Laura meniup lilin yang menyala di atas kue. Tak disangka umurnya sudah menginjak 16 tahun. Waktu berjalan begitu cepat. "Selamat ulang tahun, Ra," ujar sepupunya, Roy, dengan senyuman manis.
Hari itu pamannya tak bisa merayakan ulang tahun bersama karena ada tugas keluar kota. "Kak Roy udah punya pasangan?" tanya Laura. Wajah Roy tampak sedikit kesal karena kejahilan lawan bicaranya itu.
"Semakin tua, kau semakin menyebalkan!" ejek Roy. Ia mencolek krim dari kue itu lalu meletakannya di pipi Laura. Laura yang tidak terima membalas perbuatan Roy.
"Masa iya, 26 tahun kakak belum ada pasangan?"
"Orang tampan tuh susah mendapat jodoh yang pas," jawab Roy sambil mengibas rambutnya yang mulai memanjang. Laura yang mendengar itu merasa sedikit kesal.
"Dih, iring timpin," cibir Laura.
"Fakta tau," ujar Roy, "Oia, potong kuenya," sambungnya.
Laura mengambil pisau dan memotong kuenya. "Besok sekolah, aku malas!" Laura memberikan sepotong kue kepada Roy.
"Kenapa malas? Kan enak dapat teman baru," ujar pria itu sambil menyantap kue coklat yang diberikan Laura.
"Teman SMP aja menyebalkan. Apalagi kalo SMA?" ucap Laura. Gadis itu mengambil segelas air. Saat melihat ke dalam gelas, air tersebut berubah menjadi warna merah seperti darah. Dengan spontan gelas itu dilemparnya.
Namun, bertepatan dengan Roy yang masuk ke dapur. Gelas tersebut mengenai pria itu dan mengenai kepala Roy. "Maaf kak! Maaf aku gak sengaja!" Laura dengan panik membersihkan pecahan kaca.
"Hati-hati, kau bisa terluka," ujar Roy.
"Aku pasti hati-hati. Aku benci liat darah," ujar Laura sambil membersihkan pecahan kaca. Cukup lama untuk membersihkan sisa-sisa kacanya.
Pintu gerbang rumah terbuka. Pamannya sudah pulang dari luar kota. Laura pun keluar dan membukakan pintu untuk pamannya tersebut. "Selamat datang, Om," ujar Laura meraih tas yang pamannya bawa.
"Iya, terimakasih Laura," ujar pamannya. Roy pun akhirnya ikut menyambut kepulangan ayahnya.
"Oia, selamat ulang tahun ya, Laura," ujar pria tua bangka tersebut.
Keesokan paginya. "Ra! Cepat! Sekolah gak!?" pekik Roy di depan rumah. Laura menekuk wajahnya, ia malas ke sekolah hari ini.
"Sabar dong! Jalan itu butuh waktu," ujar Laura sambil berjalan seperti zombi. Tanpa basa-basi lagi, Laura naik ke motor Roy dan berpegangan pada jaket pria itu.
Baru saja ia sampai di sekolah. Gadis itu disambut keributan antara siswa dan guru. Laura mendekati kerumunan yang mengelilingi 2 orang yang sedang berdebat di tengah-tengah mereka. "Ada apa ini?" tanya Laura pada salah satu siswi.
"Kakak kelas dengan guru debat, lagi pula itu sudah biasa. Tetap saja heboh," jawabnya.
Laura sedikit berjinjit untuk melihat apa yang sedang terjadi. Ia hanya melihat pria yang lebih pendek daripada remaja lelaki di hadapannya.
"Debat apa sih? Telingaku kurang tajam****." Laura menapakan tumitnya.
"Pastinya soal rambut. Rambut aja dikomentari, huft," jawab siswi itu. Ia menepuk dahinya lalu pergi menjauh dari kerumunan itu.
"Aku gak perhatikan," ujar Laura dan berjinjit kembali.
Matanya melihat rambut dari siswa itu. Rambutnya putih dengan sedikit warna cyan. Siswi itu menghela nafas, terlihat dari wajahnya yang merasa jengkel. Beberapa saat kemudian, siswa yang sedang berdebat memukul wajah pria di depannya dengan kencang hingga darah keluar dari lubang hidung pria itu.
"Saya sudah sabar menghadapi ocehan anda 3 tahun!" ujarnya dengan tegas. Ia mengangkat kaki dari tempat itu, tidak tau kemana.
Laura mengejar siswa berambut putih dan berniat menegurnya. Ia menemukan remaja itu bersandar pada tembok di dekat kolam renang sekolah.
"Um, permisi kak!" sapanya. Siswa itu menengok tanpa membalas perkataan gadis di depanya.
"Aku cuma mau bilang .... " Laura memberi jeda sebentar.
"Kakak tau perbuatan kakak tadi tidak sopan?" tanya Laura.
"Gak tau," jawabnya dengan ketus.
"Dasar tak punya hati!" pekik Laura sembari menunjuk siswa tersebut dengan telunjuknya. Hatinya kesal rasanya ingin mengeluarkan kekesalannya dengan mengumpat di depan wajah siswa itu.
Kakinya hendak melangkah menuju ruang kepala sekolah. Namun, tangannya ditarik oleh lawan bicaranya tadi.
"Beraninya kau berbicara seperti itu padaku," ujar lelaki itu dengan suara berat yang bermakna mengancam.
"Aku hanya memberi tau! Lepaskan tanganku!" Laura meronta-ronta, berusaha melepaskan genggaman tangan laki-laki yang sangat kuat itu. "Lepaskan atau aku teriak!" ancamnya.
Tubuh gadis itu dihempaskan kearah tembok di sebelahnya dan tersungkur di tanah. Kepala belakangnya terasa sakit dan rasa pusing menyergap. Kepalanya diinjak oleh laki-laki tadi. "Teriaklah, teriak!" pekiknya dan langsung menendang perut Laura dengan cukup keras.
"Dasar murid baru**," gumamnya lalu memasukan tangannya ke kantung celana berwarna hitam yang ia kenakan. "Berdirilah sebelum aku menghabisimu**," ucapnya dengan senyuman.
Laura berusaha bangkit tapi rasa sakit di perut dan kepalanya tak mendukung keinginannya. Tubuhnya terasa melayang seketika. Siswa menyebalkan itu mengangkat tas Laura dengan tangan kirinya.
"Dasar lemah," ujarnya dengan lirih. Lalu, langsung melepaskan pegangannya.
Laura hanya bisa menatap punggung murid laki-laki tersebut, yang semakin lama semakin menjauh.
Gadis itu berdiri dengan tembok sebagai pegangannya. "Manusia macam apa itu!?" gumamnya.
Ia menuju UKS dan bercermin pada cermin di dekat wastafel. Tak ada luka lebam di wajahnya. Dia menghela nafas lega dan merapihkan sedikit rambutnya.
"Ayo, Laura! Semangat!" ujar batinya pada diri sendiri. Dia mengepalkan tangan, tanda semangatnya.
Gadis itu berjalan menuju Tata Usaha untuk menayai ruang kelasnya.
Guru yang berada di Tata Usaha menuntunmya menuju ruang kelas. Guru itu memintanya menunggu di depan kelas, lalu pamit.
"Tenang, tenang," ujar Laura dalam hati. Tak lama guru tadi menyuruhnya masuk ke dalam kelas dan ia meninggalkannya menuju Ruang Tata Usaha.
"Silahkan perkenalkan dirimu," ujar pria yang berdiri di sebelahnya.
"Namaku, Alexandra Laura, biasa dipanggil Laura. Umurku 16 tahun. Salam kenal," ujarnya.
"Baiklah, tanpa basa-basi lagi kita mulai pelajaranya. Laura, silahkan duduk di tempat kosong," ujar pria itu.
Pelajaran berlangsung. Perut Laura terasa sakit tiba-tiba. Siswi di sebelahnya bertanya keadaan gadis itu. Laura tak ingin merepotkan orang lain disaat pelajaran. "Aku baik-baik saja," ujar Laura dengan lirih.
"Kau harus ke UKS****," ujar siswi itu. Ia bangkit dari kursinya menuju depan kelas. Suara lirihnya menggema. Guru itu mengangguk dan mempersilahkan siswi bernama Zane mengantar Laura ke UKS.
"Kau kenapa sakit perut gitu? Mau datang bulan?" tanyanya saat di perjalanan.
"Bu, bukan, tadi perutku ditendang oleh siswa berambut putih seperti beruang kutub. Tadi pagi," jelas Laura sambil memegangi perutnya yang sakit.
"Lebih baik kau jangan berbuat aneh-aneh denganya. Dia bisa menghajar siapapun yang membuatnya kesal. Seperti beruang betina," ujar Zane, mereka berdua tertawa kecil.
"Apa maksudmu?"
Mendengar suara itu wajah Zane tegang seperti akan dihukum mati. Suara yang tak asing juga di telinga Laura. Mereka berdua menengok kebelakang dan mendapati siswa dengan kedua tangan di kantung celana. Rambut putihnya yang sangat terang terkena cahaya dari jendela.
"Bukan apa-apa, Kak, ahaha," ujarnya dan langsung menarik tangan Laura lalu menaikan kecepatan berjalannya.
Saat sudah di UKS. Zane menghela nafas lega sambil mengelus-elus dadanya. Begitu pun dengan Laura, rasanya ia menahan nafas saat siswa itu muncul.
"Apakah rambut dia diwarnai?" tanya Laura sambil berbaring di tempat tidur.
"Bukan, itu rambut alami, katanya sih gitu," jawab Zane dan mendudukan dirinya di tempat tidur sebelah Laura. "Kau istirahat ya, nanti jam istirahat aku kembali ke sini," ujar Zane lalu meninggalkan ruangan.
Sepi sekali keadaan UKS saat itu. Sampai suara angin yang menerpa jendela pun ia terkejut. "Sepinya. Tidur aja mungkin ya?" gumamnya dan berusaha tertidur.
"Gak bisa!" ujarnya dengan kecewa. Keadaan UKS cukup dingin saat itu. Laura menarik selimut sampai menutupi perutnya. Ia merasa bosan, ponselnya pun ia tinggalkan di kelas.
Ia mendudukan dirinya di atas kasur itu. Matanya terbelalak melihat kearah pintu depan UKS. Rambut putih dengan warna cyan yang menghiasi sedikit rambutnya.
"Matilah aku." Laura merebahkan tidurnya dan menghadap ke tembok.
"Kau di situ rupanya****." Kepala Laura dibasahi keringat dingin. Gadis itu merasa suara langkah kaki semakin mendekat kearahnya.
"Kau mendengarku?" lirihnya di depan telinga Laura. Gadis itu hanya bisa berpura-pura tidur dan tak mendengar suara berat yang mengerikan itu.
"Tolong pergilah!" Batinya menjerit dan mengcengkram selimut yang ia gunakan.
"Jawab aku," ucapnya lagi. Laura menyerah berpura-pura.
"Pergilah!" balas Laura dengan nada bicara yang dingin. Ia baru ingat sesuatu.
"Matilah aku," ujar batin Laura. Ia mengganti posisi tubuhnya dan menghadap laki-laki berambut putih seperti salju tersebut.
"Baiklah! Aku minta maaf atas perkataan ku yang kurang sopan. Jadi, jangan ganggu aku," ujar gadis itu dan menarik selimut sampai menutupi wajahnya.
"Tapi aku tidak memaafkanmu," balasnya. Keadaan sunyi seketika. Seakan dia hilang ditelan bumi.
"Aku akan dihantui olehnya?" Laura berharap dirinya tak stres dihantui oleh beruang kutub itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Kadek
kk aku nitip boomlike nya disini
rate 5
n jangan lupa mmpir ya
semngt kk
2020-07-18
1
Nadiva cahya
halo ka. ceritanya udah bagus. aku baca beberapa bab.
saran gak usah di bold ka🤗🤗
salam dari "Hubby"
2020-07-10
2
@ku
Mau nanya nih, beneran g bibi nya laura mati d gantung? Cz waktu ultah g d ceritain? Pa q yg salfok?
2020-07-09
1