#13

Wil memanggil Laura di pagi yang sangat cerah ini ke taman kampus. Di tanganya sudah terdapat kotak kado berwarna ungu. "Kenapa aku deg-degan sih!?" Gumam Wil.

"Kenapa begitu?" Laura ternyata sudah berada di belakang Wil.

"Hah!"

"Hua! Ish! Kenapa teriak-teriak?" Pekikan mereka mengundang perhatian pengujung taman. Dua insan tersebut tersenyum masam sambil mengaruk tengkuk mereka.

"Ada apa panggil aku ke sini?"

"Ini. Uh, se, selamat ulang tahun." Tangan Wil menyodorkan kotak berwarna ungu itu. Wil mengalihkan pandanganya kearah lain.

"Eh? Kau tau darimana?"

"Zane yang kasih tau, saat SMA." Matanya tetap tak menatap Laura. Hingga dia tak melihat senyum manis Laura.

"Oh, terimakasih ya, Kak Wil. Apa isinya?"

"Bukalah," ujar Wil dia menutupi senyumanya dengan telapak tangan.

Laura membuka kotak seukuran remot televisi itu. Laura terbelalak dan sedikit terharu. Ia terkejut dengan hadiah yang begitu mewah baginya. Ia terharu, pertama kalinya ia dapat hadiah seperti ini. Kalung emas dengan liontin berlian.

"Astaga, kau habis uang berapa untuk beli ini atau kau mencuri?"

"Hey! Ituku beli dengan uang tabungan tau!" Matanya menatap tajam sinis Laura. Wanita itu tertawa kecil dan mengiyakan pernyataan Wil.

"Tolong pasangkan dong," ujar Laura sambil memberikan kalung tersebut. Wil meminta wanita itu duduk di sebelahnya dan membelakanginya.

Wil menyingkirkan rambut yang menghalangi tengkuk Laura. Wil memasangkan kalung tersebut. Hal itu mengundang perhatian sekelompok wanita yang tak sengaja lewat di dekat taman.

"Kau suka?"

"Suka banget! Sekali lagi terimakasih ya. Aku janji akan jaga baik-baik," ujar Laura sambil memasukan liontinya kedalam pakaian. Kelas sudah akan mulai, Laura berpamitan dengan seniornya itu lalu menuju kelas.

Hati Kardita memanas melihat kejadian tadi. Rasanya ingin menghancurkan hidup Laura seperti biskuit sampai berkeping-keping. "Lan, gue minta tolong sama lo. Jauhin Wiliam dari cewek udik itu," ujar Kardita. Pandanganya tak lepas dari Wil.

Daripada pikiranya kemana-mana, lebih baik ia fokus dengan Wil. Tanganya mengepal, menunjukan tekad yang besar untuk mendekati Wil.

"Bos, kita harus hancurkan Laura atau memancing William?"

"Apa bedanya!? Lucu sekali gurauanmu!"

"Kalo kita hancurkan Laura, seperti memalukanya pasti Willian akan jijik dan mendekatimu. Kalo kita mancing William, sama aja dengan Laura depresi sendirian, mungkin aja bisa.... Hahaha kau taulah, Bos," jelas salah satu anggotanya. Kardita merasa itu ide yang cerdas, karena pikiranya terfokus pada Wil ia akan memilih pilihan kedua. Kardita tersenyum jahat membayangkan bagaimana Laura kehilangan Wil.

Pria dengan rambut putih itu tak beranjak dari tempat duduknya, ia menyibak rambutnya yang mulai memanjang. Terlihat dari ujung matanya, berdiri seoeang wanita dengan pakaian yang terlihat mahal.

"Masih betah kau ganggu hidupku," ujar Wil dengan malas. Lagi-lagi Kardita mendekati Wil dan duduk sebelahnya. Lalu, merangkul lengan kekar pria itu dengan manja.

"Sayang, kamu dingin banget ke aku. Kenapa? Gara-gara wanita jal--"

"Kau lah wanita itu, singkirkan tanganmu!" Wil memukul perut Kardita, hingga rangkulan tangan wanita itu terlepas.

"Kenapa kau begini kepadaku?" Kardita memegang perutnya yang terasa sangat sakit itu.

"Kau punya otakan? Pikir gunakan otakmu, selagi belum ku cabut dari tempatnya." Jari telunjuk pria itu menunjuk kasar wajah Kardita. Daripada emosinya meledak-ledak, Wil segera pergi dari hadapan Kardita.

Waktu terus berlanjut. Di dalam kelas Laura, Bulan menatap sinis Laura. Jujur saja Bulan sebenarnya Bulan tak menyukai Laura karena sifat kampunganya, namun ia mencoba bersabar dan mengerti.

"Lan, bantuin gue yang ini dong."

"Oh ini? Sini-sini."

Laura hanya bisa memandangi 'mantan sahabatnya' dari kejauhan. Ia heran kenapa Bulan bisa tiba-tiba berubah dan sangat terpacu untuk menggali informasi Wil.

Di sisi lain. Wil tak bisa fokus dengan ajaran dosen. Matanya terus menatap buku dengan isi kosong di hadapanya. Tak tau kenapa dia memikirkan Laura daritadi.

Bibirnya menunggingkan senyum secara sendirinya, setiap kali ia mengingat tingkah konyol Laura, hal itu terjadi.

"Aura, Aura, konyolnya dirimu," gumam Wil dalam hatinya. Jari-jarinya terus memainkan pulpen, memutar pulpen tersebut di antara jari-jarinya.

"Bolos, ah." Wil keluar kelas dengan alasan ke toilet. Namun, faktanya sampai kelas berakhir dia tak kembali.

Kardita dan kelompoknya mencari Wil kemana-mana. Mereka akhirnya menemukan insan tampan itu di atap sekolah, bersama Laura. Mereka terlihat seperti sedang berpacaran.

"Ih! Cewek brengsek itu, ngerebut William dari gue!!"

"Gue harus rebut William!" Kardita mengumpat dalam hatinya, mencaci-maki Laura yang sedang bermesraan. Seakan terlihat bayangan dua insan itu di mata hijau Kardita.

"Gak, gak boleh terjadi! Lan, lu harus berusaha pisahin mereka, apapun caranya!" Mendengar perintah itu, Bulan mengangguk dan menatap Wil serta Laura yang sedang berbincang hangat dihiasi canda dan tawa.

"Argh! Benci gue sama Laura, Ih!! Greget!" Geram adik Kardita.

"Sabar dong, nanti cepet tua marah-marah mulu!"

"ARGH!" Kardita mengangkat tinjunya yang membuat adiknya tersebut ketakutan. "Hih! Kita liat aja!"

Di sisi lain, Laura memandang kota dari atap kampus bersama Wil. Hampir sekitar 2 menit mereka di sana.

"Kak Wil," panggilnya, pria yang ia panggil menengok.

"Ulang tahun kakak kapan?"

"Tidak tau, yang ku tau aku lebih tua darimu 2 tahun."

"Oh, gitu." Angin kencang bertiup dan melambaikan rambut dua insan itu. Laura membentangkan tangan dan menghirup udara segar yang datang.

Awan pun menutup matahari yang panas siang itu, begitu sejuk. "Kalau berangin gini, aku tak jadi mengajakmu jalan-jalan," ujar Wil.

Laura menengok kepada pria bermata merah itu dengan tatapan heran. Wil yang merasa dilihati, menengok langsung kearah Laura.

"Aku masih trauma kau tinggal. Baguslah kalau tidak jadi." Wil berdecak lidah mendengar penolakan Laura. Wanita itu hanya bersenyum memamerkan gigi.

Wil kesal sekaligus merasa lucu dengan tingkah manusia satu ini. Ia tersenyum kecil sambil menghadap ke kanan.

"Tingkahmu aneh belakangan ini," ujar Laura dengan tatapan tajam. Hal itu terlihat menggemaskan di mata Wil. Ia pun mencubit pipi kanan Laura.

"Akh! Sakit!" Meskipun berkata demikian, tetapi Laura tidak menyingkirkan tangan Wil. Ia melawan dengan menggeleng kuat kepalanya.

"Teruslah begitu, aku tak akan melepaskanya****." Wil menyeringai dengan mata merahnya yang menyala.

Melihat mata Wil, Laura merasa takut. Wajahnya memelas meminta mohon agar dilepaskan. Tak tau apa yang memukul perasaan Wil hingga dia merasa kasian pada wanita di hadapanya.

Wil melepaskan cubitanya dan kembali menatap kota. "Huhu, sakit," ujar Laura dengan bawah seperti kucing sambil mengelus pipi kananya.

"Untung pipiku tidak kendur!" Mata ungunya melirik Wil dengan perasaan yang kesal.

"Hmph! Beruang!" Wajah Laura yang cemberut membuat Wil semakin gemas. Namun, di saat suasana begitu. Seorang pria datang, berambut hitam legam dengan jaket pakaian hitam dari topi hingga sepatu.

Laura sempat berkenalan dengan pria itu saat di mall bersama Nayla dan Izumi. "Kak Sean!" Sapanya.

"Hai Laura. Ah, ada beruang kutub juga, ehehe." Wil kesal melihat wajah dari Sean, terutama saat dia tersenyum manis di depan orang lain.

"Kalian, Saling kenal?"

"Dia 'teman' semasa SMP." Nampak Wil tidak sudi dipanggil teman oleh manusia itu. Dia bercih dan membuang muka.

"Kau gak pernah cerita!" Laura menyikut pinggang Wil.

"Dia memang agak tertutup. Oya, kau ulang tahun ya hari ini?"

"Eh!? Kau tau juga?"

"Iya, Nayla kasih tau," ujar Sean. Ia menatap Sean lalu menaikan sebelah alisnya.

Wil berdecak lidah dan malas menatap musuhnya tersebut. Laura hanya kebingungan melihat dua tingkah laku pria itu. "Kalian, kenapa sih?"

"Gak apa-apa, saking lamanya gak bertemu dia begini. Ah, ya sudahlah. Ayo, aku traktir kau es krim." Mata Laura berbinar-binar, sudah lama dia tidak makan es krim. Dengan antusias dia menyetujui ajakan Sean.

"Kau mau ikut Wil?" Ajak Sean. Dengan ketus Wil menolaknya. Ia tak sudi berjalan bersama musuh yang ia benar-benar benci.

"Ya sudah. Oia...." Sean mendekati telinga Wil dan membisikan sesuatu, padahal Wil sudah melupakanya.

"Kau berhutang perut padaku." Sean merangkul Laura dengan akrab dan meninggalkan Wil di atap.

Hati Wil panas melihat kemesraan dua insan tersebut. "Argh! Awas kau, dasar sampah masyarakat!"

"Akan ku patahkan seluruh tulangmu suatu hari!" Tangan Wil mengepal erat menatap langit yang berawan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!