Terima Kasih

Rumah sakit jam 18:19

Ara duduk di ranjang yang terletak di sebelah ranjang Renzi. Ia tak bisa duduk didekat Renzi karena teman-temannya duduk disekitarnya.

"Siapa manusia manusia ini?" Tanya Ara kesal.

Mata Renzi mulai terbuka sedikit demi sedikit. "Renzi?! Kau baik-baik saja?" Tanya Shinta begitu pemuda itu melihatnya.

Renzi mengangkat badannya kemudian mengangguk sambil memegang kepalanya yang terasa sakit. Ara melihat pemuda itu dengan perasaan bersalah karena telah memasuki tubuhnya tanpa izin, Renzi melihat Ara yang mulai menundukkan kepalanya.

"Aku baik baik saja. Jangan merasa bersalah," ucap Renzi sambil melihat Ara yang mulai mengangkat kepalanya setelah mendengar perkataannya.

Shinta yang mengira pemuda itu bicara padanya kesal kemudian menatap tajam dirinya. "Aku tidak merasa bersalah!!!" Pekiknya kesal dengan pipi yang tersipu.

Renzi melirik ke arah gadis itu dengan wajah datar tanpa ekspresi. "Idih ge-er." Katanya kemudian melihat jam dinding yang telah menunjukkan pukul 06:00.

Pemuda itu memiringkan kepalanya kebingungan, "hei sudah berapa lama aku pingsan?" Tanyanya pada teman-temannya.

"Mungkin...sehari," sahut Brody yang sedang mengupas kulit jeruk.

Jawaban itu membuat Renzi terkejut "a-apa? Sehari? Bagaimana ini?" Bingungnya sambil mengacak-acak rambutnya.

"Tenang saja, Shinta sudah bilang kalau kamu sakit dan dirawat. Jadi tidak akan ada tuduhan bolos kok," kata Yura yang duduk di atas kursi roda yang nganggur.

Pembicaraan Renzi dengan teman temannya membuat Ara merasa terasingkan. Gadis itu duduk dengan wajah cemberut dan tangan yang melingkari tulang keringnya.

*Beberapa menit kemudian

Renzi melirik Ara yang sedari tadi hanya diam. "He-hei kalian tidak ke kampus?" Tanya Renzi pada teman-temannya.

"Eemmmm...kami akan pergi setelah mengantarmu pulang, lagian hari ini kami masuk siang." Ujar Martha.

'tok...tok...' suara pintu diketuk membuat semua mata tertuju pada pintu itu. Seorang perawat masuk kedalam dengan tangan yang memegangi peralatan medis.

"Tolong keluar sebentar. Saya akan memeriksa pasien," ucap perawat itu. Mereka semua keluar dari ruangan begitu pula Ara (disuruh Renzi).

Setelah selesai pemeriksaan, pemuda itu diizinkan untuk pulang. "Mau kami antar?" Tanya Brody yang hendak masuk ke mobilnya.

"Tidak perlu, mobilku ada di parkiran. Kalian pulanglah," tolak Renzi.

Shinta yang sedari tadi memperhatikan Renzi, tampak khawatir saat melihat perban yang membaluti pergelangan tangannya.

"Kau yakin? Kau baik-baik saja? Mau kami antar?" Tanya Shinta cemas.

Sikap gadis didepannya itu membuat Renzi kebingungan. "Tidak apa-apa," Renzi berjalan menuju mobilnya diikuti Ara yang masih tidak bicara.

Sesampainya di rumah, ia perhatikan Ara yang hendak duduk di ruang tamu. Pemuda itu berjalan mendekat dan duduk bersila di sebelah hantu itu.

"Eghem...eghem...kenapa kau merasuki tubuhku tanpa izin?" Tanyanya tanpa melirik Ara.

Hantu itu melirik sedikit Renzi dari sela sela rambutnya kemudian menenggelamkan kepalanya di antara lututnya. "Kau terlalu banyak bicara tentang sesuatu yang tidak mereka mengerti. Maafkan aku," ucap gadis itu dengan nada yang penuh dengan rasa bersalah.

Renzi memperhatikan rambut yang menutupi wajah gadis itu, ia dekatkan kepalanya mencoba memperhatikan mata Ara yang terlihat dari sela sela rambutnya.

"Setelah kupikir-pikir...aku belum pernah melihat wajahmu, nek".

Ara menolehkan kepalanya melihat Renzi, untuk pertama kalinya ia melihat wajah pemuda itu dengan jelas. Ia perhatikan mata Renzi yang berwarna cokelat kehitaman, hidung yang mancung, serta dahi yang sedikit ditutupi oleh rambutnya yang bergelombang. Ara memalingkan wajahnya dengan jantung yang berdebar-debar.

"Kau mau tunjukkan padaku? Mungkin itu bisa mempermudah proses penyebab kematianmu," kata Renzi sambil melirik bingkai foto yang ada di dinding.

Gadis itu melirik fotonya yang telah hancur, ia merasakan ada sesuatu yang mengerubunginya. "Da-darimana kau tau kalau aku merasuki mu?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Dengan penuh rasa bangga pemuda itu berdiri dan menyilangkan tangannya. " Itu mudah. Pertama, aku tak ingat apapun. Kedua aku ada di ruang pasien. Ketiga, kau tampak bersalah. Dan terakhir karena kau hantu," kata Renzi pamer.

"Haruskah kau mengingatkanku kalau aku adalah hantu?" Tanya Ara ikut berdiri. Pemuda itu mengangguk lalu berjalan menuju kamarnya sambil tersenyum menahan tawa.

Keesokan harinya

Seluruh mahasiswa/i membicarakan tentang tragedi beberapa hari lalu. Para pelaku yang menjadi penyebab atas kematian Jenny telah menyerahkan diri ke kantor polisi, dan itu menjadi gosip panas di kampus.

Para pelaku mengakui segala perbuatannya dan akan di kenakan sanksi, orang tua korban juga merasa kesal dan sempat memukul pelaku. Kampus juga mengenai hukuman kepada mereka dan pastinya hukuman yang diterima baik dari sekolah maupun pengadilan akan sangat berat diakibatkan korban bullying telah tiada.

Renzi berdiri di depan loker miliknya sambil memegang lembaran kertas karton. "Terimakasih," ucap suara seorang gadis yang berdiri disampingnya. Pemuda itu menoleh dan melihat sosok Jenny. "Terima kasih banyak," ucapnya sekali lagi lalu menghilang.

Renzi tersenyum tipis, "sama-sama." Ucapnya. Ia berjalan menuju kelasnya yang akan dimulai sebentar lagi.

"Renzi!!!" Teriak seorang lelaki memanggil namanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!