Mentari pagi kini menyembulkan diri menyapa penduduk bumi dengan sinarnya yang keemasan, pertanda waktu bagi penghuni semesta untuk beraktifitas. Kecuali gadis cantik yang semalaman menangis sebagai pelampiasan amarahnya. Yah gadis itu adalah Arsheno, ia seolah tak peduli dengan sapaan sang mentari.
tok tok tok
"Dek, bangun dong, sudah pagi nih. Kamu gak ke kantor ?!" Teriak Kenan sambil mengetuk pintu kamar Arditha.
Tak ada jawaban dari sang empunya kamar, bukan karena gadis itu masih berada di dunia mimpi sehingga mendengarnya. Sejak semalam hingga pagi ia tak pernah tidur dan hanya menangisi kehidupan selanjutnya.
Arditha hanya merubah posisi tubuhnya tanpa berniat meninggalkan kasur empuknya. Hari ini ia tak mungkin ke kantor dengan mata bengkak, sisa beberapa hari juga kan masa magangnya berakhir.
Kenan mencoba membuka pintu kamar sang adik dan ternyata pintu tersebut tak terkunci. Perlahan pria tampan itu membuka pintu kamar semuat dirinya dan kembali menutupnya. Melihat pintu kamarnya terbuka, Arditha kembali menutup matanya. Terlalu malas rasanya berbicara dengan sang abang yang ternyata mendukung keputusan mama mereka.
"Bangun, masalah gak qkan selesai jika hanya baring dan bermalas-malasan. Kalau memang kamu gak setuju, usaha dong. Lakukan sesuatu. Ingat usaha tak akan menghianati hasil." Kenan mencoba memancing Arditha seraya membuka tirai dan membuka jendela agar cahaya matahari pagi masuk dengan sempurna.
Kata-kata Kenan berhasil menarik perhatian Arditha. Perlahan ia membuka matanya yang bengkak. Kenan tersenyum lebar melihat adik kesayangannya sedikit memberikan respon.
"Cuci muka sana atau sekalian mandi. Abang akan temani kamu kemanapun, hari ini abang gak ke kantor." Masih dengan senyumnya Kenan mengusap lembut kepala Arditha. Dengan ogah-ogahan gadis itu berjalan ke arah kamar mandi.
Seandainya saja yang melamar adiknya bukan sahabatnya sendiri yang notabene ia kenal dengan baik, sudah pasti Kenan akan meminta sang mama untuk menolak lamarannya saat itu juga. Bukannya Kenan tak enak hati jika tak menyetujuinya hanya saja, ia merasa Abimana adalah orang yang tepat untuk menjaga sang adik.
Abimana adalah pria yang baik dan bertanggung jawab dan tak mudah tergoda dengan makhluk yang bernama wanita. Kenan yakin sahabatnya itu tak akan pernah melakukan sesuatu yang dapat merugikan masa depan Arditha.
"Abang tunggu di meja makan ya," Kenan berteriak di depan pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Walaupun tak ada jawaban dari dalam sana namun ia tahu jika Arditha mendengarnya.
Sementara Arditha melakukan ritual paginya, Kenan kembali ke lantai bawah menunggu sang adik. Sedangkan mama Sherly sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk kedua buah hatinya.
"Lho bang, kok gak siap-siap ?" Mama Sherly menghentikan pekerjaannya kemudian menarik kursi dan duduk berhadapan dengan putra sulungnya.
"Lagi malas aja ma, hari ini aku akan menghabiskan waktu bersama Ditha." Kenan memang selama ini sibuk sehingga tak ada waktu untuk bersama sang adik walauhanya sekedar bercerita. Ia tak akan membiarkan adik satu-satunya itu menghadapi masalahnya sendirian sehingga akan membuat keputusan yang salah.
"Apa Ditha masih tak terima ?!"
Kenan mengedikkan bahunya sambil menatap wanita yang paling bersejarah dalam hidupnya. Wanita yang rela berjuang memegang nyawa hanya agar ia bisa melihat dunia yang maha luas ini.
"Entahlah ma, tapi jika Ditha turun nanti, aku harap mama jangan menyinggung masalah pernikahannya. Kenan akan berusaha sebaik mungkin agar semua berjalan lancar." Kenan mengelus pelan tangan yang sudah mulai terlihat keriput sambil tersenyum seolah ingin mengatakan jika semuanya akan berjalan sesuai dengan rencana,
Tak lama kemudian terdengar langkah kaki menapaki satu per satu anak tangga. Kenan mengangkat kepalanya melihat ke arah sang adik yang tampak kacau dengan matanya yang bengkak namun tetap terlihat aura kecantikannya.
"Duduk sini dek, kita sarapan dulu setelah itu kita nikmati hari ini berdua." Kenan tersenyum manis menatap sosok gadis yang dalam hitungan bulan akan menjadi istri dari sahabatnya.
"Mama gak ikut sarapan ?!" Arditha menatap sang mama yang masih duduk tanpa berniat memindahkan nasi goreng ke piringnya.
"Sarapan kok, kan nungguin anak gadisnya mama," Mama Sherly memasang senyuman manisnya.
Mereka kemudian sarapan bertiga seperti hari-hari sebelumnya. Mama Sherly mengikuti saran putranya dan Arditha pun tak lagi mengungkit lamaran semalam. Diam-diam Kenan menarik napas lega melihat sang adik sudah kemba bersikap seperti biasanya.
Arditha tampak sangat menikmati sarapannya sembari memikirkan cara agar pernikahannya gagal. Masih ada waktu untuk melakukan segala cara. Ia tak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang ada.
Jam menunjukkan pukul 07.00 saat mereka menuntaskan sarapannya. Kenan kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap sedangkan Arditha duduk di ruang keluarga dengan ponsel ditangannya. Meskipun senyuman menghiasi wajahnya namun tetap terlihat sebuah kesedihan disana. Mama Sherly terus memperhatikan wajah cantik putrinya. Ada rasa bersalah menyeruak dari dalam hatinya namun entah mengapa sisi lain hatinya sebagai seorang ibu yakin akan menitipkan putrinya pada mantan menantu teman sekolahnya.
"Ayo dek, kita berangkat," Suara Kenan memaksa Arditha mengalihkan tatapannya dari benda pilih ditangannya.
"Kemana bang ?" Arditha memilih bertanya terlebih dahulu sebelum meninggalkan posisi duduknya.
"Ke tempat dimana kamu akan bersenang-senang hingga lupa waktu."
Ucapan Kenan yang terdengar menjanjikan seketika membuat Arditha berdiri dan langsung menggamit lengan sang abang. Keduanya lebih mirip sepasang kekasih ketimbang saudara kandung. Warna baju mereka yang senada dan tingkah manja Arditha pada Kenan yang tampak mesra layaknya pasangan muda.
"Ma, kami berangkat ya," Kenan berpamitan sambil mencium punggung tangan sang mama dan diikuti oleh Arditha.
"Hati-hati kalian, jangan pulang terlalu malam,"
"Ck mama, belum juga berangkat sudah diingatkan pulang." Hal yang seperti inilah yang selalu dikeluarkan oleh Arditha setiap kali keluar rumah. Macam gak ada kata-kata lain saja.
"Gak usah ngeluh, memang seperti itulah orang tua pada umumnya. Cepat naik keburu siang lho," Titah Kenan melepaskan gandengan tangan sang adik.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Arditha segera masuk dan duduk di sebelah pengemudi. Kemudian mobil yang dikendarai oleh Kenan perlahan meninggalkan halaman rumah mereka.
Kenan mengarahkan mobilnya keluar kota melewati jalan tol, Arditha memilih menikmati perjalanannya tanpa berniat untuk bertanya tujuan mereka. Hingga beberapa jam kemudian mereka tiba di sebuah tempat yang sangat indah. Sebuah pantai dengan pasir putih yang tampak berkilau diterpa sinar matahari.
"Woaw indah banget bang," Arditha membuka sepatunya dan berlari kearah bibir pantai sambil tertawa bahagia.
Kenan pun tersenyum melihat tingkah sang adik dan melupakan kesedihannya. Meskipun mungkin hanya bersifat sementara namun memberikan kebahagiaan disela-sela kesedihannya bisa mengembalikan mood sang adik menjadi lebih baik. Tak lagi seperti orang yang tak memiliki tujuan hidup.
🌷🌷🌷🌷🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Sandisalbiah
pernah merasa di posisi Ditha.. gak enak pake banget... rasanya nyesek sampai buat nafas itu susah.. tp syukurnya keluarga gak maksain buat terima jd lega deh.. semoga Ditha bisa berdamai dgn takdirnya
2024-05-24
0
Zainab ddi
semoga Kenan bisa ngasih pengertian ke adiky bahwa Abi pria yg baik dan dr keluarga yg baik jg
2022-12-22
1