Jam istirahat berlangsung. Sesuai dengan perkataan Zane, ia datang untung mengecek keadaan Laura.
Laura bercerita apa yang ia alami selama di UKS sendirian. "Benar-benar gila!" Ujarnya di akhir cerita. Zane mengelus dagunya, berfikir sejenak.
"Kau bilang dia menghilang?" Tanya Zane. Laura mengangguk dengan yakin. Gadis itu mendekap lututnya.
"Aku pernah sih diteror kakak kelas itu, tapi itu cuma sementara karena aku selalu menghindar. Tapi, tadi bertemu lagi," ujar Zane tertunduk. Ia tak membayangkan akan diganggu kembali hidupnya.
"Aku takut, Zane! Rasanya ingin teriak," ujar Laura. Ia memegang kedua pipinya yang menggembung.
"Halo, Laura kau baik-baik saja sekarang?" Tanya siswa tampan berambut coklat gelap dengan 3 roti isi dan minuman di tangannya.
"Kak Angga," ujar Zane dengan mata berbinar.
"Angga? Nama aneh apa itu?" Tanya Laura dalam hati.
"Ada Zane juga. Oia, ini untuk kalian berdua," ujar siswa itu memberikan 2 roti yang ia bawa.
Laura membuka bungkusan itu dan memakan roti isi blueberry. Mereka bertiga berbincang sampai akhirnya menuju topik serius.
"Kau menegur Wil tadi pagi?" Tanya Angga kepada Laura. Gadis itu bingung siapa itu Wil?
"Itu, siswa rambut salju," jelas Angga. Laura pun mengerti dan menjelaskan apa yang terjadi tadi pagi. Begitu mengingatnya, rasa sakit di kepala serta perutnya itu muncul.
"Sebaiknya bicara dengan dia itu baik-baik," ucap Zane dan mengigit lagi roti di tanganya. Angga berpendapat sama. Wil itu sama berbahayanya dengan hewan buas atau mungkin lebih berbahaya.
🔪🔪🔪
Samuel William Zhou, panggil saja Wil. Laki-laki berambut putih dengan sedikit warna cyan. Berjalan menuju lapangan sekolah yang luas. Ia berdiri di tengah-tengah lapangan dengan seorang siswa yang terkenal kejam di sekolah lamanya.
Wil berdiri tepat di depan siswa yang lebih pendek 10 sentimeter darinya. Sebelum siswa di hadapanya memulai hal yang akan dia sesali, temanya menasehati dengan bijaksana.
"Bos, itu kau yang dulu, lawanmu yang ini berbeda," ujarnya. Namun siswa itu menolak tantangannya.
"Tidak! Liam tak akan mundur begitu saja," balas siswa bernama Liam tersebut. Ia menyuruh temanya tadi menjauhi dirinya beberapa meter.
"Silahkan mulai duluan****." Wil menawarkan pada Liam. Ia spontan saja berkata demikian. Liam pun langsung memukul bagian perut Wil. Akting Wil dimulai.
Ia berpura-pura meringis kesakitan. Saat Liam bangga dengan dirinya sendiri. Wil langsung menendang sambil berputar. Lalu, menjambak rambut lelaki itu. "Selagi hatiku baik, tulangmu tak akan ku patahkan," ujarnya.
Wil mengangkat tubuh Liam dengan posisi tangan yang masih menjambaknya. Wil langsung nendang perut Liam dengan brutal dan memukul wajahnya sampai luka lebam dan darah menghiasi wajah siswa itu.
Tak ada yang berani melerainya. Wil membanting wajahnya dan langsung menginjak kepala Liam dengan sadis. Wil tertawa puas melihat lawannya tak berdaya. "Sayang sekali ya, aku tak bisa membunuhmu di lingkungan sekolah," ujar Wil dengan nada berat.
Rambut dan seragamnya berantakan. Ia berjongkok dan menghadap wajah lawanya yang sudah babak belur seperti bukan Liam diawal pertarungan. "Lain waktu kita begini lagi, ya?" Wil menepuk kencang punggung lawanya yang tersungkur lemas itu.
Mata merah Wil terfokus pada kantong celana Liam. Terdapat bungkus rokok serta pematik apinya. "Sok badboy menjijikan!" Wil melempar bungkus rokok itu ke wajah Liam.
"Ya sudah kalau kau tak mau menjadi lawan bicaraku." Wil menendang kencang perut Liam berkali-kali. "Mungkin kau akan kritis setelah ini. Sampai jumpa****." Wil melambaikan tangan dengan santai dan melemparkan pematik api yang ia ambil dari saku Liam.
Si rambut putih itu menuju kamar mandi dan merapihkan rambut serta seragamnya. Ia tak mau berdebat dengan guru lagi. Ia bercermin dan melihat ada darah di dekat pipinya. Ia segera mencuci wajahnya.
Setelah selesai urusannya dengan kamar mandi. Ia keluar dan menuju kantin lalu makan makanan favoritnya, mi instan yang berkuah.
Sampai kantin suasana sangat suram. Sebelum Wil datang, kantin sangat ramai banyak canda dan tawa yang menyelimutinya. Tiba-tiba mood-nya menurun, jadi ia membeli minuman teh dingin kemasan botol. Ia membayarnya dan membuka tutup botolnya. Dari luar terdegar kantin seketika ramai.
Karena sifat buruk Wil, dia tak punya teman satupun. Jika ada, itu hanya saat mereka butuh bantuanya. Namun, Wil tak peduli dimanfaatkan begitu.
Tiba-tiba seseorang dari belakang merangkulnya dengan akrab. "Singkirkan tanganmu, atau mau ku patahkan," ucapnya ketus.
"Santai dong. Oia, gue minta jawaban ya nanti saat ulangan. Makasih bro," ujarnya dan langsung berjalan cepat meninggalkan Wil. Ia tidak tau, Wil sedang tersenyum jahat.
"Akan ku bantu, dengan baik dan benar," ujar Wil. Membuang kemasan botol yang sudah habis, ketika ia ingin membuang itu. Siswa yang meminta bantuan denganya datang kembali.
"Ingat ya, gue gak takut sama lo. Jadi kalo nilai gue jelek, siap-siap lo." Mendengar hal itu Wil memukul kepala orang di sebelahnya itu dengan botol pada bagian tutupnya yang keras. Siswa itu mengerang kesakitan sambil memegang kepalanya yang terasa sangat sakit itu.
"Berani, huh?" Tanya Wil dengan nada suara yang berat. Ia mengangkat tanganya dan berkata, "Mau dipukul lagi?" Tanyanya. Lawan bicaranya itu menggelengkan kepala dengan cepat dan langsung lari tunggang langgang menjauhi Wil.
"Tatah~" Ucap Wil dengan ceria sambil melambaikan tangan. Lalu, ia membuang botolnya yang sudah tak berguna itu.
Laura yang tetap saja geram dengan kelakuan kasar Wil, dia tak mempedulikan soal rumor yang dibicarakan semua orang. Tentang, dia lelaki itu orang yang sangat kejam dan disegani.
Ia menemukan manusia setengah beruang itu di dekat kantin. "Hey, kau!" Teriak Laura kepada Wil yang sedang dalam mood yang baik.
"Aku punya nama," balas Wil tanpa menengok kebelakang.
"Aku tak peduli siapapun namamu yang jelas, kelakukanmu sudah di luar batas!" Tegas Laura lalu berpindah ke hadapan Wil. Laura menatap mata merah milik Wil.
"Oh, emang kau tau apa? Udang kecil****." Wil menatap mata ungu tua milik Laura. Terlihat kekesalan yang memuncak di sana.
"Jangan panggil aku seperti itu! Aku tau karena aku lihat kau hampir menghabisi nyawa seseorang!" Jelas Laura sambil berkacak pinggang. Mata merah Wil menyala, terlihat pada sela-sela rambutnya.
"Kau juga mau seperti itu atau diam?" Tangan Wil mengepalkan tanganya. Ia tak tahan mendengar komentar negatif tentang dirinya.
"Aku tak mungkin diam saja, kau mau kau sa--" Ucapan Laura terpotong, karena Wil menghempaskan tubuhnya ke tembok di sebelah kirinya.
Pelipis Laura menghantam tembok cukup keras hingga menimbulkan bunyi dentuman. Siswa yang menghempasnya tadi pergi begitu saja untuk memperbaiki mood-nya.
"Sudahlah, aku ke kelas aja," ujar batin Wil. Kakinya melangkah menaiki anak tangga menuju kelasnya. Tiba-tiba seseorang berlari dari arah berlawanan dan menabrak tubuh Wil.
Lelaki itu terjatuh, berguling ke bawah dan tersungkur di lantai. "Maaf! Maaf, saya gak sengaja. Kamu gak apa-apa?" Siswi itu berlari mendekati Wil dengan panik. Ia mengira Wil pingsan namun, ia terkejut siswa itu bangkit dan berdiri dengan tegak.
"Maaf ya," ujar siswi itu lagi. Wil menyentuh tepi dahinya. Terdapat cairan merah di jarinya itu. Cairan itu pun menetes ke lantai persekian detik.
"Kau terluka! Sini aku obati****." Siswi itu mengenggam tangan Wil. Namun, Wil langsung mencengkramnya dengan sangat kuat. Matanya merahnya menyala, hal itu membuat siswi ini kesakitan dan ketakutan.
"Coba jelaskan kepadaku. Siapa yang suruh kau berlari-lari di tangga?" Tanyanya. Siswi itu terlalu takut. Ia menjawab dengan terbata-bata.
"Tidak, tidak ada!" Karena saking takutnya. Siswi itu jatuh pingsan dan kulitnya memucat. Wil melepaskan cengkramannya lalu melanjutkan perjalanannya, menuju ruang UKS.
Cermin di UKS memantulkan bayanganya. Rambutnya kini dihiasi dengan warna merah gelap darahnya. Ia mencuci lukanya dan rambutnya. Lalu, mengobati dirinya sendiri.
Tiba-tiba pintu terbuka di tengah kesibukanya. Orang yang membuka pintu itu terus bergumam, "Aduh kepalaku, aduh... Akh! Sakit," gumamnya.
"Berisik banget," ujar Wil yang melanjutkan kegiatanya. Laura langsung menengok ke sumber suara. Lagi-lagi ia bertemu dengan beruang liar. Seakan tak peduli dengan keadaannya, Laura menuju tempat tidur dan merebahkan dirinya.
"Kau tidak bisa membedakan orang kesakitan dan mengoceh kah!?" Tanya Laura dengan nada bicara yang meninggi.
"Jaga nada bicaramu," ujar Wil. Lukanya sudah tertutup oleh plester. Ia mengembalikan obat merah dan membuang kapas yang terdapat darah.
"Aku pusing kau jangan berisik!" Laura membalikan tubuh membelakangi Wil.
"Terserahmu," balas Wil.
Seketika terdengar suara sirine ambulans yang nyaring dan juga terdengar suara wanita yang histeris dan memanggil-manggil nama Liam.
Senyum puas tercetak jelas diwajah Wil. "Mari kita lihat bagaimana kau bertahan Liam," ujar Wil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Kadek
lanjutkan kk
2020-07-18
0
Kochenk Liar
Masih sampe sini belom abis baca udah disuruh tidur sama emak, huaaa gantung banget
bay bay lanjut besok zayang_^
2020-07-12
1
Lenna Cristy
semangat 😊
2020-07-02
0