Jam sudah menunjukkan waktu makan siang, namun mama tercinta Kenan dan Arditha belum juga pulang. Kenan menatap tangga yang menampilkan sosok sang adik dengan pakaian andalannya namun saat gadis itu menyadari jika bukan hanya mata sang abang yang menatapnya seketika ia berlari kembali ke kamarnya mengganti bajunya.
“Duh malunya aku tuh ,,,” Gumam Arditha mengganti bajunya yang lebih sopan. Legging ¾ yang menjadi pilihannya.
Hanya legging yang ia miliki, sisanya short pants dan baju press body. Hanya baju tidur yang sedikit longgar tapi masa iya dia harus turun dengan baju tidur, kan salah kostum namanya. Apalagi ia harus memasak karena mama entah kemana.
“Nah, ini baru adik kesayanganku.” Sambut Kenan kala melihat Arditha sudah berganti baju walaupun masih menampakkan sedikit lekuk tubuhnya tapi masih bisalah diterima.
“Gak usah muji-muji aku, bang ,,, aku tahu abang kelaparan.” Balas Arditha terus melangkah masuk ke dapur.
“Bener dek, lagian kan ada temennya abang, mau kan masak ?”
Kenan mengikuti Arditha dan terus membujuk gadis muda itu. Adiknya sangat pandai memasak jika ingin melakukannya dan Kenan sangat menyukai masakan sang adik.
“Dek, abang sama Abimana belum makan siang, lho.”
“Oh ya ? Terus hubungannya dengan aku apa, bang. Kalau lapar ya pesan makanan dong. Jaman udah canggih bang, semua masalah bisa diselesaikan dengan jempol.”
“Yaelah ,,, abang juga tahu dek, tapi maksudnya abang tuh pengen agar temen abang tahu kalau adiknya abang bukan hanya cantik dan seksi tapi juga pintar masak.”
Mulut Kenan memang berbisa, terlalu pandai merangkai kata agar keinginannya tercapai. Tapi bukan Arditha namanya jika bisa terbujuk dengan kata-kata manis sang abang.
“Abangku sayang ,,, gadis cantik ini bukan calon pembantu tapi calon istri seorang CEO yang kelak hanya akan mengandalkan telunjuknya. Jadi jangan pernah bermimpi untuk dimasukkan olehku !!”
Sebenarnya Arditha ke dapur bermaksud untuk memasak berhubung perutnya sudah meminta haknya dan sang pemilik dapur entah ke mana. Akan tetapi niat awalnya memasak dan moodnya memburuk mendengar ucapan abangnya yang terlalu lebay dan asal.
Dengan santainya Arditha duduk di kursi yang berseberangan dengan Abimana. Ia memesan makanan untuk mereka bertiga. Gak enak kan jika pesan makanan hanya untuk dirinya sendiri apalagi yang bayar adalah abangnya. Kenan tak bisa memaksa adiknya untuk memasak karena bisa dipastikan hasilnya akan amburadul.
“Bang, tuh deliverynya datang.” Ucap Arditha saat mendengar suara motor berhenti didepan rumah mereka.
“Kamu pesan makanan ?”
“Emang abang gak mau makan ? Gak lapar ?”
“Ya udah, ambil sendiri sana ,,, masa abang sih.”
Arditha berdiri dan menengadahkan tangannya di depan sang abang. Diam-diam Abimana lagi-lagi terkekeh melihat interaksi kakak beradik itu. Gadis cantik itu ternyata memiliki keunikan tersendiri dimatanya.
“Jangan bilang kalau abang menyuruhku membayarnya. Aku sudah capek memesan makanan masa giliran bayar aku lagi.”
Kenan mendengus kasar sambil merogoh saku celananya dan mengeluarkan dompetnya namun belum sempat ia mengeluarkan uangnya kini dompetnya sudah berpindah tangan.
“Sekalian aja bawa dompetnya, bang ,,, kalau gak cukup kan aku gak bolak balik minta tambahannya.” Arditha melenggang santai meninggalkan sang abang yang hanya bisa pasrah menerima perlakuan adik kesayangannya. Dengan langkah ringan sambil bersenandung kecil, Arditha keluar rumah mengambil pesanannya. Abimana terus menatap punggung gadis muda itu. Ada sesuatu yang berbeda yang ia rasakan namun segera ia hilangkan.
“Ngapain kamu menatap adikku seperti itu ? Arditha memang cantik tapi pikir-pikir dulu jika kamu memiliki rasa padanya.” Ucapan Kenan menyadarkan Abimana dan segera menarik pandangannya dari punggung gadis itu.
“Seminggu terakhir ini Arsheno mengamuk meminta untuk bertemu dengan gadis yang dianggap sebagai mamanya.” Akhirnya Abimana menceritakan keluhannya pada Kenan.
“Wah, bagus itu ,,, kamu menikah aja, selesai persoalan.” Balas Kenan santai.
“Nah itu dia masalahnya. Mungkin semua gadis dan wanita dikota ini sudah kuperlihatkan pada pria kecil itu tapi tak satupun yang dia suka. Anak itu hanya mau gadis yang ia panggil mama. Sementara tak satupun dari kami yang pernah melihat gadis itu.”
Rasa frustasi Abimana kembali mencuat mengingat keinginan putra sulungya. Entah dimana lagi ia harus mencari gadis yang diinginkan oleh anaknya.
Sambil berlari-lari, Arditha membawa beberapa kresekan melewati kedua pria dewasa itu dan menuju dapur lalu mengambil piring dan mengaturnya diatas meja makan. Setelah selesai gadis itu memanggil kedua pria itu untuk makan siang bersama.
“Bang, makan yuk.”
“Bi ,,, makan dulu yuk, gak usah sungkan anggap aja rumah sendiri.”
“Eitdah si abang, enak aja ngomong anggap rumah sendiri, kalau dia ngejual rumah kita gimana ? Abang mau tinggal dikolong jembatan ? Aku mah ogah ,,, abang mau tanggung jawab sama mama ?”
Plaaakkkk
“Enak aja, sahabat abang punya segalanya, ngapain dia jual rumah kita ?”
“Ya kali, bang ,,, manatau kan.”
“ Sudah ! Jangan ribut, aku gak mungkin jual rumah kalian. Puas ?!” Dingin dan datar, itulah kesan Arditha pada teman abangnya.
“Diihhh ,,, nyolot. Udah numpang makan juga.” Arditha memberenggut
Abimana hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya mengetahui betapa cerewetnya gadis cantik di hadapannya.
“Dek, makannya pelan-pelan dong. Ada teman abang nih.”
“Gadis jaim gak jaman lagi sekarang, bang ,,, yang dicari tuh gadis yang apa adanya, yang reel dan normal seperti aku.” Balas Arditha tak mau kalah.
“Narsis !!!”
“Yang penting hidup.” Balas Arditha cuek.
Ketiganya lalu menikmati makan siang dengan damai. Arditha ngga tak pernah jaim pada siapapun tak merasa malu dihadapan pria tampan sahabat sang abang tersayang. Sementara Abimana yang terus disuguhi dengan tingkah ajaib adik sahabatnya itu terus tersenyum sehingga membuat Kenan mengernyitkan dahinya. Tidak biasanya pria kutub ini tersenyum.
“Kakak namanya siapa, sih ,,, sejak tadi abang hanya memanggil Bi, bukan bibi yang bantu-bantu di dapur, kan yang abangku maksud ?”
Uhuk uhuk
Abimana tersedak mendengar kata-kata gadis dihadapannya. Ia tak menyangka jika gadis itu memiliki pemikiran ajaib, bukan salahnya juga kan ?
“Enak saja, sahabat abang namanya Abimana, dia seorang duda beranak dua”
“Whaattt ?! Duda ?! Dua anak ?!” Mata Arditha membulat sempurna.
Gadis itu tak menyangka jika pria tampan itu ternyata adalah seorang duda memiliki anak pula. Untuk pertama kalinya Arditha merasa tertarik seorang pria namun semua itu harus ia hilangkan dari otaknya karena tak mungkin memiliki pacar seorang duda.
“Duda tapi masih hot.” Ucap Kenan terkikik geli. Ia tahu adiknya selalu ilfeel pada seorang duda.
“No bang ,,, walaupun tampan, tajir melintir tapi namanya duda tetap aja bekas orang. Tadinya aku pingin minjam untuk dipamerin di kampus tapi gak jadi deh.” Balas Arditha terus terang.
Kenan tertawa terpingkal-pingkal mendengar penuturan adik kesayangannya. Ia menatap iba pada sahabatnya yang sejak tadi tak mengeluarkan kata-kata, duda kutub itu memang irit bicara dan tak akan berbicara jika bukan hal penting. Dan mungkin kata-kata adiknya tidaklah penting baginya.
“Sabar, Bi ,,, adikku memang selalu apa adanya.” Kenan tak enak hati pada sahabatnya. Walaupun terlihat tenang dan tak ada masalah namun Kenan khawatir pria itu tersinggung.
“Gak apa-apa, Ken ,,, anak kecil memang seperti itu.” Balas Abimana enteng.
“Enak aja, dikata anak kecil. Umurku sudah 20 tahun tapi memang sih wajahku imut jadi gak bisa disalahkan jika situ mengira aku masih anak-anak.”
Abimana memilih menyudahi makan siangnya. Ia tak lagi membalas perkataan gadis kecil itu. Hanya menghabiskan waktu dan tenaga saja. Gak ada pengaruhnya juga berapapun usia gadis itu.
🍒🍒🍒🍒
Selamat sore, maaf telat upnya tapi othor janji akan up 2 bab hari ini.
Jangan lupa likenya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Sandisalbiah
nah loh.. Bi, lawan tuh bocil... bocil yg udah buat ank kamu jatuh hati... bocil yg udah bikin kepala kamu pulang mencari keberadaan nya..
2024-05-24
0
susi 2020
😂😂😂🤣🤣🤣
2023-06-25
0
susi 2020
😂😂😂😂
2023-06-25
0