#17

"KAMU MAU NIKAH?" Roy mengguncang tubuh Laura. Tak percaya sepupunya tersebut sudah memiliki kekasih.

"Pusing! Diem ngapa!?" Bentak Laura. Sepupunya melepas pundak wanita itu.

"Ehehe maaf. Kaget lah aku, tiba-tiba kamu mau nikah!"

"Kau sendiri kapan?"

"Minggu depan dong," jawab Roy dengan wajah sok kerenya.

"Aku akan datang. Sekarang aku mau tidur~" Ujar Laura, mengangkat tangan sambil berjalan menuju kamarnya.

Di sisi lain. Wil berada di depan rumah Laura. Ia memakai topi serta jaket hitam putih. Pria tersebut memanjat pagar dengan hati-hati.

Jendela kamar Laura terbuka, kamarnya gelap dan hanya cahaya bulan yang menerangi kamarnya.

"Baguslah kalo dia sudah tidur." Wil memanjat dengan pipa besi di dekat kamar Laura.

Laura sedag tertidur di atas singlebed miliknya. Wil mengambil suntikan yang berisi obat tidur. "Maaf Aura," ujar Wil dengan lirih.

Laura ditutup dengan kain hitam dan memasukanya ke dalam mobil.

Entah, pukul berapa sekarang. Laura membuka mata yang terasa berat dan melihat sekeliling. Dirinya dibelenggu di atas kursi kayu. Mulutnya pun ditutup oleh lakban dengan kain. Tak ada kelonggaran untuknya berbicara.

Pria yang mengenakan topi serta jaket hitam putih muncul dari kegelapan lorong. "Siapa sih?"

"Udah bangun toh? Lama juga efek obatnya." Bibirnya menyeringai dan menunjukan gigi taring yang sedikit lebih panjang dari taring manusia pada umumnya.

"Kayak kenal, siapa ya?" Orang itu membuka topinya dan mengibas rambut berwarna putih layaknya salju dengan sedikit warna cyan.

Pria itu membungkuk dengan senyuman manis. "Selamat siang Nona Aura." Sungguh Laura ingin mencaci-maki pria tersebut jika ikatan kain yang menutup mulutnya lepas.

"Mau ku lepas penutup mulutnya?" Laura mengangguk. Namun, karena memang sifat pria ini menyebalkan, ia menarik kata-katanya.

"Males ah, ntar kau mengejeku, mengancamku, dan memberi alasan untuk kabur." Laura mulai berfikir, kenapa ia bertemu manusia ini. Manusia titisan setan.

Dia mengambil kursi di dekatnya dan duduk di seberangnya. Ia akhirnya membuka penutup mulut Laura. "Lepaskan aku! Dimana kita!?"

"Sudahku duga kau akan berbicara begitu."

"Masa bodo! Dimana kita?! Aku mau pulang!!"

"Kau mau pulang bagaimana? Jalan kaki?"

"Memang dimana kita?"

"Eropa," jawab Wil sambil melipat kedua tanganya.

"Kau bercanda," ujar Laura, ternganga mendengar jawaban Wil barusan.

"Kau tidak percaya?"

"Lepaskan aku, baru aku akan percaya."

"Sam, buka ikatanya," ujar Wil. Ikatanya dibuka, Wil langsung meragkul wanita itu dan mengajaknya keluar.

Kaca tembus pandang yang besar seakan menjadi tembok. Laura memandang keluar, pemandangan sangat indah dengan Menara Eiffel yang menjulang tinggi. "Bagaimana?" ujar Wil, mendekap Laura dari belakang.

"Indah. Ah! Maksudku, kau gila membawaku sampai sini!"

"Terus?"

"Argh! Kau tidak tau aku akan menikah dengan Sean nanti?"

"Karena itu aku membawamu ke sini," ujar Wil. Ia mengecup kepala bagian belakang Laura.

Laura dilempar ke dalam sebuah kamar oleh Wil. Kepalanya terbentur lantai putih di kamar tersebut. "Ini kamarmu, semoga betah."

"Dari sikapmu kepadaku saja sudah buat aku gak betah!" Perut Laura berdemo meminta asupan, apa saja.

"Ra, kau mau makan?" Tanya Wil dari balik pintu.

"Ya," jawab Laura. Sebenarnya ia curiga kalau pria itu akan memberinya racun tikus. Tapi tak mungkin karena dari wajah Wil yang polos seperti itu.

"Aku berharap Sean di sini."

"Untuk?" Wil berdiri di ambang pintu dengan seorang wanita di belakanganya.

"Menemaniku lah, dia kan calon suamiku!" Jawab Laura. Wanita dengan pakaian pembantu, menyodorkan nampan yang berisi makan dan minum tampak menggugah selera.

"Seingatku dia sudah meninggal."

"Kenapa kau berkata begitu?" Wil menunjukan gambar Sean yang berlumuran darah.

Nafsu makan Laura hilang seketika. Ia rasanya ingin mengeluarkan isi perutnya. "Siapa yang melakukan itu? Tega sekali dia!"

"Aku." Satu kata dari Wil membuat Laura terkejut. Rasa benci kembali bangkit di dalam hati Laura yang paling dalam.

"Benar katamu. Aku harusnya tidak menilaimu dari tampang polos wajahmu!"

Wil tertawa mengerikan, siapapun yang mendengarnya merasa terancam. "Astaga kau polos banget sih, Aura!"

Wanita itu merasa geram ingin menghancurkan Wil sampai menjadi debu. "Apa sih yang kau inginkan!?"

"Baiklah aku akan mengatakan sejujurnya."

"Kau boleh pergi." Pembantu tersebut pergi setelah mendengar perintah Wil. Laura tak mengerti apa yang dikatakan Wil barusan.

"Kau mau bilang apa?"

"Karena aku mencintaimu. Siapapun pria yang mendekatimu akan hancur di tanganku."

"Termasuk paman dan sepupuku?"

"Tidak, saudara tidak mungkin mencintai." Tangan Wil berusaha menyentuh wajahnya.

Laura terus menghindar dari Wil. Dia tidak mau disentuh olehnya sama sekali. "Jangan sentuh aku!"

Tapi Wil terus berusaha sampai Laura terpojok, tak bisa lari. "Apa yang mau kau lakukan?"

Wil menggenggam tangan Laura dan mendekati wajahnya. "Kau cantik sekali," ujar Wil, semakin mendekati wajah Laura.

Wanita itu menggerakan kepalanya menghindar dari Wil. "Ayolah, tidak ada yang melihat, kecuali yang di atas."

"Jauhi aku dasar pria mesum!" Laura berusaha mendorong tubuh kekar Wil dengan tangan kananya. Tenaga tanganya kalah besar dengan tenaga Wil.

"Ayolah, sayang."

"Jangan memaksa!" Wil bernafas lalu mencium leher Laura. Wanita itu mendesah kecil, pipinya merona.

Tangan Wil menengokan kepala Laura, menghadapnya. Wil mengecup lembut bibir Laura yang semakin lama menjadi ganas.

Tenaga Wil melonjak, ia merobek pakaian Laura. Lalu melepaskan pakaian yang dikenakan Laura dan pakaianya secara bergilir hingga tak ada sehelai benang pun di tubuh kedua insan itu. Laura terbawa suasana dan mendekap tubuh Wil dan berbagi hal kotor sampai malam tiba.

Laura membelai rambut Wil yang tampak basah karena keringat. Tenaganya seperti hewan buas hingga membuat Laura tak berdaya untuk melawan. Mata pria itu tertutup rapat, sepertinya sedang berjalan-jalan dialam mimpi.

Udara dingin menusuk kulit, Laura menarik selimut dengan sisa tenaga yang ada hingga menutupi leher mereka. Wanita itu mengecup bibir Wil dan kemudian ikut tertidur.

Wil membuka mata, ia melihat dirinya berusia 8 tahun dengan pakaian hitam putih yang biasa ia kenakan. Di sekitarnya terdapat bercak darah yang begitu banyak.

Sepasang kekasih terkapar lemah tak berdaya dengan seorang pria berjaket hitam. Wajahnya tidak terlihat karena ditutupi kegelapan.

Pisau di tanganya meneteskan cairan merah. Wil kecil berkedip dan pria itu menghilang.

Malaikat kecil yang polos tak tau apapun melihat kedua orangtuanya dengan darah yang menyelimuti tubuh mereka.

Rambut putih ayahnya terkena darah begitu juga dengan rambut cyan Ibunya. Ia membangunkan keduanya namun tak ada respon.

Air mata berlinang, Wil membuka mata.

Dia langsung di sambut dengan Laura yang ada di tepi ranjangnya sambil memakan kudapan. Ia tersenyum menyambut Wil yang telah kembali ke keadilan nyata.

"Selamat pagi pemalas," ujarnya. Ia mencuci tangan dan menyodorkan handuk putih. "Ayo mandi, nanti kau telat ke kantor." Wil mengangguk dan menerima handuk tersebut.

Selesai membasuh diri. Wil tak mendapati Laura di dalam kamarnya. Ia memakai kemeja putih dan tak mendapati jas berada di tempatnya.

Ia membuka pintu kamar dan mendapati Laura memegang jas hitam miliknya. "Ah, tadi pembantu kamu baru menyetrikanya."

"Payah, ku pecat saja besok."

"Jangan, dasar!" Laura mencubit lengan Wil dengan wajah masam.

"Akh! Iya iya gak," ujar Wil. Laura memakaikan jas hitam kepada Wil.

"Kau pulang cepat kan?"

"Kenapa? Kau akan merindukanku?" Laura tersipu malu. Wanita itu mengangguk dan menundukan kepalanya.

"Jangan nunduk gitu dong, aku gak bisa liat wajahmu." Laura menengadah. Wil mengecup sekilas bibir Laura dan pamit berangkat ke kantornya.

"Um, Kak Wil****," panggil Laura.

"Panggil saja Wil," jawab Wil sambil memakai arlojinya.

"Seandainya aku hamil anakmu? Kau akan menikahiku?"

"Gak."

"Hmph!"

"Bercanda sayangku, tentu saja aku akan menikahimu." Laura tersenyum mendengar itu. Ia merasa dirinya sudah memaafkan Wil karena kejadian semalam.

Laura mengantar Wil sampai pria itu memasuki mobil. Laura melambaikan tangan begitu mobil menjauh. Kini, Laura bingung harus apa.

"Aku bingung." Laura mendekati pembantu yang sedang memegang penghisap debu di ruang tamu.

"Kau mau ku bantu?" Laura hanya bisa berbicara bahasa Inggris, beruntung pembantu tersebut mengerti.

"Um, jangan Nona. Nanti saya dimarahi oleh Tuan Wil."

"Santai saja, aku yang mau membantumu, OK?"

Pembantu tersebut mengangguk dan membiarkan Laura membantunya. Teringat kejadian semalam, Laura menampar pipinya agar tak mengingat kejadian semalam. Tapi tubuh Wil yang sempurna terngiang-ngiang di ingatanya.

Laura terseyum-senyum sendiri sambil mengelap meja makan berbahan kaca.

Author males translate bahasanya :v

-Author rebahan.

Terpopuler

Comments

Lynne

Lynne

Next thor

2020-06-09

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!