas-berkasnya ada di ruanganku. Ayo ke sana,” kata laki-laki tersebut seraya menggunakan kalimat santai saat para awak media tidak memperhatikan mereka.
Karan mengajak Raya meninggalkan lobi, Ian dan manajer Raya di sana. Kedua orang itu bisa menyusul nanti setelah membereskan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh awak media. Lebih baik jika Raya berada di ruangannya, dengan begitu Karan bisa melancarkan aksinya merayu wanita itu.
Mereka berdiri di pintu lift berwarna hitam mengkilap, lift VIP yang hanya digunakan oleh para petinggi perusahaan, termasuk Karan. Namun, begitu mereka masuk, terjadi sebuah insiden yang mengejutkan. Raya mencium pipi Karan saat pria itu menunduk untuk menekan tombol lift. Pada saat yang sama, Raya hendak menoleh ke Karan untuk menanyakan lantai berapa yang akan mereka tuju.
Kedua mata Raya terbelalak. Ini hal yang tidak terduga, tapi Raya tidak bisa menarik diri dengan cepat. Kakinya seperti terpaku di sana. Begitu pula kepalanya yang terasa berat. Raya baru bisa bergerak ketika Karan mengangkat kepalanya dan menjauh darinya.
“Ma-maaf, aku tidak sengaja,” ujar Raya terbata-bata. Jangankan untuk berbicara normal, napasnya saja sudah tersendat karena jantungnya berdegup kencang. Terlebih saat tatapan mata mereka tidak sengaja bertemu. Percikan listrik seperti baru saja menyengat hati Raya.
Gila! Ini tidak boleh terjadi! Raya sudah bertunangan. Ia sudah memiliki Varen, calon suaminya. Namun semakin lama ia menatap Karan, semakin sulit ia mengingat hubungannya dengan sang tunangan.
“Tidak,” potong Karan. “Harusnya aku yang meminta maaf karena mendekati tombol lift secara menda—Berhenti!”
Karan tiba-tiba berteriak. Pria itu segera mendekap Raya saat tubuh wanita itu bergerak ke belakang hingga nyaris menabrak dinding lift. “Di belakang ada dinding, kau bisa menabraknya kalau terus mundur seperti itu,” jelas Karan pada Raya yang terlihat bingung.
“Ah iya.” Raya bergerak cepat, namun tangannya justru menempel pada dada Karan. Tubuh pria itu terasa keras dan kokoh. Sangat menyenangkan menyentuhnya karena terlihat sangat kuat. Raya membayangkan bagaimana Karan membentuk otot-otot pada tubuh itu. Pasti melalui kerja keras yang panjang di dalam pusat kebugaran. Ingin sekali Raya melihatnya secara langsung.
Tindakan reaktif Raya membuat kepala Karan terasa pusing. Ia memang laki-laki kurang ajar karena otaknya langsung berpikiran mesum. Ingin sekali ia menarik Raya, menyudutkan tubuh wanita itu dan mencumbunya di dalam lift. Persetan dengan rapat yang harus ia datangi hari ini.
Tapi ... ah, sialan! Karan tidak bisa melupakan CCTV yang ada di lift. Ia tidak masalah tubuhnya terekspos, tapi sikap posesifnya tidak terima jika tubuh Raya yang terbuka dilihat oleh orang lain. Raya miliknya, itu artinya hanya ia saja yang boleh menikmati tubuh molek nan seksi itu.
Karan menarik napas pelan-pelan, bermaksud untuk menenangkan dirinya. Akan tetapi, saat menghirup aroma vanila wanita itu, tubuh Karan kembali bereaksi. Aromanya benar-benar menggoda, membuat sekujur tubuh Karan menjadi sensitif. Ia harus menghentikannya sekarang dan mengembalikan kewarasannya sesegera mungkin.
“Aku laki-laki normal, Raya. Kalau tanganmu bergerak ke bawah lagi, aku tidak yakin bisa menahan diriku,” seru Karan dengan suara serak.
Raya membuka mulut untuk mulai berbicara, tapi kemudian menutupnya lagi saat menyadari apa yang terjadi. Wajah Raya terbakar. Apa yang dilakukan tangannya itu? Bagaimana mungkin sekarang jari-jarinya sudah berada di perut Karan? Memalukan sekali. Jika ada yang melihat ini seperti Raya secara terang-terangan sedang menjamah tubuh laki-laki lain.
Raya menarik tangannya dan mulai bergerak menjauhi Karan. “Maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja,” tukasnya lagi.
Karan terus memandangi wajah Raya yang kini tengah memerah. Raya terlalu menarik untuknya. Bulu matanya yang lentik, pipinya yang merona, dan bibirnya yang ... sialan! Baru saja bibir itu menempel di pipi Karan dan kini pipi laki-laki itu terasa panas. Bibir Raya begitu lembut, Karan bisa mengingatnya dengan jelas di permukaan pipinya.
Bagaimana jika bibir itu menempel di bagian tubuh Karan yang lain? Ditambah tangan-tangan gemulai Raya yang menempel di dadanya. Sungguh, seandainya mereka tidak berada di lift, setidaknya berada di ruangannya yang bebas dari kamera pemantau, Karan tidak akan keberatan jika Raya lebih lama menyentuh tubuhnya.
Berengsek! Karan menginginkan wanita itu, dan ia tidak akan pernah menyangkal keinginan itu selama bertahun-tahun.
“Tidak apa-apa. Itu tidak masalah selama kau tidak terluka,” ungkap sang CEO sambil memalingkan wajah. Berharap Raya tidak bisa menebak bayangan nakal yang tengah menari-nari di dalam pikiran Karan saat ini.
Begitu pintu lift terbuka, Karan mengantarkan Raya ke dalam ruangannya kemudian bergegas pergi ke toilet. Gairah di tubuhnya tidak terelakkan lagi. Semua hasrat dan kerinduan yang Karan simpan selama bertahun-tahun menggelak ke permukaan hari ini. Karan membutuhkan Raya, sangat menginginkan wanita itu dalam dekapannya. Keinginan besar itu harus diredam dengan air dingin agar tidak menghilangkan akal sehatnya.
...******...
Karan menggosok-gosok pelipisnya dan bersandar pada sandaran kursi berlengan di belakang meja kerjanya. Semua karyawannya tahu bahwa hari ini perusahaan begitu sibuk dengan agenda yang padat. Begitu pula dengan asisten dan sekretaris Karan. Mereka yang mengikuti Karan seharian sudah terkapar di atas tempat duduk masing-masing, kehilangan tenaga karena aktivitas yang begitu padat.
Karan pun begitu, tapi hari ini ia terlihat berbeda. Jika biasanya ia akan langsung pulang ke rumah karena kehabisan energi, hari ini Karan seperti baru saja disuntikkan obat-obatan penambah energi. Tentu saja Karan tidak pernah mengonsumsi hal-hal tersebut. Hanya saja Karan memang memiliki suntikan motivasinya hari ini, yaitu Raya, wanita yang selalu menghantui hidupnya.
Setelah konferensi pers, Karan dan Raya berbincang-bincang sedikit di ruangan itu. Mereka membicarakan banyak hal, terutama bisnis dan dunia hiburan. Raya mungkin tidak menyadarinya, tapi Karan terus-menerus tersenyum melihat bibir Raya yang bergerak-gerak saat wanita itu bercerita. Membawa Karan pada kenangan masa lalu. Kenangan di mana Raya sangat suka menceritakan mimpi-mimpinya di masa depan. Pada titik itu, Raya sama sekali tidak berubah.
“Aku sudah merindukanmu, Sayang. Aku sangat merindukanmu,” gumam Karan di tempat duduknya. Dengan cepat ia merogoh dompet dari saku jasnya dan membukanya. Tepat di dalam terlihat gambar seorang gadis berseragam SMA sedang tersenyum ceria, gambar yang sama dengan apa yang ada di dinding kamar Karan. Gambar Raya Drisana.
“Senyumanmu masih sama, Raya. Bagaimana kau tidak berubah sama sekali?” tanya Karan pada foto itu. Raya-nya memang tidak berubah secara visual, malah tampak lebih cantik. Hanya saja sikap dan karakter Raya sekarang bertolak belakang dengan Raya yang dikenal Karan 12 tahun lalu. Raya yang begitu polos dan lugu.
Tidak hanya Raya saja yang berubah. Karan pun begitu. Ia berubah 180 derajat dari dirinya yang dulu. Karan bukan lagi pemuda bodoh yang mudah tertipu oleh Raya. Pemuda yang dihancurkan masa remajanya karena perbuatan wanita itu. Karan yang sekarang adalah laki-laki tangguh yang akan menipu Raya dan membuat wanita itu menderita.
Karan memandangi foto itu lagi. Ia mengelus bagian wajah Raya hingga ibu jarinya menyentuh bibir Raya. Pria itu jadi teringat kejadian yang terlewat kurang dari enam jam yang lalu. Wajah merona Raya dan bibir lembutnya yang mencium pipi Karan. Belum lagi aroma parfum dan sentuhan menggairahkan dari tangan-tangan lentik wanita itu.
Jujur pada detik itu, Karan ingin segera menarik Raya ke ruangannya, membaringkannya di atas sofa yang empuk dan berada di atas wanita itu sembari mencumbunya dengan liar.
Sial! Karan tidak menyangka akan terlihat menyedihkan seperti tadi. Bagaimana mungkin ia menyelesaikan hasratnya di kamar mandi sementara ia punya banyak kuasa untuk mendatangkan banyak wanita ke sisinya? Karan tidak mengerti alasan tubuhnya hanya bereaksi pada Raya saja, yang akhirnya membuat Karan mempertontonkan ketidakberdayaannya karena terlalu mendabakan Raya. Ia tidak pernah tertarik pada wanita lain, kecuali pada cinta pertamanya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Ayu Ap
Raya tuker posisi yoks
2023-02-19
1
Aerik_chan
Hadir
2023-01-29
1
auliasiamatir
seru banget, cerita nya begitu manarik.hak bosen bacnya bahkan terlalu Keren
2023-01-28
1