Wil membuka matanya, ia tak sengaja tertidur di atas sofa. Tubuhnya terasa sakit karena tak terbiasa tidur di atas sofa. Ia menengok ke pintu hitam kamarnya yang tertutup rapat.
Tak lama pintu tersebut terbuka dan menampilkan sosok pembantu. Wanita tersebut mendekat dengan wajah yang tampak gembira. "Nona Laura hamil, tuan."
Wil tersedak oleh salivanya sendiri. "Benarkah!? Aku tak percaya!"
"Benar tuan, sebaikmya segera nikahi dia sebelum diambil pria lain." Tatapan Wil yang tajam seakan seperti menusuk mata pembantu tersebut. "Maaf tuan. Anda mau teh?"
"Ya," jawab Wil. Ia merenggangkan tubuhnya dan melihat Laura menuruni tangga dengan lengan kirinya yang dilapisi perban putih.
Ia membuang muka lalu pergi menuju pintu utama. "Kamu mau kemana?"
"Melupakan keburukanmu, dengan berjalan-jalan."
"Ya sudah, tapi kalau pukul 8 malam kau belum pulang aku akan menghukumu," ujar Wil lalu menyeruput teh hangatnya.
"Terserah!! Dasar psikopat." Laura membanting pintu dan menghilang dari hadapan Wil.
"Tuan, sebaiknya kau kejar," ujar pembantu itu. Sambil menatap pintu kembar berwarna putih.
"Biarkan saja." Wil menyuruput kembali tehnya.
Waktu sudah pukul 8 lewat 30 menit. Wil yang menyadari hal itu menutup buku yang sedang ia baca.
Ia menyalakan mesin mobilnya dan menyusuri jalan malam yang padat kendaraan. Ia melihat wanita dengan kalung yang pernah ia beli dan berikan kepada Laura dan tangan kirinya yang dilapisi perban putih. Ia memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dekat trotoar.
Matanya tidak salah. Laura sedang bersandar pada pundak pria belia dengan rambut pirang. Mereka seperti sedang bercanda dan tertawa riang.
"Aura," panggil Wil. Wanita itu menengok dengan senyuman bahagia diikuti oleh pria belia tersebut.
"Ya?"
"Siapa dia?"
"Teman baru, mungkin?" Laura menaikan sebelah alisnya. Pria itu sedikit mendongak karena tinggi Wil yang sedikit melebihinya.
Ia mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri. "March."
Wil dengan malas membuang muka lalu menarik tangan Laura dengan kasar. Tak sengaja ia menekan luka calon istrinya itu.
"Jangan kasar dengan perempuan," ujar March.
Wil memasukan tanganya ke kantung jaket dan mengeluarkan pisau lipat kesayanganya. Mata pisau mengenai mata kanan March dan meninggalkan luka gores dari alis hingga tulang pipi. "Diam!" Ancam Wil.
Keadaan sangat hening di dalam mobil. Laura mengatur nafas, tanganya masih terasa perih karena tekanan yang diberikan Wil.
"Sakit, aku harap lukanya gak semakin parah."
"Gak akan parah kalau kau tidak berbuat seperti tadi."
"Ah terserah! Cepat pulang aku mau istirahat." Wil nyalakan mesin dan menginjak gas. Mobil melaju dengan kecepata tinggi.
"Wil pelankan mobilnya! Kau mau bunuh diri? Kalau iya jangan ajak aku!"
"Aku tidak dengar," ujar Wil dengan ketus dan menginjak rem secara mendadak. Kepala Laura terantuk dashboard mobil.
"Aduh! Kenapa rem mendadak!?"
"Kenapa kau gak pakai sitbelt?" Laura kehabisan kata-kata, ia lebih memilih diam daripada berdebat dengan beruang kutub yang sedang lapar.
"Untung saja aku gak amnesia," gumam Laura sambil mengusap keningnya. Ia baru menyadari Wil tidak ada di kursi pengemudi. Dia sudah di depan mobil sambil mengacungkan kunci mobil. Ibu jarinya siap menekan tombol untuk mengunci mobil.
Melihat hal itu, Laura segera keluar mobil lalu memasuki rumah mewah bercat putih itu.
Diikuti oleh Wil di belakangnya. Pria itu mendekap Laura lalu mencium tengkuk dan pundak wanita itu.
"Aura, aku gak mau kamu jalan sama pria lain. Bolehkan?"
"Gak mau kamu kasar!"
"Ayolah, aku cemburu tau!"
"Masa bodo!"
Wil menggendong Laura sampai kamar lalu melemparnya keatas ranjang. "Aku tidak suka penolakan!"
Wil membuka atasanya lalu mencium bibir Laura dengan ganas. Lalu, memainkan lidah mereka. Wil mencium bagian atas Laura hingga ke pahanya.
Tenaga Wil sudah tidak terkendali, ia merobek pakaian Laura dan bersusah payah menelan salivanya. Wil memimpin permainan hingga matahari memunculkan sinarnya.
Perut Laura terasa sakit karena kejadian semalam. Ia memandangi Wil yang tertutup oleh selimut hitam yang cukup tebal.
"Rasanya aku tidak bisa marah padamu lebih dari sehari." Laura memainkan rambut putih Wil. Ia mengepang rambut Wil yang berwarna cyan dan menjepitnya dengan jepitan yang berada di nakas.
Ia terkikik melihat calon suaminya seperti itu. Ia berjalan menuju jendela dan menyentuh permukaan kacanya.
"Dingin!" Ujarnya yang terkejut karena suhu dingin yang langsung menusuk kulitnya. Ia kembali ke ranjang dan membangunkan Wil yang masih tertidur lelap.
"Wil! Bangun say," ujarnya sambil menepuk-nepuk pipi pria tampan itu.
Matanya setengah terbuka dan melirik kearah wanita yang ada di hadapanya.
"Aku masih ngantuk!" Wil menarik selimut hingga menutupi pipinya dan kembali menutup mata.
"Pemalas! Kau bukan beruang yang harus hibernasi kan?"
"Aku capek, Ra," jawab Wil dengan mata yang masih tertutup.
"Aku mandi duluan, nanti aku bawakan sarapan."
"Ikut!"
"Ikut apa?"
"Mandi bareng kamu lah!" Jawabnya dan langsung mengikuti Laura menuju kamar mandi.
Setelah berpakaian, mereka berjalan menuju ruang makan. "Kau suka makan daun begitu?"
"Sehat tau! Kau harus makan," ujar Laura, menyodorkan sendok dengan sayuran serta mayones di atasnya.
"Aku gak suka sayur!"
"Pantas saja kau terlihat gemuk!"
"Katakan itu sekali lagi!"
"Gak gak gak, ehehe, bercanda ih!" Wil tersenyum melihat tingkah calon istrinya itu.
"Aku jadi ingat," ujar Wil yang membuat Laura penasaran.
"Apa?"
"Aku belum mencuci pisauku," jawab Wil dan langsung mengeluarkan pisau lipatnya.
"Aku kira pernikahan kita!" Gumam Laura dalam hati.
"Oh iya! Sama pernikahan kita, kau mau seperti apa?"
"Terserah kamu, aku gak pintar memilih," jawab Laura.
"Aku maunya indoor terus sederhana."
"Setuju!" Jawab Laura sambil menjentikan jari.
"Kau gak makan?"
"Minum susu dan makan roti aja cukup kok," jawab Wil.
"Gak sehat," ujar Laura. Wil menatap tajam Laura, bagaikan petir yang berada di antara mereka.
"Kamu mau daging?"
"Daging kamu?"
"HEH! DAGING SAPI!"
"Aku curiga kau kanibal," sambung Laura dan memicingkan matanya kearah Wil.
"Jaga mulutmu!"
"Mulutku gak punya satpam," balas Laura dan menjulurkan lidahnya untuk mengejek Wil. Bahagia hatinya, akhirnya dia mengalahkan Wil. "Yes! 1-0!"
"Apa maksudmu begitu!?"
"Kenapa? Kita mulai semuanya dari 0," jawab Laura sambil mengambar angka 0 di udara dengan sendok.
"Curang!"
"Aku gak curang! Hanya licik!"
"Aku bisa bersumpah kalau kau bukan calon istriku, sudahku lempar kapak ke wajahmu itu!"
"Oh? Coba-coba!" Yang benar saja Wil mengambil kapak yang ada di dalam laci putih di ruang makan tersebut.
"Kau bercanda!"
"Kau menyimpan kapak di ruang makan?"
"Ya, mungkin saja saat aku makan adanorang jahat masuk?"
"Kejam," ujar Laura dengan lirih dan membayangkan jika hal itu terjadi.
"Kau mau mencium kapaku?"
"Gak makasih! Biarkan dia tidur di dalam laci," jawab Laura dengan terbata-bata dan dengan senyuman masam.
"Tapi tanganku gak mau bagaimana dong?"
"Aku kabur dalam hitungan 1 detik!" Benar saja Laura langsung hilang dari ruangan dan sudah berada di atas sofa meja makan dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Hanya wajahnya saja yang terlihat.
Wil merasa geli dengan kelakuakn calon istrinya itu. Dia tertawa di dalam ruangan yang menggema itu.
"Kenapa aku mau menikahi wanita aneh itu ya?" gumam Wil di dalam lubuk hatinya dan melanjutkan kegiatanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Thall
kasian Dia gak dinikahi :v
2020-06-11
1
-LADA-
Ehem.... Dahlah🙂🙂🙂
2020-06-11
1