Baru saja mama Sherly akan membangunkan putri bungsunya namun ternyata gadis yang sabar hari mengaduk-aduk emosinya saat pagi hari kini telah selesai berdandan dan terlihat cantik walaupun hanya bedak tipis diwajahnya.
“Alhamdulillah, akhirnya pagi ini mama gak berteriak lagi.” Mama Sherly menatap putrinya bungsunya dari atas sampai bawah seolah sedang menilai calon menantunya.
“Iyalah, daripada setiap pagi disumpahi menikah dengan duda.” Sinis Arditha melewati sang mama begitu saja.
“Kalau dudanya seperti teman abang, gak apa-apa kali dek, kamu gak perlu bekerja keras semua bisa didapatkan hanya dengan sekali gesek.” Kenan menimpali dan menggoda adiknya. Sungguh sebuah keasyikan tersendiri mengerjai dan menggoda sang adik.
“Ya Allah berilah hidayah pada anak dan ibu dihadapan hamba ,,, aamiin.” Arditha menengadahkan kedua tangannya sikap orang berdoa kemudian mengusap wajahnya dengan serius. Hal itu mengundang tawa Kenan. Adiknya memang super ajaib.
“Bicaranya nanti aja, sekarang kalian makan lalu berangkat kerja. Ingat cari uang sebanyak-banyaknya, mama janjian sama teman untuk nongki-nongki.”
“Idiiihhh, mama kayak anak muda aja pake nongki segala. Emang mama mau cari papa buat kami?!”
Plaaakkkk
“Auwww, sakit ma,”
“Makanya jangan suka asal kalau ngomong.” Mama Sherly benar-benar kesal mendengar ucapan Arditha. Bisa-bisanya gadis itu menuduhnya seperti itu.
“Buah jatuh tak jauh dari potongan kecuali potongan dekat sungai. Setiap pagi mama selalu ngomong asal setiap membangunkan aku.”
Kenan memilih menikmati sarapannya sembari sekali-sekali menatap kedua wanita tersayangnya. Kedua wanita beda usia itu bukan hanya wajah mereka yang sedikit mirip akan tetapi sifat mereka benar-benar sama.
“Dek, cepat habiskan sarapannya. Abang udah mau selesai lho.” Setiap hari jika mereka keluar rumah di jam yang sama selalu beriringan dan sudah menjadi kebiasaan bagi pria dewasa itu. Walaupun tidak satu mobil dan tidak satu arah namun setidaknya Kenan puas berangkat bersama dengan adik yang sangat ia sayangi melebihi apapun di dunia ini. Tentunya rasa sayangnya tak bisa disamakan dengan sang mama.
Mendengar perintah sang abang membuat Arditha segera menyantap sarapannya. Ia tak ingin membantah sang abang mengingat beberapa hari lagi waktunya sang abang transfer uang bulanan. Keduanya berpamitan pada mama mereka dengan mencium punggung tangan wanita paling bersejarah dalam hidupnya. Setelah itu Kenan dan Arditha berjalan beriringan keluar rumah dan menuju mobil masing-masing.
“Bang, transferannya jangan telat, ya ,,,” Arditha tersenyum manis mengedipkan sebelah matanya dan hanya dibalas dengan gelengan kepala oleh sang abang.
Arditha terlalu manja padanya dan Kenan sangat menikmati perannya sebagai seorang abang bagi gadis itu. Dengan diiringi lambaian tangan dari sang mama, akhirnya kakak beradik itu berangkat ke kantor. Dan mereka berpisah saat tiba dipersimpangan jalan seperti biasanya.
Jalan raya mulai dipenuhi oleh para pengendara lain. Arditha segera memacu mobilnya agar tak terjebak macet sehingga membuatnya terlambat tiba di kantor. Walaupun hanya magang namun tetap saja ia tak boleh bertindak semua gue, ada nilai yang harus ia pikirkan dan itu adalah wewenang perusahaan PT. Bhi_Lha, tempatnya magang.
Gadis belia itu menarik napas panjang setelah memarkir mobilnya. Jam pada pergelangan tangannya masih menunjukkan pukul 07.05, masih banyak waktu baginya sebelum jam kerja dimulai. Arditha bergegas meninggalkan parkiran dan berjalan menuju pintu masuk perusahaan dimana sudah terlihat para karyawan silih berganti memasuki lobby perusahaan.
“Selamat pagi, kak ,,,” Arditha menyapa Maya dengan senyum ceria khasnya.
“Selamat pagi juga, ceria banget pagi ini ?”
“Tentu dong, kata mama aku jika di pagi hari kita ceria dan bersemangat maka seharian akan penuh dengan kebahagiaan dan kesenangan.” Arditha tak pernah melupakan pesan sang mama manakala dirinya terbangun dengan wajah cemberut.
Kedua gadis itu kompak menghentikan obrolannya manakala waktu jam kerja dimulai. Para karyawan perusahaan sangat menghargai waktu. Itulah wujud pengabdian mereka sebagai timbal balik karena perusahaan sangat memperhatikan kesejahteraan mereka.
Tak ada lagi terlihat karyawan yang berseliweran disana sini tak jelas. Mereka masing-masing sibuk dalam ruangan masing-masing. Waktu terus berlalu hingga jam menunjukkan pukul 09.00 dan pak presdir memasuki lobby bersama asisten Adam yang juga tampan. Arditha menundukkan kepala sedikit saat pak presdir melewatinya.
“Selamat pagi pak,” Kompak Maya dan Arditha menyapa pak presdir.
Seperti biasa, tak ada balasan dari sapaan mereka. Baik Arditha maupun Maya tak pusing dengan sikap orang nomor satu pada perusahaan. Bukan hanya mereka berdua yang mengalami hal itu namun seluruh penghuni perusahaan bahkan seandainya makhluk halus perusahaan terlihat maka merkapun sudah terbiasa dengan sikap datar, dan dingin pak presdir.
“Selamat pagi pak Adam,” Sapa Arditha terdengar lembut memecah kesunyian.
“Selamat pagi juga, semangat kerjanya ya.” Adam membalas sapaan Arditha sambil tersenyum tipis. Kemudian melanjutkan langkahnya. Itulah keramahan seorang asisten Adam. Sangat berbanding terbalik dengan presdir yang setiap hari bersamanya.
Sesungguhnya presdir sedikit terganggu dengan interaksi singkat mahasiswa magang itu. Ingat hanya sedikit, lho ya. Walaupun Adam tergolong pria ramah dan gampang bergaul namun hanya sebatas senyum pada setiap karyawan. Abimana terus berpikir hingga teriakan putranya memaksanya berhenti dan membalikkan badannya.
“Mama !!!” Suara khas pria kecil memenuhi ruangan. Beruntung para karyawan sudah berada dalam ruangan masing-masing yang pastinya kedap suara.
Maya dan Arditha kompak mengangkat wajahnya dan saling melempar pandang sebelum mereka mencari seseorang yang di panggil mama oleh anak kecil itu. Tentu saja Maya penasaran karena ia tahu jika anak kecil itu adalah anak presdir sedangkan Arditha yang notabene orang baru tak mengetahui apapun.
Presdir dan Adam menatap Sheno yang berteriak dengan antusias sambil berlari menuju ke arah kedua gadis yang baru saja mereka lewati.
“Bos ??!” Adam menatap presdirnya penasaran sementara yang ditatap diam membeku tak bereaksi.
Setelah waktu itu Sheno menangis ingin bertemu mamanya dan sejalan dengan waktu pria kecil itu kembali melupakannya. Dan kini panggilan itu kembali terucap dari bibir mungil putra sulungnya. Tentu saja Abimana penasaran.
“Mama kemana aja sih,” Kini Arsheno sudah memeluk paha Arditha yang terkejut setengah mati. Pun sama halnya dengan Maya.
“Hei, kamu salah orang, adik kecil ,,,” Arditha tersenyum seraya berjongkok menyamai tingginya dengan anak kecil yang baru pertama kali ia temui. Arditha sudah melupakan peristiwa saat itu namun Arsheno adalah anak cerdas dan memiliki ingatan yang kuat.
“Sheno gak salah, tapi mama yang jahat tinggalin Sheno sama adek Ilha.” Arsheno masih ngotot dengan keyakinannya jika Arditha adalah mamanya.
“Kak, tolongin dong, lagian siapa sih yang bawa anaknya kantor ? Sembarangan manggil orang pula.” Arditha menatap rekan kerjanya frustasi namun Maya hanya meringis mendengar ucapan Arditha. Saat ini bukan waktu yang tepat untuk merespon gadis cantik itu. Maya memberi kode lewat lirikan matanya namun Arditha sama sekali tak mengerti.
“Sheno anak baik ma, gak nakal.” Kini pria kecil itu mulai mengeluarkan airmatanya membuat Arditha semakin panik.
“Adik kecil, maafkan kakak. Tapi kakak benar-benar bukan mamamu. Kakak memang memiliki pacar tapi belum pernah berproduksi anak apalagi segede kamu.” Arditha berusaha tenang menjelaskan pada pria kecil itu.
Mendegar kata-kata Arditha, sontak saja Maya terkikik geli. Sekeras apapun Arditha menjelaskannya, anak itu pasti tidak mengerti.
Abimana memutuskan untuk menghampiri keduanya, ia tak ingin putranya menangis karena mendapatkan penolakan gadis itu. Yang terpenting baginya adalah menjaga perasaan Arsheno.
“Dia putraku dan aku bebas membawanya ke kantor.” Dingin dan datar seperti biasanya.
“Oh, syukurlah. Tapi pak tolong jelasin ke anaknya agar tidak memanggilku mama, bisa-bisa pacarku salah paham.” Tandas Arditha asal. Ia dan Pras sedang dalam masa PDKT, bisa-bisa mereka putus sebelum jadian gara-gara panggilan anak kecil itu.
“Ikuti saya !” Perintah Abimana menggendong putranya.
“Kenapa diam ?! Kamu tuli ?!” Abimana menoleh pada Arditha setelah menyadari jika gadis itu sama sekali tak bergerak dari tempatnya.
Asisten Jery memberi isyarat agar Arditha mengikuti mereka. Dengan langkah berat Arditha mengikuti langkah kedua pria dewasa itu. Sementara pria kecil yang masih dalam gendongan ayahnya memaksa turun dari gendongan dan memilih menggandeng tangan Arditha sambil tersenyum manis.
🌷🌷🌷🌷
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Sandisalbiah
tunggu.. ini sebenarnya asistennya itu si Jerry atau Adam..? 🤔🤔🤔
2024-05-24
0
susi 2020
🙄🙄🙄
2023-06-25
0
susi 2020
😂😍😘🥰
2023-06-25
0