Varen menurunkan Raya dengan hati-hati. Ia membimbing wanita itu ke rumah dan membawanya ke tempat tidur. Raya masih sangat lemah. Bahaya jika ia melakukan banyak pekerjaan. Sang bibi dan manajernya sedang berdiskusi dengan perusahaan agensi tempat Raya bekerja agar memberi Raya waktu untuk pulih kembali. Meskipun itu sangat sulit karena Raya sudah telanjur mengambil beberapa pekerjaan dalam minggu ini.
“Tidurlah dulu. Aku akan memasak makan siang untukmu,” ujar Varen sembari mengelus kepala Raya dengan lembut.
Raya mengangguk. Namun, belum sempat Varen keluar dari kamar, Raya memeluknya dari belakang. Ini mendadak, tapi Raya ingin melakukannya. Ia tidak bisa kehilangan Varen sekarang. Memang terdengar egois dan licik, Raya tetap tidak mau Varen meninggalkannya.
“Hey, Sayang. Ada apa ini? Kenapa kau tiba-tiba memelukku?” tanya Varen penasaran walaupun ia tidak berniat sama sekali untuk melepaskan pelukan Raya.
“Aku hanya ingin memelukmu. Apa tidak boleh?”
Senyuman muncul di bibir Varen. “Bicara apa kau ini? Tentu saja kau boleh memelukku, Sayang. Bahkan, kau boleh melakukan lebih dari itu jika kau mau.”
PUK!
Raya memukul punggung Varen. “Dasar mesum!” protesnya.
“Hey, hey! Aku tidak mesum, Raya. Setidaknya untuk sekarang karena aku tidak tahu apa yang terjadi jika kita sudah menikah. Mungkin aku akan lebih mesum dari ini.” Varen mengelus tangan Raya yang berada di perutnya dan melanjutkan pembicaraannya. “Sebaiknya kau bersiap-siap, Sayang.”
“Dasar!” Sekali lagi Raya menepuk punggung Varen. “Aku mau melihatmu memasak. Bisa tolong gendong aku ke dapur?”
“Tentu saja.” Varen merendahkan tubuhnya agar membiarkan Raya naik ke punggungnya. Lalu, pria itu menggendong Raya dari belakang. “Ada apa denganmu hari ini, hm?”
“Kenapa? Apa kau tidak suka dengan sikapku?”
“Bagaimana mungkin tidak suka? Aku sangat suka, Sayang. Bila perlu aku ingin melihatmu seperti ini setiap hari.”
Raya menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku hanya ingin bermanja-manja denganmu hari ini. Setidaknya hari ini saja,” katanya dengan nada lemah. Apa yang Raya lalui hari ini sangat berat, bukan karena sakit yang dideritanya, tapi karena Karan dan Varen. Sungguh kedua orang itu membuat hati Raya sedikit terguncang.
Dan tampaknya kegelisahan Raya tidak cukup sampai di situ saja. Saat menaruh kepalanya di pundak Varen, Raya menemukan sebuah tanda merah samar di dekat kerah kemeja Varen. Raya membenarkan posisinya dan melihat tanda itu dengan jelas. Tanda lipstik berwarna merah.
Darah Raya berdesir, jarinya yang berada di sekitar leher Varen gemetar dan seketika matanya memerah. Apa yang ditakutkannya terjadi. Varen benar-benar berhubungan dengan wanita itu. Wanita bernama Cindy.
“Apa kau mengajak wanita lain masuk ke mobilmu hari ini, Varen?” tanya Raya saat Varen menurunkannya.
Varen yang sudah bersiap-siap memasak, tersentak, bahkan nyaris menjatuhkan pisau dapurnya. “Wa-wanita lain? Ah, itu. Hari ini memang aku pergi bersama sekretarisku menemui klien.”
Raya mendekati Varen, membantu pria itu membersihkan sayuran sambil terus berbicara. “Kau bilang kau seharian ada di kantor.”
“Ya, aku memang seharian di kantor, Sayang. Aku menemui klien sebelum bekerja di kantor,” pungkasnya seraya menghindari tatapan mata Raya.
Bohong. Raya mengenal Varen dengan baik. Pria itu selalu memalingkan wajah darinya setiap kali berbohong. Ada rasa perih di hati, tapi Raya harus menahannya.
“Kau benar-benar bekerja keras, Varen. Aku senang melihatnya,” ujar Raya dengan memaksakan senyuman terulas di bibir pucatnya.
Raya baru menyadari kebodohannya. Seharusnya ia tidak membiarkan hatinya terpengaruh dengan Varen. Mereka menikah tanpa cinta, Raya paham itu dengan pasti. Berharap akan dicintai dan mencintai Varen adalah sesuatu yang konyol. Raya harus ingat tujuan awalnya, yaitu popularitas dan status tinggi. Begitulah cara ia memanfaatkan Varen. Jadi, mau ke mana pun hati Varen berlabuh dan apa yang sudah pria itu lakukan di masa lalu, Raya tidak perlu ikut campur.
“Tapi, aku ingin kau berjanji satu hal padaku, Varen. Jangan pernah membawa wanita lain ke rumah kita. Siapa pun wanita itu. Karena aku tidak akan bisa menerimanya,” ucap Raya sambil menyentuh kedua pipi Varen. Hanya inilah yang bisa Raya lakukan. Ia tidak ingin Varen melakukan sesuatu yang dibencinya, perselingkuhan. Setidaknya dengan ancaman ini, Raya harap Varen bisa meninggalkan wanita itu meskipun Raya sendiri tidak tahu apa hubungan Varen dengannya.
Kedua mata Varen terbuka lebar. Pria itu terlihat bingung mendengar pernyataan Raya. “Tentu saja Sayang. Bagaimana mungkin aku membawa wanita lain saat aku sudah memiliki istri sepertimu? Dan dengar ini, Raya, aku mencintaimu. Mungkin kau tidak percaya, tapi aku benar-benar mencintaimu,” katanya bersungguh-sungguh. Dapat Varen lihat dengan jelas tubuh Raya menegang kaku. Wanita itu seperti tidak percaya mendengar ucapannya.
Raya semakin merasa sakit hati mendengar penuturan Varen. Ini lebih buruk dari mengetahui bahwa Varen berhubungan dengan wanita lain. Sebab, Varen berbohong padanya. Pria itu berani mengumbar pernyataan manis namun pada kenyataannya ia juga membisikkan hal yang sama kepada wanita lain.
“Aku tahu. Aku sudah menyadarinya sejak lama.” Di ujung ucapannya, Raya merasa perih di dalam hatinya. Tenggorokannya tercekat, ia seperti baru saja menelan sebuah pil pahit yang membuat lidahnya terasa kelu. Sekali lagi Raya harus menampikkan hatinya dan mengedepankan kariernya. Semua demi kehidupan glamor yang diimpikannya seperti yang sering disebutkan oleh sang bibi.
“Terima kasih Sayang. Aku tidak akan mengecewakanmu,” janji pria itu pada Raya.
Varen tidak tahu apakah kebohongannya benar atau salah. Ia pun tidak seratus persen berbohong. Sejak pagi ia memang berada di kantor untuk menyelesaikan beberapa hal. Saat bibi Raya menelepon, Varen teringat janjinya pada Raya bahwa hari ini mereka akan melakukan pengukuran baju untuk terakhir kalinya.
Varen sudah bersiap-siap pergi ke butik, namun di tengah jalan, Cindy meneleponnya. Suara tangis wanita itu membuat Varen kehilangan akal. Ia panik dan langsung menuju tempat temannya itu berada. Ternyata Cindy ada di rumah. Ibunya sedang terbaring lemas. Dengan nada sedih dan terisak, ia meminta bantuan pada Varen untuk membawa sang ibu ke rumah sakit.
Jujur, Varen tidak ingin berhubungan lagi dengan Cindy. Insiden sepatu itu saja sudah membuat hubungannya dengan Raya menjadi dingin. Padahal sebelum ini, Raya tidak pernah sekali pun mengabaikan panggilannya, bahkan sewaktu sang model sedang bersama kekasih-kekasihnya. Varen yakin Raya menempatkannya pada posisi yang begitu istimewa.
Akan tetapi, bagaimana mungkin Varen meninggalkan Cindy sekarang? Terlebih ibu wanita itu memang butuh pertolongannya. Cindy tidak memiliki siapa pun kecuali ibunya. Jika terjadi sesuatu pada sang ibu, Varen yakin Cindy tidak akan pernah bisa melanjutkan hidupnya.
Atas dasar kemanusiaan itulah Varen membantu Cindy membawa sang ibu ke rumah sakit. Tentu saja rumah sakit terdekat. Setelah memastikan sang ibu mendapatkan perawatan, tubuh Cindy melemas. Ia nyaris terjatuh ke atas lantai rumah sakit seandainya Varen tidak menangkapnya. Di dalam pelukan Varenlah Cindy melampiaskan rasa sedih dan ketakutannya.
Jadi, haruskah Varen mengatakan hal itu pada Raya? Tidak. Itu tidak perlu karena Varen sama sekali tidak memiliki hubungan istimewa dengan Cindy. Wanita itu hanya teman dekatnya, sahabat terbaik yang membantunya selama ini. Tidak lebih dari itu. Varen hanya mencintai Raya, bahkan sejak mereka masih duduk di bangku kuliah. Varen tetap mencintai sang super model hingga sekarang, walaupun Raya tidak menyadarinya sama sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 173 Episodes
Comments
Aerik_chan
Varen, menurutku kurang kominikasi deh sama pasangannya...
Trapped In The Love A Liar, hadir
2023-02-27
0