Keusilan Ara

"Ternyata gak semenyeram kan itu," kata Martha sambil melihat ke sekelilingnya.

"Belum sampai 1 jam..." Sahut Yura yang duduk di sudut ruangan.

Brody melirik bingkai foto yang dipajang di dinding, bingkai dengan retakan besar di bagian wajah gadis dalam foto itu sehingga membuat nya samar-samar terlihat.

"Aku punya sirup jeruk dan rengginang. Kalau gak mau, gak usah makan." Ketusnya dingin sambil meletakkan nampan di tengah-tengah perkumpulan itu. Lalu, ia duduk bersila di samping lemari di pojok sambil melepas kacamatanya.

"Ren, kamu tinggal sendiri?" Tanya Brody penasaran.

"Tidak, aku tinggal berdua...ah, iya...sendiri," jawab Renzi yang sempat lupa kalau Ara ialah hantu.

"Baiklah...jadi siapa gadis ini?" Tanyanya lagi dengan wajah menggoda sambil menunjuk bingkai foto itu. "Pacarmu, ya?"

Shinta yang sedang makan mendadak tersedak kemudian dengan cepat meneguk air sirup.

"Lo napa?" Tanya Brody kasar.

"Diam Lo." Sinis Shinta lalu menatap Renzi dengan tatapan berharap.

Pemuda itu memalingkan wajah kemudian melirik Ara yang berdiri di dekat pintu. "Bukan, dia pemilik rumah yang dulu." Ujar Renzi dingin.

"Aaahhhhh...kukira..." Kecewa Brody sambil meletakkan tangannya di belakang kepalanya.

"Apa?!!! Apa yang kau pikirkan?!!!" Tanya Renzi yang mulai meninggikan suaranya.

Semua yang di ruangan itu menggeleng sambil cekikikan melihat Renzi yang naik tensi.

Beberapa menit berlalu hari sudah mulai gelap, mereka pun hendak menyudahi kunjungan mereka.

"Sudah hampir malam, kita pulang yok?" Ajak Martha yang tengah berbaring di lantai.

"Bolehlah, yok." Sahut yang lainnya sambil bangkit dari duduknya.

Renzi menatap mereka semua satu-persatu, kemudian tatapannya berhenti di Shinta. Ia perhatikan baju gadis itu dengan wajah datar dan sorot mata dinginnya.

"Hei, jorok. Lihat noda di bajumu itu." Ketus Renzi kasar.

Noda berwarna orange yang terlihat di baju Shinta akibat sirup yang terlihat sangat jelas di bajunya. "Ck, menjengkelkan," katanya mendesis. Ia kemudian mengeluarkan sapu tangan dari tasnya dan berusaha menghilangkan noda itu.

"Shinta...bersihkan di kamar mandi aja. Sepertinya bisa hilang jika pakai air," kata Yura sambil menatap Shinta dengan lembut.

Gadis itu mengangguk kemudian bertanya kepada Renzi dimana letak kamar mandi, lalu berjalan ke sana.

Ia perhatikan ruangan itu sangat gelap, Shinta berjalan masuk sambil meraba-raba dinding mencoba mencari tombol lampu. 'klik', "kenapa saklar nya jauh sekali?" Kesalnya yang berjalan ke arah wastafel.

Shinta memutar keran itu, telah beberapa detik berlalu namun belum ada setetes air pun yang keluar dari keran tersebut.

"Keluar lah!!!" Pekiknya sambil menepuk-nepuk keran itu dengan rasa kesal di setiap tepukannya.

Air mulai keluar sedikit demi sedikit sampai akhirnya mengalir dengan deras, mendadak gadis itu keheranan saat melihat warna air tersebut. Warna merah gelap yang sangat mirip seperti darah, Shinta menyingkirkan tangannya dari pinggiran wastafel.

Belum selesai dengan kengerian itu, tiba-tiba saja lampu kamar mandi itu berkedip-kedip. Ia melihat ke cermin kamar mandi yang memantulkan bayangan dari sosok putih berambut panjang yang berdiri di belakangnya.

Satu persatu huruf muncul di cermin yang ditulis dengan sesuatu berwarna merah, 'Ayo Bermain Denganku :)'.

Tubuh gadis itu mulai gemetar dengan sorot mata yang ketakutan.

Pandangannya mulai kabur dan nafasnya memburu, ditengah ketakutan itu mendadak bahunya terasa berat. Shinta melirik ke bahunya dan melihat sosok itu yang meletakkan dagunya di atas bahu Shinta dengan wajah menyeramkan dan senyuman mengerikan. "MaRi MaIn...hhihihiihihhiihihihih..."ucap Ara cekikikan.

"Kyaaaaaaaaaaaa!!!" Suara teriakan terdengar sampai ke luar kamar mandi, sehingga mengagetkan semua orang yang ada di ruang tamu.

Semua orang panik terlebih Yura yang bergegas berlari menuju kamar mandi sambil meneriaki nama Shinta.

"Ada apa?" Tanya Martha yang menyusul Yura.

Renzi terdiam sejenak lalu mulai merasa kesal setelah memahami apa yang terjadi. Ia kemudian turut berjalan ke asal suara dengan wajah serius dan sorot mata kemarahan.

"Shinta! Shinta! Buka!!! Shin!!!" Teriak Yura yang menggerak-gerakkan gagang pintu. "Ren...pintunya dikunci..." Cemas Yura yang mulai berkaca-kaca.

Martha yang melihat itu mulai memegang bahu Yura dan mencoba menenangkannya. "Biar aku dobrak," ujar Brody lalu mendobrak pintu.

Ketika pintu terbuka, mereka semua melihat Shinta yang mematung di kamar mandi dengan tatapan kosong dan wajah yang pucat. Mereka semua panik dan mendekati gadis itu, Yura memeluk erat Shinta dengan wajah panik.

"Shin...kamu gak apa-apa? Shinta...kamu gak apa-apa, kan? Apa yang terjadi?" Cemasnya sambil mengelus rambut Shinta.

Renzi menatap Shinta, ia perhatikan sorot mata ketakutan dan pupil mata yang bergetar serta bibirnya yang pucat. "Yura, bawa Shinta ke kamarku. Kurasa dia butuh waktu untuk tenang," kata Renzi kemudian berjalan mengantar Shinta ke kamarnya.

Renzi dan teman-temannya duduk di sofa sambil menunggu Yura keluar dari kamarnya. "Yura? Bagaimana keadaannya?" Tanya Brody penasaran.

"Kurasa dia shock, dia memintaku keluar dan memberinya waktu untuk tenang," jelas Yura cemas kemudian berjalan ke hadapan Renzi.

Ia menatap tajam Renzi sambil mendecis, "hei, Ren!!! Kurasa Shinta melihat sesuatu dikamar mandi!!!" Pekik Yura pada pemuda bermata dingin itu.

"Terus?" Dinginnya dengan tatapan tajam.

Mereka semua terdiam, percuma jika mencoba menyalahkannya karena mereka yang memiliki ide untuk datang kesana.

Yura hanya menunduk mendengar sikap acuh tak acuh pemuda itu. "Aku tahu bukan salahmu, tapi setidaknya kau harus peduli, kan?" Gumamnya sambil mencengkram sweater nya.

Pemuda itu menghela nafas lalu berdiri dari tempat duduknya, ia berjalan menuju pintu kamarnya. Tangannya mengetuk pintu itu kemudian membukanya, saat pintu terbuka terlihat Shinta yang tampak sedang memikirkan sesuatu.

"Kau baik-baik saja?" Tanyanya yang hendak duduk di meja belajarnya.

Gadis itu menatap wajah Renzi dengan kebingungan, kemudian kembali melihat ke kakinya. "Tidak...aku tidak baik. Aku kebingungan...apa...yang kulihat tadi itu ilusi?" Tanyanya dengan nada bergetar.

Renzi terdiam sejenak lalu menjawab, "tidak, itu bukan ilusi. Itu nyata," jawabnya.

"Ah? Jika nyata... bagaimana kau bisa tinggal disini?".

"Bukan urusanmu...aku kesini untuk bertanya bagaimana keadaanmu, bukan untuk diwawancarai," ketusnya dingin.

Mendengar jawaban itu, ia hanya bisa cemberut sambil menahan kekesalannya. "Ngomong-ngomong...siapa wanita di foto itu?" Tanya Shinta sambil menunjuk sebuah buku album. "Aku tahu tidak sopan membuka sembarangan...tapi...itu menarik perhatianku," katanya dengan suara pelan.

Renzi memperhatikan buku itu selama beberapa detik kemudian mulai menjawab pertanyaan gadis itu. "Cinta pertamaku," jawabnya singkat.

"A-apa?" Kagetnya yang tak menyangka jawaban dari Renzi. Ara yang berdiri di balik pintu turut kaget mendengar jawaban Renzi, ia tak menyangka pemuda berhati dingin itu dapat mencintai seseorang.

"Kenapa? Apa ada masalah? Jika sudah selesai, pergilah. Aku akan meminta Brody mengantarmu," dinginnya lalu beranjak dari tempatnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!